
Iqtishodia
Determinan Keputusan Nasabah dalam Memilih KPR Syariah
KPR Syariah dapat menjadi solusi terhadap tingginya angka backlog di Indonesia.
IBRAHIM KHALILURRAHMAN, Alumnus Deptartemen Ilmu Ekonomi Syariah FEM IPB; DR RESFA FITRI, Staf Pengajar Deptartemen Ilmu Ekonomi Syariah FEM IPB
Rumah atau tempat tinggal merupakan kebutuhan primer bagi manusia atau dalam istilah Islamnya disebut kebutuhan dharuriyat. Selain sebagai tempat tinggal, kini rumah juga menjadi alat untuk mengukur kesejahteraan masyarakat.
Dalam Islam, fungsi rumah juga telah disebutkan dalam beberapa ayat Alquran. Salah satunya disebutkan dalam surah an-Nahl ayat 80 yang menyatakan bahwa rumah berfungsi sebagai tempat ketenangan.
Di Indonesia angka kesenjangan antara kebutuhan rumah dengan jumlah rumah terbangun (backlog) cukup tinggi. Data Badan Pusat Statistik (BPS, 2020) menunjukkan bahwa pada 2020 sebanyak 20 persen rumah tangga atau sejumlah lebih dari 13 juta rumah tangga di Indonesia tercatat belum mempunyai rumah dengan status milik sendiri.
Di sisi lain, World Bank memproyeksikan ada sekitar 900 ribu rumah tangga baru per tahun di Indonesia (BKKBN, 2018). Dalam lima tahun terakhir, rata-rata realisasi pembangunan rumah menyentuh angka 960.034 unit per tahun. Namun, angka tersebut masih belum bisa mengurangi angka backlog secara signifikan.
Lebih dari 13 juta rumah tangga belum mempunyai rumah dengan status milik sendiri.
Salah satu penyebab faktor backlog adalah kurangnya sumber daya yang dimiliki rumah tangga untuk memiliki rumah tinggal pribadi (Agustriana 2018). Hal tersebut dibuktikan oleh 31,89 persen rumah tangga memperoleh rumah pribadi dengan cara kredit (BPS 2019). Oleh karena itu, perlu peran lembaga keuangan seperti industri perbankan sebagai lembaga intermediasi yang mampu menyediakan pembiayaan dalam jangka waktu panjang.
KPR (Kredit Pemilikan Rumah) merupakan salah satu jenis pembiayaan konsumtif yang ditawarkan oleh bank kepada nasabah dengan tujuan untuk membeli, mendirikan, atau memperbaiki rumah. KPR dapat dijadikan sebagai alternatif pembiayaan bagi masyarakat yang membutuhkan perumahan yang layak dan terjangkau.
Selain itu, KPR dapat menjadi solusi bagi masyarakat yang ingin mempunyai rumah tapi tidak sanggup membeli secara tunai, karena KPR menawarkan pembelian rumah dengan skema pembayaran cicil atau angsur. Dengan disalurkannya KPR oleh berbagai bank, diharapkan kesenjangan antara kebutuhan perumahan dengan pemenuhannya dapat menurun setiap tahunnya (Dianty 2020).
Saat ini, KPR syariah mulai banyak diminati oleh masyarakat. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan lebih tingginya pertumbuhan KPR syariah jika dibandingkan dengan pertumbuhan KPR konvensional selama lima tahun terakhir. Pertumbuhan KPR syariah pada 2020 mencapai 11 persen, sedangkan pertumbuhan KPR konvensional hanya mencapai tiga persen. Berikut data pertumbuhan KPR syariah dan konvensional lima tahun terakhir.
Namun, di sisi lain, market share KPR syariah masih rendah. Sejak 2016 hingga 2020, market share KPR syariah hanya berkisar di angka 12 hingga 15 persen. Hal ini menggambarkan bahwa penyaluran KPR oleh bank syariah masih jauh tertinggal dari penyaluran KPR oleh bank konvensional (OJK, 2020).
Tingkat pertumbuhan KPR Bank Syariah yang lebih tinggi dapat digunakan untuk mempercepat laju pertumbuhan produk pembiayaan KPR syariah. Bank syariah dapat melakukan beberapa hal yang salah satunya adalah menarik minat masyarakat untuk memilih melakukan pembiayaan produk KPR di bank syariah dibandingkan melakukannya di bank konvensional.
KPR syariah mulai banyak diminati oleh masyarakat, namun pangsa pasarnya masih rendah.
Namun, menarik minat masyarakat untuk melakukan pembiayaan KPR di bank syariah merupakan sebuah tantangan yang harus dihadapi oleh setiap bank. Hal tersebut disebabkan adanya prinsip, kriteria, dan preferensi yang dimiliki setiap nasabah dalam menentukan pilihan untuk mengajukan pembiayaan KPR (Rahayu 2019).
Backlog Perumahan dan KPR Syariah
Definisi sederhana backlog perumahan adalah gap antara kebutuhan rumah dengan jumlah rumah yang ada. Pokok permasalahan backlog perumahan bukan hanya pada kuantitas jumlah rumah yang terbangun, melainkan lebih kepada jumlah kebutuhan rumah yang layak terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), angka backlog mencapai 7,6 juta unit di seluruh Indonesia.
Angka backlog perumahan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yakni jumlah kebutuhan rumah yang dibutuhkan rakyat yang dapat dicerminkan oleh jumlah rumah tangga serta jumlah rumah yang dapat disediakan atau dibangun.
Pertumbuhan jumlah rumah tangga terus meningkat setiap tahunnya. Pertumbuhan rumah tangga untuk beberapa tahun ke depan dapat diproyeksikan dengan data yang tersedia.
Sementara untuk rumah yang terbangun atau tersedia, jumlahnya dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dalam bidang pembangunan karena pemerintah yang menetapkan banyaknya rumah yang dapat disediakan atau dibangun baik oleh pemerintah itu sendiri maupun sektor swasta (pengembang).
Angka backlog perumahan akan terus bertambah setiap tahunnya jika intervensi pemerintah melalui tindakan membangun rumah ataupun melalui kebijakan-kebijakan mengenai perumahan tidak mampu mengimbangi laju pertumbuhan rumah tangga.
Selain itu, penambahan angka backlog perumahan juga dapat disebabkan oleh kondisi lain, seperti banyaknya tingkat penghasilan masyarakat yang rendah dan tidak adanya akses kredit atau pembiayaan perumahan.
Akibatnya, masyarakat tidak mampu menjangkau pasar finansial formal sehingga belum mampu untuk membeli rumah tinggal pribadi. Sebagai contoh, hanya ada sekitar 15 persen masyarakat Indonesia yang memiliki besaran penghasilan yang diterima pasar formal pinjaman perumahan (Agustriana 2018).
KPR Syariah dapat menjadi solusi terhadap tingginya angka backlog di Indonesia. KPR syariah merupakan pembiayaan yang disediakan oleh bank kepada nasabah untuk tujuan kepemilikan rumah dengan menerapkan akad-akad yang berdasarkan pada prinsip syariah (BI 2012).
Produk KPR yang ditawarkan bank syariah memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan produk KPR yang ditawarkan oleh bank konvensional.
Produk KPR bank syariah memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan konvensional.
Keunggulan yang pertama adalah memenuhi aspek syariah sehingga mampu memberikan ketenteraman bagi masyarakat yang menginginkan pembiayaan dengan prinsip syariah. Keunggulan selanjutnya, KPR Syariah dalam jangka waktu tertentu menawarkan cicilan atau angsuran dengan jumlah yang tetap setiap bulannya sesuai kesepakatan di awal akad. Kemudian, apabila nasabah ingin melakukan pelunasan dipercepat, nasabah tidak dikenakan penalti (Latifa 2016).
Ada empat jenis akad atau skema yang biasa digunakan dalam produk KPR syariah, yaitu akad murabahah, akad istishna, akad ijarah muntahiya bittamlik, dan akad musyarakah mutanaqisah. Keempat akad ini memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam pelaksanaannya.
Teori Preferensi dalam Memilih Kredit Perumahan Rumah Syariah
Menurut Kotler dan Keller (2009), suatu sikap konsumen terhadap satu pilihan merek produk yang terbentuk melalui evaluasi atas berbagai macam merek dalam berbagai pilihan yang tersedia disebut preferensi konsumen.
Mengerti dan mengadaptasi preferensi dan perilaku konsumen bukanlah pilihan, keduanya adalah kebutuhan mutlak untuk kelangsungan hidup kompetitif. Dalam analisis akhir, konsumen memegang kendali dan pemasar dikatakan berhasil bila produk atau jasanya dipandang menawarkan manfaat yang riil.
Perilaku konsumen dalam Islam harus mencerminkan hubungan dirinya dengan Allah SWT. Setiap pergerakan diri yang berbentuk belanja sehari-hari, tidak lain adalah manifestasi zikir dirinya atas nama Allah sehingga konsumen akan lebih memilih jalan yang dibatasi Allah dengan tidak memilih barang haram, tidak kikir, dan tidak tamak supaya hidupnya selamat di dunia maupun akhirat.
Berdasarkan hasil analisis regresi logistik, terdapat dua dari empat variabel independen yang memengaruhi secara signifikan terhadap keputusan nasabah dalam membeli rumah menggunakan KPR syariah, yakni variabel prosedur dan variabel biaya.
Proses menjadi salah satu elemen internal yang penting dalam strategi pemasaran. Elemen proses mencakup prosedur, mekanisme, dan aliran kegiatan di dalamnya (Abuznaid 2020). Prosedur yang dimaksud dalam perkreditan, yaitu dimulai dari adanya pengajuan permohonan kredit dari masyarakat, proses analisis kredit, proses pencairan kredit, sampai dengan proses umpan balik pelaksanaan kredit atau angsuran (Suyatno 1991).
Menurut Fitrian (2017) dan Rahayu (2019), faktor prosedur berpengaruh signifikan terhadap keputusan nasabah untuk menggunakan produk dan jasa di bank syariah. Semakin mudah dan tidak rumitnya prosedur yang disediakan oleh pihak bank syariah, semakin tinggi pula keputusan nasabah dalam memilih produk dan jasa di bank syariah.
Biaya atau harga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi keputusan konsumen yang di dalamnya termasuk persyaratan kredit di mana biaya jasa merupakan salah satu dari persyaratan pengajuan kredit.
Satu-satunya unsur dalam marketing-mix yang menghasilkan pendapatan adalah harga, unsur lainnya menunjukkan biaya (Abuznaid 2020). Tingkat biaya adalah sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk, atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena menggunakan produk tersebut (Kotler dan Amstrong 2008).
Keputusan penentuan biaya jasa memiliki peranan penting, karena menentukan nilai atau manfaat yang diperoleh oleh pelanggan. Apabila biaya jasa suatu bank sesuai dengan nilai dan manfaat yang diperoleh nasabah, peluang bagi nasabah untuk memutuskan menggunakan bank syariah akan tinggi. Wallahu a’lam.
Sensus Pertanian 2023: Mengapa Sangat Penting?
ST2023 bakal mencatat data semua pelaku usaha pertanian di Indonesia tanpa terkecuali.
SELENGKAPNYAAdinata Syariah dan Penguatan Ekonomi Syariah di Daerah
Anugerah Adinata Syariah menjadi wujud nyata dari fase ekonomi politik syariah.
SELENGKAPNYA