Panglima TNI Laksamana Yudo Margono memaparkan perkembangan usai terjadinya bentrokan antara 36 prajurit TNI dengan Kelompok Sparatis Teroris (KST) Papua. Keterangan tersebut disampaikan Yudo di Base Ops Lanudal Juanda, Sidoarjo, Selasa (18/4/2023). | AP Photo/Trisnadi

Kabar Utama

Gencatan Senjata di Papua Diserukan

TPNPB diminta melepaskan pilot Susi Air.

JAKARTA —  Sejumlah pihak menyerukan disudahinya drama penyanderaan pilot Susi Air di Papua Pegunungan. Pihak TNI-Polri dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB-OPM) juga didesak menahan diri dari saling serang.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak TPNPB-OPM membebaskan Pilot Susi Air Kapten Philips Mark Mehrtens. Komnas HAM menyayangkan aksi penyanderaan yang dilakukan kelompok separatisme bersenjata terhadap pilot berkebangsaan Selandia Baru tersebut. Karena komnas menilai, aksi penyanderaan tersebut hanya membuat situasi keamanan di Papua semakin memburuk.

Pernyataan tersebut disampaikan Komnas HAM, Selasa (18/4/2023) menyikapi situasi di Papua belakangan. Terutama terkait dengan aksi kontak senjata TNI dan TPNPB-OPM di Pos Militer Mugi-Mam, di Nduga, Papua Pegunungan. Pernyataan tersebut, juga respons Komnas HAM terkait dengan keputusan TNI yang meningkatkan status rawan keamanan di Papua, menjadi siaga tempur darat.

Ketua Komnas HAM Atnike Nova dalam pernyataannya menyampaikan, terkait isu pertama menyangkut soal kontak senjata TNI dan TPNPB-OPM mengaku menyayangkan peristiwa tersebut. Kontak senjata itu menurut kelompok separatis menewaskan 15 prajurit TNI. TNI membantah dengan menyampaikan hanya satu prajuritnya yang gugur tertembak dalam kontak senjata, tetapi mengakui masih ada lima personel dari Yonif Raider 321/GT Kostrad dan Kopassus yang belum diketahui nasibnya. Kontak senjata tersebut terjadi dalam misi pasukan TNI untuk membebaskan Kapten Philips yang ditawan sayap bersenjata TPNPB-OPM di Nduga.

Penyanderaan Kapten Philips tersebut sudah berjalan lebih dari dua bulan sejak 7 Februari 2023 lalu. Atnike mengatakan, pangkal soal penyanderaan Pilot Susi Air tersebut yang memicu kontak senjata di Pos Mugi dan membuat situasi keamanan di Papua menjadi kian memburuk. Karena itu Komnas HAM menyesalkan aksi TPNPB-OPM yang melakukan penawanan pilot asal Selandia Baru itu.

 “Komnas HAM menyesalkan tindakan TPNPB-OPM atas penyanderaan Pilot Susi Air Kapten Philips Mark Marthen yang semakin memperburuk situasi keamanan dan menghambat upaya-upaya damai dalam mendorong pemajuan dan pelindungan HAM di Papua,” ujar Atnike dalam pernyataannya, Selasa (18/4/2023).

photo
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono memaparkan perkembangan usai terjadinya bentrokan antara 36 prajurit TNI dengan Kelompok Sparatis Teroris (KST) Papua. Keterangan tersebut disampaikan Yudo di Base Ops Lanudal Juanda, Sidoarjo, Selasa (18/4/2023). - (AP Photo/Trisnadi)

Komnas HAM menilai, penyanderaan pilot asing tersebut, pun tak ada korelasi soal dengan konflik antara TNI dan separatisme prokemerdekaan Papua. Karena itu Komnas HAM, kata Atnike, meminta agar TPNPB-OPM melepaskan pilot berkebangsaan Selandia Baru itu. “Komnas HAM mendesak TPNPB-OPM segera melepaskan Kapten Philips Mark Marthen karena selaku warga negara asing yang tidak ada kaitannya dengan persoalan di Papua,” begitu sambung Atnike. Adapun menyangkut soal keputusan TNI yang meningkatkan status rawan di Papua menjadi siaga tempur, Komnas HAM meminta agar aparat militer, pun Polri tetap proporsional.

Atnike mengingatkan agar misi militer dan kepolisian dalam membebaskan Kapten Philips tetap memperhatikan dampaknya. “Komnas HAM mendukung upaya pemerintah, TNI, dan Polri dalam upaya penyelamatan Kapten Philips dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian, praduga dalam situasi di mana timbul keragu-raguan, dan proporsionalitas untuk mencegah meluasnya konflik dan bertambahnya korban jiwa,” ujar Atnike. 

Komnas HAM dikatakan dia, menyarankan agar TNI, dan Polri, tetap mengutamakan penegakan hukum yang nonmiliteristik untuk misi penyelamatan tersebut. “Mendorong adanya penegakan terhadap semua yang bertanggung jawab dalam berbagai tindak kekerasan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan prinsip-prinsip HAM. Dan meminta pemerintah pusat, dan pemerintah daerah, termasuk TNI, dan juga Polri untuk memastikan jaminan perlindungan kepada masyarakat sipil yang terdampak langsung (dari status siaga tempur darat),” begitu kata Atnike. 

photo
Tim gabungan TNI-Polri mengevakuasi penduduk Paro ke Pos Barak Baru Satgas Satuan Organik Korem 172/PWY Yonif R 514/SY, Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga, Sabtu (11/2/2023) sore. - (Dok Pendam Cendrawasih)

Komnas HAM juga mengingatkan semua pihak, untuk tak eksploitatif dalam merespons situasi saat ini di Papua, untuk mencegah terjadinya eskalasi konflik yang semakin meluas.

Koalisi Masyarakat Sipil Hak Asasi Manusia (HAM) juga mendesak pemerintah Indonesia untuk menghentikan operasi tempur dalam misi pembebasan Pilot Susi Air. Gabungan 21 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) itu meminta agar Indonesia mengambil jalur negosiasi untuk membebaskan pilot berkebangsaan Selandia Baru tersebut.

Koalisi juga meminta agar pemerintah Indonesia mengevaluasi pendekatan militeristik dalam menyikapi krisis di Papua. Koalisi mengingatkan pemerintah Indonesia yang pernah berhasil mengambil jalur nonmiliter dengan melakukan dialog maksimal penyelesaian konflik di Aceh, Poso, pun juga di Ambon. 

“Pengalaman penyelesaian konflik di Aceh, Poso, maupun di Ambon, semestinya menjadi pelajaran penting dan berharga bagi pemerintah Indonesia untuk penyelesaian konflik di Papua,” begitu dalam pernyataan Koalisi yang disampaikan Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid dalam siaran pers, Selasa (18/4/2023).

Kondisi HAM di Papua - (Republika)  ​

Pernyataan Koalisi tersebut menyikapi peristiwa kekerasan terbaru yang terjadi di Distik Mugi di Nduga, Papua Pegunungan, Sabtu (15/4/2023). Atas peristiwa tersebut, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, pada Selasa (18/4/2023) mengumumkan status Papua dari rawan konflik dalam misi membebaskan Kapten Philips, menjadi siaga tempur darat. 

oalisi mengatakan, operasi tempur yang dilakukan TNI, maupun Polri untuk membebaskan Kapten Philips tersebut hanya akan memperpanjang, dan memperburuk situasi keamanan di Papua. “Jika itu pilihan kebijakan yang akan ditempuh, maka Koalisi mendesak agar rencana tersebut dibatalkan,” begitu pernyataan Koalisi. 

Karena selama ini, dikatakan Koalisi, pendekatan dengan cara-cara militeristik di Papua tak pernah ampuh mengurai, pun menyentuh penyelesaian akar soal di Papua. Pun disebutkan sangat merugikan pihak TNI, juga Polri, yang juga menjadi korban. 

photo
Kondisi terkini pilot Selandia Baru, Phillip Mark Mahrtens yang disandera separatis di Nduga, Papua Pegunungan, Jumat (10/3/2023).  - (Dok Republika)

Catatan Koalisi menyampaikan pendekatan-pendekatan militeristik di Papua sepanjang 2022 telah membuat sedikitnya 22 personel TNI dan Polri gugur. Pendekatan militeristik yang diterapkan di Papua juga berdampak langsung pada masyarakat asli Papua, juga memperpanjang pelanggaran HAM yang terjadi di Bumi Cenderawasih.

“Sudah saatnya Presiden dan DPR merealisasikan agenda dialog dalam setiap penyelesaian masalah di Papua. Dan bukan menggunakan pendekatan-pendekatan keamanan yang militeristik,” begitu saran Koalisi. Dalam rekomendasinya, Koalisi meminta Presiden Joko Widodo dan DPR untuk menyetop operasi tempur dalam misi pembebasan Kapten Philips, dan pendekatan militeristik dalam setiap penyelesaian konflik keamanan di Papua. 

Koalisi juga meminta agar Presiden dan DPR melakukan evaluasi atas seluruh kebijakan keamanan, hukum, dan pembangunan di Tanah Papua. Terkait dengan krisis yang semakin tajam antara TNI-Polri dan TPNPB-OPM, Koalisi mendesak agar pemerintah Indonesia, dan sayap bersenjata prokemerdekaan Papua itu melakukan gencatan senjata dan penghentian permusuhan demi menyetop bertambahnya korban jiwa. 

Keterangan Jubir TPNPB-OPM Sebby Sambom pada Sabtu (8/4/2023). - (Dok Republika)  ​

“Dan Koalisi meminta agar pemerintah Indonesia, bersama TPNPB-OPM sama-sama bersedia membuka ruang dialog yang setara dan bermartabat untuk penyelesaian konflik di Papua,” begitu menurut Koalisi.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat