
Kabar Utama
Erdogan Klaim Pemilu Buktikan Dirinya Bukan Diktator
Erdogan menuding negara-negara Barat melakukan kampanye hitam.
ANKARA -- Sejumlah negara-negara Barat menuding Turki telah terjerumus dalam kediktatoran di bawah pimpinan Presiden Recep Tayyip Erdogan belakangan. Yang bersangkutan menyatakan bahwa pelaksanaan pemilu presiden Turki yang akan memasuki putaran kedua adalah bukti yang menyangkal tudingan itu.
“Proses pemilu yang dilalui negara kita telah berperan penting dalam memahami kebenaran yang tak terhitung jumlahnya. Kami tidak hanya melihat kekuatan demokrasi Turki di kotak suara pada 14 Mei, tetapi kami juga menyaksikan mengempisnya gelembung persepsi. Mereka memfitnah 'kediktatoran' terhadap Turki," kata Erdogan, dilaporkan Hürriyet Daily News, Kamis (25/5/2023).
Erdogan mengatakan, respons negara Barat itu adalah kampanye kotor. Terutama oleh mereka yang tidak bisa mendapatkan jumlah suara sebanyak setengah dari pemilih di negara mereka sendiri.
“Itu adalah operasi psikologis berbahaya yang dilakukan di pers internasional tentang kami. Kebohongan dan tipuan itulah yang ditegaskan kembali oleh oposisi,” kata Erdogan.

Erdogan mengatakan, Turki telah menepis tuduhan kelompok Barat dengan pencapaian dalam pemilu putaran pertama pada 14 Mei lalu. Ketika itu, Erdogan mendapatkan 49,5 persen suara, sementara lawannya dari partai oposisi, Kemal Kilicdaroglu meraih sebesar 44,9 persen suara.
Sementara itu dalam pemilu parlemen yang digelar bersamaan pada 14 Mei 2023 lalu, partai Erdogan, yakni Partai Keadilan dan Pembangunan (AK Party), berhasil memenangkan mayoritas kursi. Dari 600 kursi yang diperebutkan, AK Party mengamankan 266 kursi. Sedangkan partai Kilicdaroglu, yaitu Partai Rakyat Republik (CHP), memperoleh 166 kursi.
“Kami telah menunjukkan bahwa klaim kediktatoran adalah omong kosong belaka," ujar Erdogan.
Erdogan mengatakan, pemilu menunjukkan bahwa keinginan Bangsa Turki tidak dapat dibelenggu. “Kami telah menunjukkan bahwa pemilu tidak dapat dimenangkan dengan kebohongan, fitnah, dan politik ketakutan. Kami menunjukkan bahwa tidak mungkin memasuki hati orang-orang dengan ujaran kebencian. Kami menunjukkan bahwa tidak mungkin berjalan dengan separatis dan anggota FETO demi keuntungan politik," kata Erdogan.
Erdogan mengatakan, pemilu putaran pertama menunjukkan kepada seluruh dunia tingkat kematangan demokrasi Turki dalam 21 tahun terakhir dan pandangan jauh ke depan bangsa. “Kami mencapai ini bersama dengan 85 juta orang, tidak peduli partai politik mana yang mereka pilih. Mudah-mudahan, setelah 28 Mei, kita akan membawa semua pencapaian negara kita ini lebih jauh lagi bersama-sama,” kata Erdogan.
Dua visi yang berlawanan untuk masa depan Turki ada dalam surat suara ketika para pemilih kembali ke tempat pemungutan suara pada Ahad (28/5/2023) mendatang, untuk pemilihan presiden putaran kedua. Dua kandidat yang dipastikan bertanding, pejawat Recep Tayyip Erdogan, seorang pemimpin pro Islam melawan oposisi, Kemal Kilicdaroglu tokoh pro-sekuler dengan dukungan Barat.
Presiden Recep Tayyip Erdogan, seorang pemimpin populis yang telah memerintah Turki selama 20 tahun, berada dalam posisi yang baik untuk menang setelah gagal meraih 50 persen lebih kemenangan pada putaran pertama pemungutan suara pada tanggal 14 Mei. Dia adalah pemenang utama bahkan ketika negara ini mengalami inflasi yang tinggi dan dampak dari gempa bumi dahsyat pada bulan Februari.

Sementara Kemal Kilicdaroglu, pemimpin partai oposisi utama Turki yang prosekularisme dan aliansi enam partai, telah berkampanye dengan janji untuk membatalkan kecenderungan otoriter Erdogan. Mantan birokrat berusia 74 tahun ini menggambarkan pemilihan umum ini sebagai sebuah referendum mengenai arah negara NATO yang terletak di persimpangan jalan antara Eropa dan Asia ini, dan memiliki suara penting dalam ekspansi aliansi.
Pemimpin Partai Kemenangan Turki yang anti-imigran pada Rabu (24/5/2023) mendukung kandidat presiden oposisi Kemal Kilicdaroglu. Hal ini berpotensi meningkatkan dukungan suara karena Kilicdaroglu bertekad mengalahkan Presiden Tayyip Erdogan dalam pemilu Turki putaran kedua pada 28 Mei.
Ketua Partai Kemenangan, Umit Ozdag menerima 2,2 persen dukungan dalam pemungutan suara parlemen pada 14 Mei. Ozdag mendesak para pendukung Partai Kemenangan untuk mendukung Kilicdaroglu dalam pemilu putaran kedua.
"Kami telah memutuskan untuk mendukung Kilicdaroglu di putaran kedua pemilihan presiden," kata Ozdag dalam konferensi pers di Ankara bersama Kilicdaroglu.

Dukungan tersebut dapat mengimbangi dukungan yang diterima Erdogan dari kandidat capres urutan ketiga Sinan Ogan dari aliansi sayap kanan yang dipimpin oleh Partai Kemenangan. Dalam pemilu putaran pertama Ogan berada di urutan ketiga dengan 5,2 persen suara di belakang Erdogan dengan 49,5 persen suara, dan Kilicdaroglu dengan 44,9 persen suara.
Ozdag mengatakan, partainya dan Kilicdaroglu menyetujui rencana untuk memulangkan migran dalam waktu satu tahun sesuai dengan hukum internasional dan hak asasi manusia. Dia mengeklaim mengadakan pembicaraan serupa dengan Partai AK yang dipimpin Erdogan. Tetapi Ozdag memutuskan untuk tidak mendukung Partai AK karena rencana mereka tidak melibatkan pemulangan migran.
Pekan lalu, Kilicdaroglu, yang merupakan ketua Partai Rakyat Republik (CHP) dan kandidat dari aliansi enam partai, mempertajam nadanya dan berjanji untuk memulangkan semua migran setelah terpilih. Turki adalah tuan rumah pengungsi terbesar di dunia. Turki menampung sekitar 5 juta migran, 3,3 juta di antaranya adalah warga Suriah.
Kilicdaroglu juga telah berjanji untuk membatalkan banyak perubahan besar Erdogan pada kebijakan domestik, luar negeri dan ekonomi Turki, termasuk membalikkan program ekonomi yang tidak ortodoks untuk mengatasi krisis biaya hidup. Partai Rakyat Republik (CHP) dan Partai Kemenangan juga menandatangani protokol yang menguraikan prinsip-prinsip utama kerja sama mereka.
Kelompok Antiimigran Dukung Penantang Erdogan
Oposisi berjanji memulangkan jutaan pengungsi Suriah di Turki.
SELENGKAPNYAErdogan, Kilicdaroglu, dan Analisis Pilpres Turki Putaran Kedua
Dalam putaran pertama, Erdogan di luar prediksi negara-negara Barat unggul.
SELENGKAPNYA