
Nasional
Trauma tentang Pungli dalam Tilang Manual
Polri kembali memberlakukan tilang manual mulai pekan ini.
JAKARTA – Polri kembali memberlakukan tilang manual mulai pekan ini setelah sempat dihapuskan sejak Oktober 2022. Kembalinya penerapan tilang manual ini memunculkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Di sisi lain, juga akan menjadi tantangan Polri bahwa memang langkah tersebut memiliki urgensi.
Feby, salah satu pengendara sepeda motor di Ibu Kota, tidak setuju dengan kebijakan tersebut. Hal itu lantaran ia khawatir pungutan liar (pungli) dalam pemberlakuan tilang manual kembali muncul. “Enggak setuju karena pasti banyak pungli lagi lah,” kata Feby kepada Republika di Jakarta, Selasa (16/5/2023).
Feby menyebutkan, kalaupun tilang manual diberlakukan kembali, dia menekankan perlunya pimpinan kepolisian memastikan tidak ada pungli yang dilakukan anggotanya di lapangan. Jika tidak, masyarakat bisa menjadi makin tidak percaya kepada Polri.

Namun, bagi Walda, warga Pondok Rangon, Jakarta Timur, pemberlakuan kembali tilang manual memiliki sisi positif. Pasalnya, selama pemberlakuan tilang elektronik atau ETLE ia melihat kerap terjadi pelanggaran lalu lintas, terutama di jalur bus Transjakarta (Tj).
“Karena semakin banyak yang tidak berakhlak, banyak yang melanggar, banyak pengendara motor yang masuk ke jalur Tj. Seperti yang terjadi di Jalan Gatot Subroto,” ujar Walda.
Lebih lanjut, menurut Walda, sebenarnya ada kelebihan dan kekurangan dari masing-masing pemberlakuan tilang, baik ETLE maupun manual. Namun, dia cenderung sepakat dengan pemberlakuan keduanya untuk saling melengkapi.
“Itu (pungli) enggak bisa terelakkan, mau berharap polisi enggak pungli juga enggak bisa. Tapi, menurutku lumayan balance karena enggak semua sisi Jakarta bisa diawasi, kadang kehadiran kamera enggak cukup membuat orang jera,” tutur dia.

Polda Jawa Barat memastikan kembali berlakunya tilang manual terhitung mulai 1 Juni mendatang. Penerapan tilang manual dipastikan akan berlaku di 27 kabupaten/kota di Jawa Barat. Maurina (23), mahasiswi Universitas Padjadjaran, menyindir kembali berlakunya sistem tilang manual. “Biar polisinya ada kerjaan,” ujarnya.
Berbeda dengan Maurin, Azi (25) justru menganggap bahwa kembali berlakunya sistem tilang manual menandakan adanya ketidaksiapan polisi dalam mengoptimalkan sarana-prasarana penunjang, seperti CCTV maupun Area Traffic Control System (ATCS).
Azi berpendapat, pemberlakuan sistem tilang digital sejatinya sudah menunjukkan adanya kemampuan pihak kepolisian untuk menyesuaikan regulasi dengan kemajuan zaman yang sudah serbadigital.
“Enggak setuju (tilang manual). Tilang digital itu sebuah bentuk kemajuan, cuma memang harus banyak yang dibenahi, seperti fasilitas CCTV-nya, SDM pengawasnya, dan lain-lain,” kata Azi.
Penerapan tilang digital, lanjut Azi, juga memperkecil terjadinya pungutan liar, kemacetan, dan melatih masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran bahwa segala tindakan mereka akan senantiasa terpantau.

Pendapat yang hampir serupa juga diungkapkan Rifqi (25). Dia mengaku cukup senang dengan penerapan tilang digital karena mempersempit kesempatan oknum aparat kepolisian "nakal". Namun, dia mengatakan, untuk memaksimalkan sistem tilang digital, kepolisian perlu meningkatkan fasilitas teknologi yang ada.
“Tidak setuju (tilang manual), saya tidak senang polisi tilang karena banyak yang nakal. Tapi, di sisi lain, untuk terapkan digital teknologinya benar-benar harus dibagusin dan ‘surat cinta’ memang harus datang tiap ngelakuin kesalahan,” ujarnya.
Penolakan juga diungkapkan Hendri (23). Menurut dia, tilang digital mampu memberikan bukti pelanggaran yang lebih jelas daripada tilang manual yang terkadang tidak mencantumkan alasan jelas.
Mahasiswa asal Yogyakarta, Awan (30), meminta polisi untuk tidak membuat masyarakat bingung. “Jangan buat masyarakat bingung dengan aturan yang berubah-ubah, sebelumnya dikatakan tidak ada lagi tilang manual dengan memaksimalkan ETLE. Perlu ada ketegasan, jangan mencla-mencle,” kata Awan.

Awan menilai penerapan ETLE dan tilang manual secara bersamaan membuat pemborosan anggaran dan membingungkan masyarakat. Menurut dia, adanya kebijakan tilang manual menyebabkan masyarakat berpotensi terkena tilang dua kali dalam satu hari.
“Bisa dibayangkan penerapannya. Misal, saya di lampu merah kena ETLE dan ditilang secara elektronik, di hari yang sama, saya ditilang manual karena tidak ada ETLE, kena double-double donk saya? Merugikan masyarakat ini,” ujarnya.
Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho mengatakan, ETLE akan kembali diterapkan sambil menunggu pemerataan infrastruktur sistem tilang elektronik tersebut. “Memang sudah ada surat keputusan dari Kakorlantas tentang tilang manual yang akan diterapkan kembali,” ujar Irjen Sandi.
Dia menerangkan, penerapan tilang manual akan dilakukan bertahap. Artinya, dia mengatakan, sistem ETLE pun masih tetap diterapkan sebagai penunjang dalam penindakan. “Karena itu, ETLE juga dibantu dengan tilang manual,” sambung Irjen Sandi.

Korlantas Polri, kata Irjen Sandi, punya sejumlah alasan dari hasil evaluasi mengapa tilang manual kembali akan diterapkan. Kata dia, ETLE selama ini mempunyai kekurangan dalam hal penindakan langsung sejumlah aksi pelanggaran lalu lintas di jalanan. Irjen Sandi mengambil sejumlah contoh yang dihadapi petugas selama ini dalam menghadapi pelanggaran lalu lintas oleh masyarakat.
“Misalnya, ada yang boncengan tiga (naik motor), kemudian tidak menggunakan helm. Pelanggaran-pelanggaran di depan mata petugas itu terjadi, tetapi tidak bisa diapa-apain oleh petugas,” ujar dia.
Contoh lainnya, kata Irjen Sandi, yang dihadapi kepolisian lalu lintas, adanya budaya baru pelanggaran pengguna kendaraan bermotor yang muncul selama penerapan ETLE. “Seperti yang sering terjadi, masyarakat sering sekali melipat pelat nomor kendaraannya. Ataupun sering sekali mencopot nomor kendaraannya,” ujar Irjen Sandi.
Seperti yang sering terjadi, masyarakat sering sekali melipat pelat nomor kendaraannya.
Ragam kasus tersebut, dikatakan Irjen Sandi, dari evaluasi Korlantas, tak cukup ampuh mengandalkan sistem ETLE untuk penindakan. “Karena pelanggaran-pelanggaran di depan petugas tersebut tidak terkover oleh ETLE,” ungkap Irjen Sandi.
Alasan lainnya yang menurut Irjen Sandi membuat tilang manual kembali diterapkan ialah berkaitan dengan pemerataan infrastruktur ETLE yang belum terpenuhi. Kata dia, sistem ETLE selama ini umumnya hanya ada di perkotaan maupun di beberapa titik. Sedangkan, di sejumlah daerah, seperti wilayah-wilayah marginal, sistem ETLE belum terpasang.
Karena itu, dia mengatakan, tilang manual akan dikembalikan sebagai penutup celah dari kian masifnya pelanggaran lalu lintas akibat penerapan ETLE yang tak merata tersebut. “Nanti, insya Allah, ke depan apabila nanti pengadaan ETLE sudah semakin banyak, dan dipasang di tempat-tempat yang merata, maka tilang manual juga tidak akan digunakan lagi,” ujar Irjen Sandi.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Abdul Malik Fadjar, Rektor Pemberani Era Orde Baru
Prof Abdul Malik Fadjar merupakan seorang tokoh yang membuka gerbang Era Reformasi.
SELENGKAPNYASIM Lima Tahun Digugat, Mungkinkah Bisa Berlaku Seumur Hidup?
Penggugat merasa dirugikan kalau harus memperpanjang SIM tiap lima tahun.
SELENGKAPNYAKPU: Menteri Boleh Nyaleg tanpa Harus Mundur
Delapan menteri dan wakil menteri mendaftar sebagai bakal caleg DPR RI.
SELENGKAPNYA