ILUSTRASI Umar bin Khattab merupakan seorang sahabat Nabi SAW yang bergelar al-Faruq. | DOK WIKIPEDIA

Kisah

Ketegasan Umar pada Gubernur yang Sok Mewah

Amirul mukminin, Umar bin Khattab, menyuruh gubernur ini jadi gembala kambing.

Kepemimpinan Umar bin Khattab menorehkan tinta emas dalam sejarah peradaban Islam. Benarlah nubuat Nabi Muhammad SAW, sebagaimana yang diisyaratkan melalui julukan yang beliau sematkan kepadanya. Sang sahabat disebut Rasulullah SAW sebagai al-Faruq, yakni sosok yang mampu memilah dan memilih kebenaran di atas kebatilan.

Sebagai seorang khalifah, Umar bin Khattab dikenal tegas. Sikapnya keras terhadap kezaliman, tetapi lemah-lembut terhadap orang-orang yang teraniaya dan menderita. Khalifah penakluk Dinasti Sassanid Persia ini hidup sederhana.

 
Doa rakyatnya sendiri yang merasa terzalimi lebih menakutkan ketimbang ancaman dua negara adidaya.
   

Baginya, doa rakyatnya sendiri yang merasa terzalimi lebih menakutkan ketimbang ancaman dua negara adidaya kala itu: Imperium Romawi dan Kekaisaran Persia. Inilah jiwa pembela keadilan yang selalu tertanam dalam diri Khalifah Umar.

Selaku pucuk pimpinan, sang amirul mukminin menghendaki agar keadilan tegak dan terasa merata di seluruh jajarannya. Saat itu, wilayah kekuasaan kaum Muslimin telah meluas ke barat dan timur. Itu mencakup Afrika Utara hingga sebagian Persia.

Untuk mengurus administrasi, di setiap daerah ada gubernur yang tugasnya melayani kepentingan publik seadil-adilnya serta taat pada perintah Khalifah Umar di Madinah. Lantas, bagaimana cara Khalifah mengendalikan dan mengawasi jajarannya di daerah-daerah? Buku Fatawa wa Aqdhiyah Amiril Mu`minin 'Umar bin Khaththab karya Muhammad 'Abdul 'Aziz al-Halawi memaparkannya.

Al-Halawi memuat riwayat dari Abu Yusuf. Bahwa Umar bin Khattab bila mengangkat seorang gubernur, ia akan mengambil sumpah jabatan di hadapan orang-orang Anshar serta para sahabat Nabi SAW.

 
Empat perkara yang selalu disebutkan dalam teks sumpah jabatan tiap gubernur era Umar.
   

Ada sedikitnya empat perkara yang selalu disebutkan dalam teks sumpah jabatan tiap gubernur era Umar. Pertama, hendaknya seorang gubernur tidak naik kuda pengangkut barang-barang berat. Hal ini bermakna bahwa seorang pemimpin tidak akan memamerkan harta kepunyaannya.

Kedua, seorang gubernur tidak akan memakai baju berbahan kain halus nan mahal. Ini bermakna seorang pemimpin tidak tampil lebih mewah ketimbang rakyatnya.

Ketiga, tidak makan roti putih. Artinya, seorang gubernur tidak mengutamakan perutnya sendiri di atas perut rakyat.

Terakhir, seorang gubernur tidak boleh menutup pintu rumahnya. Ini agar ia bisa melayani kebutuhan dan pengaduan dari rakyatnya. Untuk menjaga agar pemimpin daerah selalu dekat dengan masyarakat, Umar memaklumkan agar seluruh gubernur tidak mengangkat ajudan.

photo
ILUSTRASI Tiap gubernur yang bertugas pada masa Khalifah Umar bin Khattab selalu diarahkan untuk patuh empat instruksi. - (Pixabay)

Kisah berikut ini menggambarkan bagaimana kerasnya Khalifah Umar terhadap gubernur yang terbukti melanggar salah satu dari keempat poin tersebut. Suatu hari, sang amirul mukminin sedang berjalan-jalan di Madinah usai melantik seorang pejabat.

Tiba-tiba, seorang pria berlari mendatangi dan menyeru kepadanya, “Wahai 'Amirul Mu`minin! Benarkah keempat syarat itu bisa menyelamatkan Tuan dari siksa Allah, sedangkan gubernur Tuan sendiri di Mesir (Ayyadh bin Ghanam) telah memakai baju halus dan mengangkat seorang ajudan?”

Khalifah Umar terkejut mendengar keterangan pria ini. Untuk menyelidiki kebenaran kata-katanya, Umar kemudian memanggil kurir negara, Muhammad bin Maslamah. Ibnu Maslamah memang bertugas khusus untuk selalu siap sedia bilamana amirul mukminin perlu berkorespondensi dengan gubernur-gubernurnya.

 
Bawalah dia (Gubernur Ayyadh) kepadaku dalam keadaan persis sebagaimana engkau saksikan sendiri ia pada saat bertemu.
   

“Kau, pergilah ke tempat Ayyadh. Bawalah dia kepadaku dalam keadaan persis sebagaimana engkau saksikan sendiri ia pada saat bertemu,” perintah Khalifah Umar.

Maka, berangkatlah Ibnu Maslamah ke Mesir. Setelah mengarungi perjalanan beberapa waktu lamanya, ia sampai di kediaman Gubernur Ayyadh bin Ghanam. Ternyata, Ayyadh memang berpenampilan mewah.

Ia mengenakan baju dari kain berbahan halus kualitas tinggi. Tidak hanya soal pakaian. Kini, Gubernur Mesir itu, bahkan, telah mempekerjakan seorang ajudan pribadi.

Gubernur Ayyadh menyambut Muhammad bin Maslamah dengan baik. Tanpa berbasa-basi, sang kurir menyampaikan maksud kedatangannya.

“Wahai, Gubernur Ayyadh. Engkau dipanggil Amirul mukminin ke Madinah,” kata Ibnu Maslamah.

“Baiklah. Tetapi, saya minta waktu sebentar saja untuk melepas baju mantel ini,” jawab Ayyadh bin Ghanam.

 
Amirul mukminin ingin agar pakaian itu tetap engkau kenakan, sebagaimana aku mendapatimu sekarang ini.
   

“Tidak. Jangan lakukan itu karena Amirul mukminin ingin agar pakaian itu tetap engkau kenakan, sebagaimana aku mendapatimu sekarang ini,” kata utusan dari Madinah ini.

Dengan sedikit bertanya-tanya, sang gubernur pun menyanggupi. Keduanya berangkat ke Madinah untuk menemui Khalifah Umar.

Sampai di tujuan, Amirul mukminin menerima tamu yang dinanti-nanti itu. Demi melihat sang gubernur, pandangan mata Umar memperhatikannya. Wajahnya menyiratkan rasa tidak suka.

“Tanggalkan baju mantel itu!” perintah Umar. Kemudian, al-Faruq menyuruh kepada Ibnu Maslamah untuk mengambilkan sebuah jubah yang terbuat dari bulu hewan ternak. Tidak hanya itu, Umar juga menyuruh bawahannya ini agar mengumpulkan sekawanan kambing serta sebatang tongkat. Semua itu diberikannya kepada gubernur Mesir tersebut.

 
Pakailah baju bulu ternak ini. Ambil tongkat ini. Lalu, pergilah kamu kembali ke Mesir dengan menggembalakan kambing.
Khalifah Umar kepada gubernurnya.
 

“Pakailah baju bulu ternak ini. Ambil tongkat ini. Lalu, pergilah kamu kembali ke Mesir dengan menggembalakan kambing-kambing ini. Berilah minum kepada orang-orang yang lewat di depanmu dalam perjalanan pulang. Jagalah pemberian saya ini. Mengerti!?” ucap Umar dengan nada tinggi kepada Ayyadh bin Ghanam.

“Baik, wahai Amirul mukminin,” jawab Gubernur Ayyadh. Namun, sejurus kemudian ia menggerutu. “Sungguh, saya lebih baik mati daripada tampil begini.” Rupanya, Ayyadh merasa malu berpenampilan layaknya tukang gembala kambing di hadapan publik.

Mendengar gerutuannya itu, Umar kian keras membentaknya, “Mengapa engkau tidak senang dengan pekerjaan seperti ini? Ayahmu dahulu dikenal sebagai ghanam karena ia menggembala kambing. Apa kau kini merasa lebih baik daripada ayahmu?”

“Benar, wahai Amirul mukminin. Engkau berkata benar,” jawab Gubernur Ayyadh.

“Tunggu apa lagi? Lepas mantel itu dan kenakan jubah bulu domba ini. Teruskan kembali tugasmu!” perintah Umar.

 
Sejak peristiwa ini, sosok Ayyadh bin Ghanam dikenal rakyat Mesir sebagai gubernur yang tawadhu.
   

Sejak peristiwa ini, sosok Ayyadh bin Ghanam dikenal rakyat Mesir sebagai gubernur yang tawadhu. Ia menjadi salah satu gubernur terbaik yang pernah memimpin Mesir. Demikian riwayat Abu Yusuf.

Masjid Syekh Zaid Abu Dhabi: Ikon Negeri UEA

Pembangunan masjid raya ini diinisiasi Syekh Zaid bin Sultan al-Nahyan.

SELENGKAPNYA

Geliat Keilmuan Islam Pasca-Baghdad

Baghdad mengalami penghancuran total oleh serangan bangsa Mongol pada abad ke-13.

SELENGKAPNYA

Peringatan Hari Yerusalem Picu Ketegangan

Peringatan Hari Yerusalem dengan pawai pengibaran bendera Israel memicu ketegangan antar warga.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya