
Kitab
Kedekatan Orientalis Belanda dengan KH Hasan Mustapa
KH Hasan Mustapa, seorang penghulu pada masa kolonial Belanda, berkawan dekat dengan Snouck Hurgronje.
KH Hasan Mustapa (1852-1930) merupakan seorang penghulu besar pada masa kolonial Belanda. Tokoh dari Tatar Pasundan itu pernah bermukim 10 tahun lamanya di Tanah Suci untuk mendalami ilmu-ilmu agama.
Begitu kembali ke Tanah Air, putra Mas Sastramanggala alias Haji Usman itu terus belajar pada sejumlah ulama penting di Jawa. Guru-gurunya antara lain adalah Kiai Kholil Bangkalan, Kiai Muhammad Cibunut, Kiai Abdul Hasan Tanjungsari, dan Kiai Hasan Basri Kiara Koneng.
Pendiri pondok pesantren di Sindangbarang, Garut, itu juga menghasilkan karya sastra. Di antaranya adalah lebih dari 10 ribu syair berbahasa Sunda dengan genre dangding. Menurut banyak pemerhati dan ahli sastra daerah, mutu karyanya sangat tinggi dan menjadi rujukan sastrawan-sastrawan dari generasi kemudian, khususnya yang konsen pada masalah suluk.
Fakta lain mengenai KH Hasan Mustapa ialah bahwa dirinya berkawan dengan seorang orientalis kontroversial, Christiaan Snouck Hurgronje (1857-1936). Menurut profesor ilmu tafsir UIN Sunan Gunung Djati Jajang A Rohmana, interaksi Snouck Hurgronje dengan Hasan Mustapa telah terjalin selama bertahun-tahun, yakni sejak keduanya berjumpa di Haramain.
“Haji Hasan Mustapa, saya kenal dekat sejak sekitar 10 tahun dan selama itu rasa hormat saya terhadap akhlak dan bakatnya—yang benar-benar langka—baru tumbuh. Pengalamannya selama 13 tahun di negara Arab—di mana saya bertemu dengannya —didahului studi beberapa tahun di Priangan, kampung halamannya, telah mengantarkannya mencapai tingkat syariat Islam yang luar biasa tinggi,” demikian kesaksian Snouck Hurgronje dalam sebuah surat, yang dikutip Jajang Rohmana dalam bukunya, Informan Sunda Masa Kolonial (2018).
Hurgronje juga mengakui, kemasyhuran Kiai Hasan Mustapa tetap berkibar usai sang alim kembali ke tanah airnya pada 1885. Dan, nama baiknya tecermin dalam beberapa kitab karyanya yang telah diterbitkan dalam bahasa Arab.
Saya sangat berutang budi pada pengalamannya (Kiai Hasan Mustapa) yang kaya dan banyak koneksi yang diperoleh melalui nama baiknya di seluruh pulau Jawa.Snouck Hurgronje
“Secara pribadi, saya harus mengakui bahwa saya senang dengan dia. Dia menjadi teman seperjalanan saya selama perjalanan awal ke Jawa. Saya sangat berutang budi pada pengalamannya yang kaya dan banyak koneksi yang diperoleh melalui nama baiknya di seluruh pulau Jawa,” tulis Snouck, si pemilik nama alias Abdul Gaffar, dalam suratnya.
Sejak kembali dari menuntut ilmu di Tanah Suci, Kiai Hasan menjadi alim terkemuka di Garut. Seperti termaktub dalam karyanya, Gendinga, ulama yang juga penyair ini mengatakan, Abdul Ghaffar (yang tentunya adalah Christiaan Snouck Hurgronje) telah memintanya untuk mengantarkannya.
Dari perkawanannya dengan Kiai Hasan, Snouck Hurgronje memahami bagaimana ajaran, ideologi, dan ilmu-ilmu Islam ditransmisikan dari Makkah ke Nusantara.
Di tengah kesibukan sebagai ulama Sunda (kikijaianan), Kiai Hasan pun menemani orang kulit putih itu berkeliling jauh (atrok-atrokan) ke seantero Jawa. Dari perkawanannya dengan Kiai Hasan, Snouck Hurgronje memahami bagaimana ajaran, ideologi, dan ilmu-ilmu Islam ditransmisikan dari Makkah ke Nusantara. Begitu pula, bagaimana akhirnya kaum ulama berpengaruh dalam kehidupan keberagamaan di kepulauan ini.
Atas rekomendasi Hurgronje, pemerintah kolonial lantas mengangkat Kiai Hasan Mustapa sebagai kepala penghulu di Kutaraja, Aceh, pada 1893.
Di Serambi Makkah, ulama Sunda itu menjalin hubungan dengan rakyat Aceh, termasuk Teuku Umar, seorang uleebalang yang sempat bekerja sama (baca: diam-diam bersiasat) dengan Belanda—tetapi lantas berbalik melawan rezim kolonial itu. Dua tahun kemudian, lagi-lagi atas masukan Hurgronje, pemerintah kolonial menunjuk sang kiai sebagai kepala penghulu di Bandung.
Menurut Rohmana, Snouck Hurgronje dipandang luas sebagai penasihat kolonial Belanda yang paling berpengaruh pada abad ke-20 M. Keberhasilan sang orientalis tak terlepas dari “bantuan” orang-orang Pribumi yang mengerti daerahnya. Salah seorang di antaranya adalah Kiai Hasan Mustapa.

Informan Sunda Masa Kolonial karya Jajang A Rohmana menelaah studi tentang peran penting Kiai Haji Hasan Mustapa yang “ditarik” Snouck Hurgronje dalam lingkaran kolonial. Menurut akademisi UIN Bandung itu, kedua tokoh tersebut berinteraksi amat dekat dan personal. Hal itu tecermin dari surat-surat korespondensi mereka.
Bagaimanapun, lanjut Rohmana, terbaca bahwa secara implisit Kiai Hasan Mustapa menempatkan diri sebagai beragam peran; mulai dari bawahan, sahabat, hingga saudara dekat Snouck Hurgronje.
Surat-surat Haji Hasan Mustapa sangat signifikan untuk menjelaskan pandangan dan peranannya sebagai informan sekaligus sahabat Snouck Hurgronje dalam menyampaikan informasi seputar keluarga yang ditinggalkannya, latar budaya, dan situasi sosial-politik keagamaan di Hindia Belanda.
Erdogan Belum Tumbang, Barat Curigai Pemilu Turki
Lembaga pengawas Uni Eropa menuduh pemilu Turki tak transparan.
SELENGKAPNYA