Mustafa Lutfi al-Manfaluti diakui luas sebagai seorang perintis sastra Arab-Mesir modern. | DOK palarchive

Mujadid

Mustafa al-Manfaluti, Perintis Sastra Arab Modern

Mustafa al-Manfaluti tak hanya dikenang sebagai sastrawan besar, melainkan juga nasionalis Mesir.

Manfalut adalah sebuah kota kecil yang terletak sekira 350 km arah selatan Kairo, Mesir. Kemasyhurannya tidak hanya disebabkan keindahan bentang alam tepian Sungai Nil, melainkan juga aspek sejarah. Pada 30 November 1876, lahirlah seorang sastrawan penting di sana. Namanya adalah Mustafa Lutfi.

Tokoh ini akrab disapa al-Manfaluti—merujuk pada kampung halamannya. Ia dikenang sebagai perintis sastra Arab modern serta nasionalis Mesir. Kepiawaiannya dalam menggubah bait-bait sajak sudah tampak sejak dirinya berusia 16 tahun.

Waktu itu, bocah keturunan campuran Mesir-Turki tersebut sudah menghasilkan beberapa karya. Di antaranya adalah puisi kritikan untuk khedewi, gelar penguasa di daerah taklukan Turki Utsmaniyah.

Tidak sedikit buah penanya yang dimuat dalam harian Al-Umdah dan Al-Falah serta majalah Al-Hilal dan Al-Jam'iah. Karya-karyanya juga berperan mengibarkan perjuangan nasionalisme Mesir. Karena itu, namanya populer bahkan hingga saat ini.

 

Ketika berusia 18 tahun, al-Manfaluti menulis syair Tahrir Mashr (Memerdekaan Mesir).

Ketika berusia 18 tahun, al-Manfaluti menulis syair Tahrir Mashr (Memerdekaan Mesir). Karyanya ini kemudian tersebar luas. Dibaca oleh banyak orang dan membakar semangat patriotisme rakyat Mesir. Hal ini menyebabkan pemerintah yang pro-Inggris berang dan bermaksud menangkapnya, tetapi tidak berhasil.

Al-Manfaluti juga pernah menggubah syair untuk memuji Sultan Abdul Hamid II. Dan, pernah pula dirinya mengarang 25 bait untuk mencela Khedewi Abbas II yang pro-Inggris.

Syairnya dicetak atas biaya Ahmad Fu'ad, seorang nasionalis dan pemimpin surat kabar As-'Saiqah. Akibatnya, ia dijebloskan ke dalam Penjara al-Haud al-Marsud selama enam bulan.

Sejak 1905, al-Manfaluti tinggal di kampung halamannya, tempatnya sering menyelenggarakan pertemuan sastra. Ia juga kerap mengirimkan artikel opini, esai maupun syair ke surat kabar Al-Mu'ayyad.

Pada 1908, al-Manfaluti kembali ke Kairo guna memimpin surat kabar Al-Mu'ayyad. Kemudian, ia diangkat oleh menteri pendidikan Mesir saat itu, Sa'ad Zaglul, sebagai direktur Urusan Bahasa Arab di kementeriannya.

Suatu ketika, presiden Amerika Serikat (AS) periode 1901-1909 Theodore Roosevelt datang ke Khartum dan mengajak rakyat setempat agar berpihak pada Inggris. Al-Manfaluti kemudian melawannya dengan menulis artikel berjudul “Muhakamah Roosevelt Amama Mahkamah al-'Adl” (Pengadilan Roosevelt di Depan Mahkamah Keadilan).

Membaca itu, konsultan Kementerian Pendidikan Mesir Dunlop marah-marah dan bermaksud memecatnya. Namun, perbuatannya dibela oleh Sa'ad Zaglul. Ketika Sa'ad menjadi menteri kehakiman, al-Manfaluti diberi jabatan direktur di kementeriannya.

Karya monumental

Kaum sastrawan tentunya dikenang akan karya-karyanya. Di antara karya momuntal al-Manfaluti adalah Nazarat. Buku kumpulan 121 artikel itu diterbitkan pada 1910. Kitab ini langsung menjadi populer. Pada 1915, ia menerbitkan karya berikutnya yang berjudul 'Abarat (Tetesan-Tetesan Air Mata), himpunan sembilan artikel dan terjemahan.

Selanjutnya, yaitu buku kompilasi yang bertajuk Mukhtarat al-Manfaluti (Kapita Selekta al-Manfaluti). Selain itu, juga terdapat karya-karya terjemahan dari bahasa Prancis. Di antaranya adalah Majdulin, Fii Sabil at-Taj, Asy-Syair, dan al-Fadilah.

photo
Mustafa Lutfi al-Manfaluti dalam karya-karyanya berpihak pada kaum tertindas. - (DOK WIKIPEDIA)

Mustafa Lutfi al-Manfaluti juga merupakan salah seorang penulis esai yang andal pada periode awal Mesir modern. Esainya dikumpulkan dalam tiga jilid buku yang berjudul An-Nazarat.

Dalam menulis esai, al-Manfaluti terinspirasi oleh ide-ide reformasi Islam yang disuarakan Syekh Muhammad Abduh. Ia menulis tentang permasalahan sosial, khususnya terkait kehidupan orang kaya dan miskin. Tulisan al-Manfaluti pada umumnya mempunyai misi perjuangan yang berkaitan dengan nasionalisme, keadilan, dan kepedulian yang sangat terhadap kaum terindas.

Ini lantaran al-Manfaluti tumbuh bersamaan dengan zaman penjajahan Inggris di Mesir. Ia ikut ambil bagian dalam pelbagai pergolakan nasional dan pemberontakan kebangsaan yang terjadi saat itu. Sebut saja, Revolusi Urrobi pada 1881 M, Revolusi 1919 M, serta krisis ekonomi.

Ia tidak terlalu suka terjun ke dunia politik, tetapi lebih senang mengabdi kepada negara dengan cara menulis. Hal ini terbukti dengan usahanya dalam menerjemahkan kisah Fii Sabili al-Taj, yaitu sebuah roman nasional yang penerbitannya berpengaruh besar dalam membangun jiwa nasional.

Karya ini juga dipandang telah mengobarkan semangat pemuda melawan penjajah. Untuk itu, Fii Sabili al-Taj sangat dipengaruhi atas kejadian-kejadian yang ada di negara asal sang pengarang.

KH Ali Maksum dan Khittah NU

Sebagai rais aam, KH Ali Maksum sukses mengawal keputusan NU kembali pada Khittah 1926.

SELENGKAPNYA

Perjalanan KH Ali Maksum Hingga Mengajar di Krapyak

KH Ali Maksum merupakan ulama legendaris yang mengabdikan ilmunya di Ponpes Krapyak, Yogyakarta.

SELENGKAPNYA

Tabuhan Genderang Perang Usai Penahanan Johnny Plate

Penetapan tersangka Johnny Plate menunjukkan perang terbuka sudah dimulai.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya