Jalaluddin Rumi | DOK STUDYIQ

Mujadid

Karier Awal Sang Sufi, Jalaluddin Rumi

Sebelum dikenal luas sebagai sufi dan penyair, Jalaluddin Rumi menekuni ilmu fikih mazhab Hanafi.

Tokoh ini lahir dengan nama Jalaluddin Muhammad. Di Iran, sebutannya adalah Jelaluddin Balkhi. Sebab, kedua orang tuanya berasal dari Balkhi, sebuah daerah berbudaya Persia-Islam yang kini termasuk wilayah Afghanistan. Di sana, lebih dari delapan abad silam Jalaluddin lahir, bertepatan dengan tanggal 6 Rabiul Awal 604 Hijriyah.

Ada banyak nama untuknya. Rupaya, yang paling dikenal orang adalah Jalaluddin Rumi. Sebutan di belakang namanya itu merujuk pada Rum, yakni ‘Roma’ atau ‘Anatolia’ pada masanya hidup—sekira abad ke-13 Masehi. Memang, sebagian besar hayat sang penyair-sufi dihabiskan di Konya, Anatolia (Turki). Ia sendiri sengaja menggunakan nama daerah tersebut sebagai samaran atau nama pena (nom de plume) dalam tiap karyanya.

Garis nasabnya dapat ditelusuri hingga sahabat Nabi Muhammad SAW yang adalah khalifah pertama, Abu Bakar ash- Shiddiq. Kira-kira lima tahun sejak Jalaluddin lahir, keluarganya pindah meninggalkan Balkhi.

Para penulis biografinya belum dapat memastikan, apa yang mendorong ayahanda Jalaluddin, Muhammad bin Husain al-Khatibi alias Bahauddin Walad, mengambil keputusan hijrah itu.

Sebagai informasi, pada permulaan abad ke-13 M Balkhi termasuk wilayah Kerajaan Khwarizmi. Sebagian sejarawan menduga, raja negeri itu, Muhammad, ingin membendung pengaruh tarekat tertentu, yang kebetulan diikuti banyak masyarakat setempat, termasuk Bahauddin.

photo
Kubah hijau yang menjadi ciri khas mausoleum Jalaluddin Rumi di Konya, Turki. Tepat di bawahnya terdapat makam sang sufi dan ayahandanya. - (DOK WIKIPEDIA)

Afzal Iqbal dalam buku The Life and Work of Jalaluddin Rumi menengarai, Bahauddin keluar dari daerah itu, seperti yang dilakukan warga lainnya. Sebab, mereka hendak menghindari ancaman militer Mongol.

Pada 1213, pengarang Kitab al-Ma'arif itu bertolak dari Balkhi. Pria 65 tahun tersebut lalu menapaki jejak di sejumlah kota: Nishapur (Iran), Baghdad, Makkah, Malat ya (Turki), La randa (Turki), dan akhirnya Konya sekitar 1229.

Kota yang terakhir itu merupakan sentra pemerintahan Kesultanan Rum, yang berada dalam trah Dinasti Seljuk. Sewaktu singgah di Nishapur, Bahauddin diterima dengan baik oleh Abu Hamid bin Abu Bakar Ibrahim alias Fariduddin Attar, seorang salik yang mengarang Mantiq at-Tayr (Pertemuan Para Burung). Kepada Bahauddin, Attar menghadiahkan salinan karangannya, Asrar Namah (Kitab tentang Misteri-misteri).

Tokoh berjuluk “Pewangi para penyair” itu juga berpesan, “Wahai Bahauddin, putramu ini (Jalaluddin) tak lama lagi akan mengobarkan bara api para pencinta Tuhan dari seluruh dunia!” Demikian katanya, seperti dinukil dari buku William C Chittick, The Sufi Path of Love: The Spiritual Teachings of Rumi.

 
Putramu ini (Jalaluddin) tak lama lagi akan mengobarkan bara api para pencinta Tuhan dari seluruh dunia!
   

Usai melaksanakan ibadah haji, Bahauddin melangkahkan kaki ke wilayah kekuasaan Dinasti Seljuk. Di Konya, ulama bermazhab Hanafi itu diterima dengan hangat oleh penguasa setempat.

Negeri itu sedang dipimpin Alauddin Kayqubad yang terkenal mendukung perkembangan ilmu dan seni. Bahauddin pun diberikan jabatan sebagai kadi istana. Lambat laun, masyarakat lokal menjulukinya “Sultan al-'ulama”, pemimpinnya para cerdik pandai.

Bahauddin memiliki beberapa orang anak. Di antara mereka, Jalaluddin adalah yang paling menonjol. Masa mudanya dihabiskan dengan belajar secara tekun.

Saat Jalaluddin berumur 24 tahun, ayahnya meninggal dunia. Dalam usia semuda itu, ia sudah menguasai berbagai ilmu tata bahasa dan sastra Arab serta cabang-cabang pengetahuan agama Islam, seperti tafsir Alquran, ushul fikih, dan fikih.

photo
Masjid Abu Hanifah di Baghdad, Irak. Mazhab Hanafi banyak diikuti umat Islam di Irak, Turki, Syam, Balkan, hingga Mesir. - (DOK WIKIPEDIA)

Sama seperti sang ayah, Jalaluddin juga ahli dalam mazhab Hanafi. Raja Kayqubad sempat memintanya menjabat sebagai hakim. Sebelumnya, posisi tersebut diemban oleh almarhum Bahauddin.

Pemuda itu menolak halus tawaran tersebut karena lebih tertarik melan jutkan studinya. Menurut Chittick, Jalaluddin meneladani sikap zuhud dan warak (rendah hati) dari sang bapak. Dua kualitas itu biasa dijumpai pada diri seorang sufi. Bagaimanapun, Jalaluddin hingga saat itu belum menekuni tarekat tertentu.

Kecenderungan ini berubah sejak kedatangan Burhanuddin Muhaqqiq Tirmidzi di Konya pada 1232. Dia pun mulai menjalani berbagai disiplin rohani dengan berguru pada sahabat bapaknya itu. Atas dasar ini, Seyyed Hossein Nasr dalam suatu uraian menegaskan, Jalaluddin Rumi sudah menjadi sufi bahkan sebelum berjumpa dengan sang salik misterius, Syamsi Tabrizi, pada 1244.

 
Rumi sudah menjadi sufi bahkan sebelum berjumpa dengan sang salik misterius, Syamsi Tabrizi.
   

Kurang lebih sembilan tahun lamanya dia menuntut ilmu dari Burhanuddin Tirmidzi hingga sosok yang dihormatinya itu wafat pada 1241. Atas dorongan sang guru, Rumi kemudian menempuh studi di Madrasah Halivia, salah satu pusat pengajaran Mazhab Hanafi di Halab (Suriah).

Setelah itu, dia pindah ke Damaskus dan tinggal di sana empat tahun lamanya. Pada 1236, Rumi kembali ke Konya untuk mengajar di Madrasah Khudavandgar.

Mantan Rektor Unila Divonis 10 Tahun Penjara

Karomani dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

SELENGKAPNYA

Muhammadiyah-NU Menggagas Kepemimpinan Moral

NU-Muhammadiyah mendorong pentingnya kepemimpinan moral menjelang Pemilu 2024.

SELENGKAPNYA

Madinah Bersolek demi Jamaah

Jamaah pun akan menikmati Madinah yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya