
Kitab
Upaya Strategis Bangkitkan Sains Islam
Melalui karyanya ini, Osman Bakar menunjukkan betapa sains dan agama tak terpisahkan.
Sejak abad ke-19 M, suara-suara persatuan umat Islam kian menggema dalam konteks mengejar ketertinggalan terhadap Barat. Tokoh-tokoh, semisal Jamaluddin al-Afghani, menyuarakan persatuan Islam atau Pan-Islamisme. Semangat gerakan ini mengajak Muslimin untuk bangkit dari pelbagai kemunduran.
Di bidang sains, umpamanya, Barat tampak jelas lebih maju. Karena tak berpendirian, umat Islam cenderung membeo mereka dalam perkembangan sains. Bukan semakin maju seperti negeri-negeri kolonial yang menjajah, dengan membeo umat justru semakin terpuruk.
Paham sekularisme Barat mengakibatkan para sarjana Muslim cenderung berpandangan dikotomis. Mereka jauh dari upaya saintifik yang sesungguhnya dirintis para intelektual Islam dahulu. Para cendekia era klasik itu tak pernah memisahkan agama dengan sains.
Ulama dan pemerhati dunia Islam, khususnya sejak awal abad ke-20 M, meresahkan fenomena tersebut. Untuk menanggulangi soal-soal itu, perlu aksi nyata. Langkah diambil, umpamanya, dengan menggelar konferensi internasional tentang pendidikan Islam di Makkah al-Mukarramah pada 1977.

Forum tersebut dihadiri sejumlah intelektual terkemuka pada masanya, seperti Syed Naquib al-Attas, Seyyed Hossein Nasr, dan Osman Bakar. Pertemuan itu membahas langkah strategis apa yang harus ditempuh untuk membangkitkan tradisi keilmuan Islam yang sedang terpuruk.
“Oleh-oleh” forum cerdik cendekia itu adalah antara lain buah pena Osman Bakar, yakni Tawhid and Science. Buku ini menjelaskan secara panjang lebar mengenai ketidakterpisahan antara agama dan sains.
Di samping itu, ada pula pokok-pokok tentang keunggulan sains Islam dan harapan membangkitkannya. Intelektual Islam dahulu mencintai dan memanfaatkan logika (mantiq) sebagai alat berpikir ilmiah yang tak dapat dikesampingkan.
Ketika berlogika, seorang ilmuwan Muslim semestinya memperhatikan kejelasan dan konsistensi yang tidak terpisah dari Sang Pencipta, Mahatransenden. Meski logika dapat digunakan untuk menggapai kebenaran atau sebaliknya—kesesatan—ilmu itu jika digunakan secara tepat dan tidak diselewengkan nafsu rendah, akan sampai pada Allah.
Meski gemar mendalami mantiq, umat Islam menyadari ada rambu agama dengan berbagai pengetahuan dasar di dalamnya yang mengendalikan nalar akal. Mereka menyadari eksistensi Allah sebagai inti semua wujud, yang menjadi sumber keberadaan semesta baik makrokosmos maupun mikrokosmos. Karena itulah mereka tidak tidak terjerumus ke dalam jurang penafikan agama, seperti yang terjadi di Barat.
Kesadaran strategis akan pentingnya logika membawa Islam pada kehausan intelektual. Sejak abad ketiga Hijriyah, umat Islam bersemangat mendalami berbagai ilmu pengetahuan. Baitul Hikmah di Baghdad pada masa Kekhalifahan Abbasiyah menjadi inspirasi dalam mengkaji dan mendalami berbagai ilmu pengetahuan. Sehingga, peradaban Islam ketika itu cemerlang dan penuh cahaya ilmu pengetahuan.
Yang paling menarik dari buku ini adalah pandangan tentang keterhubungan semua entitas kehidupan. Alam raya beserta semua ciptaan Illahi di dalamnya terhubung dan saling berinteraksi.
Semuanya adalah organisme hidup yang tak terpisahkan. Fenomena itu mencerminkan ciri khas sains Islam yang oleh Seyyed Hossein Nasr disebut terus merujuk kepada Sang Pencipta seperti manusia bertawaf mengelilingi Ka'bah.
Hal itu terlihat jelas dalam pemahaman komprehensif tentang alam semesta sebagai hasil atau efek tindakan kreatif Allah. Osman Bakar menulis berikut.
Pengetahuan tentang hubungan antara Tuhan dan dunia, Pencipta dan ciptaan, atau antara prinsip Illahi dengan manifestasi kosmik, merupakan basis fundamental kesatuan antara sains dan pengetahuan spiritual.Osman Bakar
Oleh karena itu, Islam mengakui Alquran dan hadis sebagai sumber pengetahuan, bukan semata-mata fenomena kasat mata dan rasional di kehidupan manusia. Wahyu pertama yang diturunkan kepada Rasulullah SAW berupa seruan untuk membaca dengan nama Allah. Itu hendaknya menjadi pedoman yang dipatuhi, bahwa seseorang dalam mengkaji alam pun mesti selalu mengingat keagungan Sang Pencipta.
Alquran mengarahkan manusia untuk memperhatikan silih berganti malam dan siang, langit dan bumi, sebagai tanda kekuasaan Illahi. Pergantian itu juga menandakan betapa banyaknya fenomena yang dapat dikaji secara saintifik.
Buku karya Osman Bakar yang terbit di pengujung abad ke-20 ini menjadi penggugah umat Islam untuk mendalami tradisi keilmuannya sendiri. Tawhid and Science merupakan karya yang banyak merujuk kepada sejumlah intelektual Islam ternama dari masa keemasan.
Dalam bab “Sejarah dan Ciri Khas Sains Islam”, Osman Bakar terlihat banyak merujuk kepada ulama klasik seperti Ibnu Sina. Seyyed Hossein Nasr juga banyak dikutip untuk menunjukkan bahwa sains Barat ternyata banyak berujung pada kebuntuan, yang hanya bisa dijelaskan dengan metafisika.
Kemudian keunggulan intuisi dan berbagai potensi batin manusia banyak dijelaskan penulis dengan merujuk kepada al-Ghazali dalam karya Al- Munqidz Minad Dhalal, Frithjof Schuon dalam karya Logic and Transcendent, dan banyak lagi.
Tawhid and Science menjadi pengantar yang lebih dalam bagi pembaca untuk mendalami keunggulan dan keotentikan sains dalam dunia Islam. Itu pun dapat dikembangkan dan disebarluaskan tanpa harus memisahkan diri dengan agama. Dengan pemahaman mendasar seperti itu, sains menjadi penguat peradaban sehingga cemerlang dan memajukan kehidupan dunia.
Buku ini adalah kelanjutan masterpiece sejumlah cendekiawan. Tawhid and Science merupakan kelanjutan atau ringkasan karya Nasr seperti Introduction to the Islamic Cosmological Doctrines dan Science and Civilization in Islam.
Tawheed al-Faruqi yang banyak menjelaskan pengaruh tauhid dalam kehidupan juga menginspirasi buku ini. Selain itu, buku ini juga menjelaskan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk merealisasikan islamisasi ilmu pengetahuan yang kerap diutarakan intelektual Muslim.
Menyingkap Jalan Menuju Allah
Buku ini merekam nasihat-nasihat Syekh Abdul Qadir al-Jailani ihwal makrifatullah.
SELENGKAPNYAFee Badal Haji, Bagaimana Tuntunannya?
Bolehkah seseorang meminta upah atau fee sebagai kompensasi menghajikan orang lain?
SELENGKAPNYA