
Resonansi
Kunci Pengingat Malapetaka
Hari-hari Nakba dan setelahnya merupakan penderitaan panjang bangsa Palestina.
Oleh IKHWANUL KIRAM MASHURI
Kunci itu berusia puluhan tahun, terbuat dari besi, warna hitam, dan di beberapa bagian sudah berkarat. Desainnya sederhana, polos, jadul. Akan tetapi, ini bukan kunci biasa.
Ia salah satu peninggalan berharga, dirawat oleh banyak keluarga Palestina dari generasi ke generasi. Kunci-kunci itu selalu mereka pertontonkan ketika memperingati Hari Nakba, yang menyebabkan kesengsaraan berkepanjangan bangsa Palestina.
Nakba bermakna bencana atau malapetaka, yaitu hari ketika ratusan ribu warga Palestina diusir paksa oleh geng-geng bersenjata Yahudi dari Jaffa, Akka (Hebrew bahasa Yahudi), Haifa, Safad, dan setiap bagian dari tanah Palestina.
Mereka meninggalkan rumah dan semua harta benda, kecuali kunci rumah. Ya, kunci itulah yang mereka bawa, dengan harapan dapat pulang kembali ke tempat tinggal mereka setelah beberapa hari, yang ternyata menjadi puluhan tahun.
Mereka meninggalkan rumah dan semua harta benda, kecuali kunci rumah. Ya, kunci itulah yang mereka bawa, dengan harapan dapat pulang kembali ke tempat tinggal mereka setelah beberapa hari, yang ternyata menjadi puluhan tahun, beralih generasi ke generasi, hingga sekarang.
Nakba telah menjadikan banyak warga Palestina terusir dari tanah airnya. Hari Nakba itu tepatnya kini sudah berlangsung 75 tahun pada 15 Mei lalu.
Kendati sudah puluhan tahun hidup dalam pengungsian dan pengasingan, tapi keinginan warga Palestina untuk kembali ke kampung halaman mereka sangat kuat, termasuk pada anak-anak mudanya, dari tahun ke tahun.
Salah satu tandanya adalah menyimpan kunci-kunci rumah tadi, yang diwariskan dari generasi ke generasi, yang menunjukkan mereka tidak akan melepaskan apa yang mereka yakini sebagai hak, yang dirampas paksa dari kakek-nenek moyang mereka oleh penjajah Israel.
Malapetaka itu bermula dari janji Menlu Inggris Arthur Balfour, kepada pemimpin gerakan Yahudi, Baron Rothschild, pada 2 November 1917.
Isinya, pihak Inggris akan memberikan rumah nasional bagi orang-orang Yahudi di Palestina. Waktu itu jajahan Inggris ada di mana-mana. Istilahnya, ‘matahari tidak akan tenggelam di Britania Raya’.
Konspirasi pun muncul antara dua kaum penjajah — Inggris dan Prancis —, setelah Khalifah Usmaniyah kalah dalam Perang Dunia I (1914-1918). Kedua negara menandatangani perjanjian rahasia pada 1916 yang membagi wilayah Arab peninggalan Kekhalifahan Usmaniyah.
Menurut perjanjian -- dikenal dengan Sykes-Picot Agreement-- itu, Palestina dimandatkan kepada Inggris, yang kemudian mempermudah terwujudnya gagasan pendirian negara Zionisme.
Sejak itu mulailah terjadi gelombang imigrasi kaum Yahudi dari Eropa ke Palestina dalam jumlah besar. Dari Polandia saja, pada 1936, sekitar seribu imigran setiap pekan.
Sejak itu mulailah terjadi gelombang imigrasi kaum Yahudi dari Eropa ke Palestina dalam jumlah besar. Dari Polandia saja, pada 1936, sekitar seribu imigran setiap pekan.
Dari sini muncullah perlawanan terbuka dari warga Palestina. Mereka memprotes ‘pemberian’ tanah kepada orang asing.
Menjelang Perang Dunia II (1939-1945) jumlah orang-orang Yahudi yang bermigrasi dari Eropa pun meningkat tajam. Puncaknya adalah terjadinya Holokaus (holocaust), yakni pembunuhan sistematis terhadap orang-orang Yahudi oleh Nazi Jerman, dipimpin Adolf Hitler, berlangsung di seluruh wilayah Eropa yang dikuasai Nazi. Sekitar enam juta warga Yahudi dikabarkan tewas dalam peristiwa itu.
Orang-orang Yahudi yang ketakutan, dengan dikoordinasikan oleh organisasi Zionis internasional dan didukung penjajah Inggris, ramai-ramai bermigrasi ke Palestina. Tujuannya, mendirikan negara Yahudi yang mereka impikan. Mereka kemudian bergabung dengan mafia atau geng-geng bersenjata untuk mengusir paksa warga Palestina.
Tujuannya, mendirikan negara Yahudi yang mereka impikan. Mereka kemudian bergabung dengan mafia atau geng-geng bersenjata untuk mengusir paksa warga Palestina.
Akibat intensifikasi konflik di Palestina, pada 1947, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun tangan, membagi Palestina untuk Arab dan Yahudi. Yerusalem di bawah kendali lembaga internasional. Pembagian ini ditolak Arab, dianggap tidak adil.
Di sinilah Inggris kemudian bertindak untuk memenuhi janjinya kepada orang-orang Yahudi. Pada 14 Mei 1948, mereka mengumumkan mengakhiri mandatnya atas Palestina. Pada hari yang sama, David Ben-Gurion memproklamasikan pendirian Negara Israel.
Sehari setelahnya, perang yang tidak seimbang pun pecah -- Yahudi didukung dan dipersenjatai penjajah Inggris. Akibatnya, Israel berhasil menguasai wilayah lebih luas dari yang sudah ditentukan PBB.
Lebih dari 800 ribu warga Palestina diusir paksa dari rumah mereka. Semua properti mereka dirampas oleh orang-orang Yahudi. Tragedi yang menimpa Palestina terus berlangsung hingga kini.
Menurut Pusat Informasi Palestina, hari-hari selama Nakba, geng-geng bersenjata Zionis telah berhasil menguasai 774 desa dan kota Palestina, menghancurkan 531 desa dan melenyapkan fitur budaya dan sejarah Palestina.
Geng-geng bersenjata Zionis juga melakukan lebih dari 100 pembantaian keji terhadap warga Palestina. Menurut standar hukum internasional, semua tindak keji mereka bisa diklasifikasikan sebagai kejahatan perang, genosida.
Geng-geng bersenjata Zionis itu di kemudian hari menjadi cikal-bakal tentara dan dinas keamanan Israel, dan para pemimpinnya banyak yang jadi pejabat penting Israel.
Hari-hari Nakba dan setelahnya merupakan penderitaan panjang bangsa Palestina. Kini sebagian besar dari 13,7 juta orang Palestina hidup di pengasingan, tercerai-berai di berbagai negara.
Kini sebagian besar dari 13,7 juta orang Palestina hidup di pengasingan, tercerai-berai di berbagai negara.
Dari 6,2 juta orang yang terdaftar di United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees (UNRWA), sekitar 40 persen tinggal di wilayah pendudukan Israel di Tepi Barat dan Gaza, dan 60 persen lainnya sebagai imigran di berbagai negara atau hidup di kamp-kamp pengungsian, utamanya di Lebanon.
Kini Hari Nakba telah genap 75 tahun, dan semangat warga Palestina untuk kembali ke kampung halaman tetap membara. Pada 1998, bertepatan dengan 50 tahun Hari Nakba, Presiden Yasir Arafat mengeluarkan dekrit agar warga Palestina, di mana pun berada, memperingati Hari Nakba setiap tanggal 15 Mei, sehari setelah rakyat Israel memperingati hari pembentukan negaranya.
Namun, untuk memperingati Hari Nakba pun tidak gampang bagi warga Palestina. Israel, dengan berbagai cara dan upaya terus menghalangi peringatan Hari Nakba, dengan merilis undang-undang yang memberi sanksi buat mereka yang memperingatinya, terutama bagi warga Palestina di Israel dan wilayah pendudukan.
Di tingkat dunia, terutama di negara-negara Barat, sikap mereka terhadap Hari Nakba pun sami mawon. Di Inggris, pemimpin Partai Buruh Jeremy Corbyn, yang pada pemilu 2019 hampir mencapai posisi perdana menteri, pada 2020 digulingkan dari kepemimpinan Partai Buruh.
Ia dianggap melakukan ‘tindakan ilegal’ oleh Komite Inggris untuk Kesetaraan dan HAM, karena kecamannya atas pelanggaran pendudukan Israel. Ia dituduh anti-Semit.
Corbyn merupakan politisi Inggris pendukung Palestina. Setiap tahun ia aktif terlibat dalam peringatan Hari Nakba.
Di Jerman, peringatan Hari Nakba dilarang. Nazi Jerman merupakan pelaku terjadinya Holokaus, yang menyebabkan gelombang imigrasi Yahudi Eropa ke tanah Palestina.
Yang berbeda adalah sikap PBB. Untuk pertama kalinya PBB memperingati Hari Nakba pada 15 Mei lalu, dengan sebuah acara besar di kantor pusat organisasi di New York.
Sedangkan, Amerika Serikat (AS) selalu berstandar ganda. Serangan Israel ke Palestina mereka anggap mempertahankan diri. Sebaliknya, serangan Palestina ke Israel mereka tuduh sebagai pelanggaran karena menyerang negara merdeka.
Yang berbeda adalah sikap PBB. Untuk pertama kalinya PBB memperingati Hari Nakba pada 15 Mei lalu, dengan sebuah acara besar di kantor pusat organisasi di New York.
Setahun sebelumnya, tepatnya pada 30 September 2022, PBB berhasil mengeluarkan resolusi untuk memperingati Hari Nakba, dengan 90 suara melawan 30 suara, dengan 47 negara abstain. Resolusi ini diajukan delegasi Palestina, yang didukung Mesir, Yordania, Senegal, Tunisia, dan Yaman.
Ya, dunia ini memang terbolak-balik. Tidak adil. Namun, keadilan dan kemerdekaan harus terus diperjuangkan, seperti diperlihatkan para warga Palestina di Tepi Barat, Jalur Gaza, dan di tempat lainnya.
Kendati menghadapi rintangan dari pihak Israel, mereka tahun ini memperingati Hari Nakba secara besar-besaran, sambil mempertontonkan kunci-kunci rumah yang diwariskan dari generasi ke generasi, dengan harapan bisa kembali ke rumah-rumah mereka yang mungkin telah dihancurkan oleh Israel.
Undang-Undang Israel Bakal Lebih Represif
Pemerintahan Netanyahu terus menunjukkan kecenderungan ekstremis.
SELENGKAPNYAIsyarat Perpisahan Rasulullah
Dalam Haji Wada, Nabi Muhammad SAW menyampaikan sempurnanya Islam dan tanda beliau dekati ujung usia.
SELENGKAPNYARudal Balistik Iran Bisa Capai Israel
Rudal dapat membawa hulu ledak seberat 1.500 kilogram.
SELENGKAPNYA