
Nasional
Akhir Polemik Ancaman Pembunuhan terhadap Warga Muhammadiyah
Andi Pangerang Hasanuddin dipecat sebagai PNS.
JAKARTA — Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Andi Pangerang Hasanuddin (APH), dinyatakan bersalah dan dikenai hukuman disiplin tingkat berat berupa pemberhentian sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
Keputusan tersebut diambil setelah Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menindaklanjuti hasil Sidang Majelis Hukuman Disiplin Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Menyetujui bahwa APH dinyatakan bersalah dan dikenai hukuman disiplin tingkat berat berupa pemberhentian sebagai PNS,” ujar Handoko lewat keterangan tertulis dikutip kemarin.
Handoko mengatakan, saat ini proses pemberhentian terhadap Andi sedang diproses oleh Biro Organisasi dan Sumber Daya Manusia BRIN mengikuti ketentuan dan prosedur yang berlaku. Sanksi pemecatan tersebut merupakan buntut dari tindak lanjut kasus ujaran kebencian di media sosial yang melibatkan Andi dan Thomas Djamaluddin (TD).

Setelah kejadian tersebut, BRIN bergerak untuk melakukan pemeriksaan internal melalui mekanisme Sidang Majelis Kode Etik dan Kode Perilaku ASN bagi keduanya. Dari sana kemudian dilanjutkan dengan Sidang Majelis Hukuman Disiplin ASN bagi APH karena terbukti melakukan perbuatan yang melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.
“Menyetujui (juga) penjatuhan sanksi moral bagi TD berupa perintah untuk menyampaikan permohonan maaf secara terbuka dan tertulis,” kata Handoko.
Dalam pernyataannya tersebut Handoko juga menyampaikan, semua periset BRIN harus menjadikan kasus seperti itu sebagai pembelajaran dan titik awal penting, mengingat posisi BRIN sebagai institusi yang menaungi para periset di Tanah Air. BRIN juga berencana untuk menginisiasi riset multidisiplin guna mendapatkan solusi permasalahan secara ilmiah.

Peneliti BRIN Thomas Djamaluddin yang berpendapat bahwa keputusan pemecatan Andi Pangerang merupakan hasil independensi dari Majelis Hukuman Disiplin. "Itu kewenangan Majelis Disiplin Pegawai. Saya tidak akan mengomentarinya," kata Thomas kepada Republika saat dimintai tanggapan soal keputusan pemecatan terhadap APH.
Atas keputusan sanksi moral terhadapnya, Thomas mengatakan telah menyiapkan pernyataan permohonan maaf dan tinggal menunggu surat keputusan (SK) terkait. "Saya memahami posisi BRIN dan mematuhi keputusan BRIN tersebut. Saya sudah menyiapkan pernyataan permohonan maaf, tetapi menunggu SK resmi dari BRIN dan petunjuk BRIN terkait pernyataan tertulis tersebut," ujar dia.
Lebih lanjut, mengenai perbedaan sanksi yang diterima antara Andi Pangerang dengan dirinya, Thomas kembali lagi menekankan bahwa itu keputusan yang sudah ditetapkan oleh pihak yang berwenang. "Saya tahu, keputusan itu sudah melalui proses Majelis Kode Etik dan Perilaku ASN dan khusus APH dilanjutkan melalui Majelis Disiplin Pegawai. Jadi, bukan keputusan pribadi kepala BRIN," ujar dia.

Anggota Komisi VII DPR sebagai mitra kerja BRIN, Mulyanto, menyambut baik keputusan yang menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap Andi Pangerang dan sanksi moral terhadap Thomas. "Keputusan tersebut sudah bagus sebagai konsekuensi atas perbuatan tidak patut yang dilakukan kedua peneliti BRIN tersebut," kata Mulyanto kepada Republika, Ahad (28/5/2023).
Meski begitu, dia berpendapat, sanksi untuk Thomas Djamaluddin, yang diberikan sanksi moral, tidak begitu jelas. Mulyanto meminta BRIN lebih jelas dan tegas terkait pemberian sanksi moral ke Thomas Djamaluddin.
Hal itu diperlukan agar ada rasa keadilan bagi staf-staf dari BRIN yang mendapat sanksi maksimal. Thomas disanksi karena membuat posting-an yang dinilai mendiskreditkan metode penetapan Idul Fitri yang dipakai Muhammadiyah.
Mulyanto mengingatkan, Thomas yang menyebut Muhammadiyah tidak berhak menggunakan fasilitas milik pemerintah karena metode penghitungan yang berbeda dan memicu Andi Pangerang mengancam akan membunuh warga Muhammadiyah. Kemudian, Andi Pangerang disanksi karena memberi ancaman membunuh warga Muhammadiyah yang mempermasalahkan postingan Thomas Djamaludin.
"Saya rasa kasus ini dapat diambil hikmahnya bagi para peneliti BRIN dan masyarakat secara umum dalam menyikapi perbedaan penerapan pendekatan saintifik dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat," ujar Mulyanto.
Keputusan tersebut sudah bagus sebagai konsekuensi atas perbuatan tidak patut yang dilakukan kedua peneliti BRIN tersebut.MULYANTO, Anggota Komisi VII DPR
Mulyanto menyebut, peneliti-peneliti sebagai warga negara Indonesia yang memiliki pendidikan dan pengalaman ilmiah tinggi tetap harus hati-hati. Terutama, dalam memberi pernyataan publik pada era medsos sekarang ini.
Wakil Ketua FPKS DPR ini menambahkan, peneliti-peneliti harus arif dan bijaksana, memberi pencerahan ke masyarakat secara rasional, independen, dan objektif. Jangan menghujat, apalagi mengancam masyarakat yang lain. "Ini kontraproduktif, baik secara pribadi peneliti maupun bagi BRIN sebagai lembaga," kata Mulyanto.
Mulyanto berharap, kejadian-kejadian seperti ini tidak terjadi lagi pada masa mendatang. Ia menekankan, apa yang terjadi saat ini harus menjadi pelajaran bagi siapapun, terlebih bagi abdi negara seperti peneliti.
Bareskrim Polri Tetapkan Peneliti BRIN Ini Menjadi Tersangka
AP Hasanuddin jadi tersangka kasus ujaran kebencian berdasarkan SARA diancam 6 tahun penjara.
SELENGKAPNYAPeneliti BRIN Andi Pangerang Ditangkap
Andi Pangerang ditangkap di Jombang, Jawa Timur.
SELENGKAPNYATerus Memunculkan Kontroversi, Perlukah BRIN Dievaluasi?
Peristiwa terakhir memunculkan wacana perlunya mengevaluasi keberadaan BRIN.
SELENGKAPNYA