Dalam kitab ini, Futuhul Ghayb, terkandung butir-butir hikmah dari Syekh Abdul Qadir al-Jailani | Dok amazon

Kitab

Menyingkap Jalan Menuju Allah

Buku ini merekam nasihat-nasihat Syekh Abdul Qadir al-Jailani ihwal makrifatullah.

Dalam tradisi Islam, tasawuf merupakan sebuah jalan untuk mencapai tujuan ridha Illahi. Di sepanjang sejarah, ada banyak tokoh sufi yang menerangkan cara-cara makrifatullah. Di antara mereka adalah Syekh Abdul Qadir al-Jailani.

Alim yang hidup pada abad ke-12 M itu bergelar “Raja para wali” (Sulthanul Awliya). Ia menghabiskan waktu hayatnya dengan syiar dakwah. Nasihat-nasihatnya kerap mengajak Muslimin agar terus meningkatkan kedekatan kepada Allah SWT.

Hal itu, terutama, dilakukannya saat peradaban Islam berkembang di era Daulah Abbasiyah. Ketika itu, banyak khilafah menghadapi persoalan disintegrasi. Peperangan terus terjadi untuk mempertahankan kekuasaan.

Di tengah umat, aliran sesat bermunculan dan merusak tauhid. Tambahan pula, ada juga golongan kaya yang hidup bergelimang harta, sedangkan kaum miskin di dekatnya.

Ketika itu, sebagian ulama sangat aktif mendakwahkan ilmu lahiriah dan syariat, seperti fikih, ushul fiqih, dan bahasa. Abdul Qadir jarang menemukan ulama yang menyebarluaskan pemahaman pentingnya dekat dengan Allah dan bagaimana cara menggapai hal tersebut.

photo
Syekh Abdul Qadir al-Jailani wafat pada 9 Rabiul Akhir 561 H - (DOK NU)

Dia kemudian hadir di tengah dinamika dakwah sebagai alternatif bagi masyarakat ketika itu agar mereka mengetahui bagaimana etika menghaluskan dan membersihkan batin sehingga bisa merasakan ketenangan, berdekatan kepada Sang Pencipta.

Tidak seperti berdekatan dengan sesama makhluk, dekat dengan Allah menghasilkan ketenteraman batin. Para wali yang rajin beribadah akan dicintai Allah. Sang Pencipta akan menjadi pendengarannya yang dia mendengar dengannya. Allah menjadi penglihatan yang dia melihat dengannya, menjadi `tangan' yang dia memukul dengannya, menjadi kaki yang dia berjalan dengannya.

“Jika dia memohon kepada-Ku, niscaya akan Aku berikan, dan jika dia minta ampun kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni, dan jika dia minta perlindungan kepada-Ku, niscaya akan Aku lindungi," sabda Rasulullah SAW menuturkan hadis qudsi.

Untuk lebih mengelaborasi topik tersebut,nasihat-nasihat Syekh Abdul Qadir terhimpun dalam Futuhul Ghayb. Kitab ini menjelaskan bagaimana cara mencapai kedekatan dengan Allah. Buku ini berisi pengajian sang syekh yang direkam dan disalin oleh muridnya, Zayn al-Mashrafi as-Shayyad.

 
Buku ini berisi pengajian sang syekh yang direkam dan disalin oleh muridnya, Zayn al-Mashrafi as-Shayyad. 
 

Buku itu mengantarkan pembaca pertama kali untuk berhati-hati menyikapi kehidupan duniawi. Syekh tidak serta-merta mengarahkan untuk meninggalkan dunia sepenuhnya, tapi ambillah yang ada di dunia ini seperlunya saja. Jangan sampai terjebak pada gemerlap dan keindahan dunia.

Kalaupun tiba-tiba terpesona dengan keindahan dan kelezatan duniawi, Syekh menganjurkan untuk mengibaratkan dunia seperti orang sedang membuang hajat. Bau busuk menyebar ke mana-mana. Yang terlihat hanyalah pandangan penuh keburukan. “Tutuplah hidungmu dari aroma busuk syahwat dan kenik matannya, niscaya engkau akan selamat dari dunia dan segala malapetaka yang ada di dalamnya,” ujar Syekh Abdul Qadir.

Memanfaatkan kehidupan dunia dengan tidak berlebihan merupakan bentuk kesyukuran. Kebaikan terletak pada bagaimana menghargai dan mensyukuri keadaan yang ada. Tidak menuntut atau berharap kondisi lain. Mengharapkan sesuatu yang lain memiliki beberapa arti.

 
Memanfaatkan kehidupan dunia dengan tidak berlebihan merupakan bentuk kesyukuran. 
 

Pertama adalah memang benar bagian yang sudah ditetapkan atau itu adalah bagian orang lain. Arti lainnya, bisa jadi bagian itu bukan milik siapa-siapa. Allah sengaja menghadirkannya untuk menguji tingkat kesyukuran seorang hamba.

Tidak berlebihan dalam menyikapi kehidupan dunia adalah bagian dari memerangi gejolak hawa nafsu. Bagi Sulthanul Awliya, perang melawan hawa nafsu adalah kewajiban yang tidak dapat dihindari. Peperangan itu berlangsung sepanjang usia.

Alim yang menjadi rujukan semua tarekat ini menegaskan, mereka yang kalah melawan hawa nafsu berarti telah melakukan syirik. Menurut dia, syirik bukan hanya menyekutukan Allah ataupun menyembah berhala. Mengikuti hawa nafsu, memilih sesuatu selain Allah berupa dunia beserta isinya dan akhirat beserta isinya juga termasuk syirik. Selain Allah bukanlah Tuhan. Bila seseorang meleburkan diri kepada selain Allah berarti telah menjadi musyrik.

 
Kepatuhan kepada Allah membuat seseorang berpaling dari gemerlap harta duniawi sehingga harta itu yang justru selalu membuntuti. 
 

Sebaliknya, mereka yang berhasil mengungguli hawa nafsu akan mampu mengendalikan diri. Dia akan lebih mementingkan ibadah yang memang berfungsi untuk memerangi hawa nafsu. Kepatuhan kepada Allah membuat seseorang berpaling dari gemerlap harta duniawi sehingga harta itu yang justru selalu membuntuti dan mengikuti sang hamba. Harta akan menjadi abdi hamba yang mengabdikan dirinya untuk Sang Pencipta.

Kemenangan melawan hawa nafsu membuat hati bersih dari kotoran dosa. Hati yang bersih mengarahkan seseorang ke pada hakikat batin, bukan hanya lahiriah yang terkadang menipu. Dia mengutip firman Allah yang menggambarkan tentang hakikat.

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu adalah sesuatu yang kamu benci. Tetapi, boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagi kamu, dan boleh jadi kamu menyukai sesua tu, padahal itu buruk bagi kamu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui " (QS al-Baqarah: 216).

Syekh Abdul Qadir menjelaskan, Allah menyembunyikan ilmu hakikat segala sesuatu. Etika yang baik dan mempertahankan syariat dengan takwa adalah jalan pertama menuju hakikat. Ketika hawa nafsu telah padam, tetaplah berpegangan kepada perintah Allah. Kemudian ridha kepada Allah. Tidak ada lagi hal duniawi dalam hati karena yang ada hanyalah Allah.

 
Ketika hati hanya berisi Allah, alam semesta akan tunduk. 
 

Ketika hati hanya berisi Allah, alam semesta akan tunduk. Jika orang seperti ini membenci sesuatu, hal itu akan lari tunggang-langgang. Orang pada tingkatan ini akan mampu mendapatkan kemuliaan Allah.

Dia akan mendapatkan keutamaan, seperti Nabi Ibrahim yang tidak mampu dibakar, Nabi Musa yang mampu membelah lautan, dan para kekasih Allah lainnya. Alam tidak berani kepada orang-orang seperti itu karena Allah memberikan keutamaan kepada mereka.

Toko Buku Gunung Agung Diterkam Zaman

Perusahaan mengumumkan akan menutup semua toko yang tersisa pada tahun ini.

SELENGKAPNYA

Kekuatan Istighfar

Iringi Istighfar dengan perbuatan baik.

SELENGKAPNYA

Moral Bangsa

Pak Harto akhirnya jatuh, sebagai korban kesuksesannya sendiri.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya