
Internasional
BRICS Lawan Hegemoni AS dengan Dedolarisasi
Upaya ini disebut dapat mengurangi ketergantungan negara lain pada dolar AS dan ekonomi Amerika Serikat.
MOSKOW -- Negara-negara BRICS yang terdiri atas Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan mempertimbangkan membuat mata uang baru untuk memfasilitasi perdagangan. Perjanjian terkait itu diprediksi paling cepat terjadi pada Agustus, ketika negara-negara tersebut bertemu dalam pertemuan puncak tahunan di Afrika Selatan.
Penciptaan uang baru tersebut menjadi upaya BRICS menyingkirkan dolar AS dan melawan hegemoni Amerika Serikat. Dorongan melakukan dedolarisasi semakin kuat setelah perang Rusia-Ukraina dimulai Februari tahun lalu. Dan pekan lalu, gerakan ini mendapat dorongan lebih lanjut ketika Wakil Ketua Duma Negara Rusia, Alexander Babakov, mengatakan bahwa negara-negara BRICS sedang dalam proses menciptakan media baru untuk pembayaran.
Media pembayaran baru ini didirikan berdasarkan strategi yang tidak mempertahankan dolar atau euro. Dolar AS telah disebut sebagai rajanya mata uang. Dolar AS menjadi mata uang cadangan resmi dunia pada 1944. Keputusan ini dibuat oleh delegasi dari 44 negara sekutu yang disebut Perjanjian Bretton Woods.
Dorongan melakukan dedolarisasi semakin kuat setelah perang Rusia-Ukraina dimulai Februari tahun lalu.
Sejak itu, dolar menikmati status yang kuat di dunia. Hal ini telah memberikan pengaruh yang tidak proporsional terhadap ekonomi lain. Padahal, Amerika Serikat telah lama menggunakan pengenaan sanksi sebagai alat untuk mencapai tujuan kebijakan luar negeri.
Namun, tidak semua orang suka bermain sesuai aturan AS. Negara-negara seperti Rusia dan Cina ingin menghentikan hegemoni dolar. Proses ini disebut dedolarisasi atau mengacu pada pengurangan dominasi dolar di pasar global. Ini adalah proses penggantian dolar AS sebagai mata uang yang digunakan untuk perdagangan minyak atau komoditas lainnya.

Para pendukung dedolarisasi mengatakan, proses ini akan mengurangi ketergantungan negara lain pada dolar AS dan ekonomi Amerika Serikat. Langkah ini juga dapat membantu mengurangi dampak perubahan ekonomi dan politik di AS terhadap ekonomi mereka sendiri. Selain itu, negara-negara dapat mengurangi keterpaparan terhadap fluktuasi mata uang dan perubahan suku bunga, yang dapat membantu meningkatkan stabilitas ekonomi dan mengurangi risiko krisis keuangan.
Upaya tersebut agaknya berjalan cukup cepat dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2022, Dana Moneter Internasional (IMF) mencatat bahwa bank sentral saat ini tidak memegang greenback sebagai cadangan dalam jumlah yang sama seperti sebelumnya. "Bagian dolar dari cadangan devisa global turun di bawah 59 persen pada kuartal terakhir tahun lalu, memperpanjang penurunan dua dekade, menurut data Komposisi Mata Uang dari Cadangan Devisa Resmi IMF," demikian laporan First Post, Selasa (4/4/2023).
Hal yang mengejutkan adalah penurunan pangsa dolar tidak disertai dengan peningkatan poundsterling, yen, dan euro. Sebaliknya, pergeseran dolar terjadi dalam dua arah, yaitu seperempat ke dalam renminbi Cina dan tiga perempat ke dalam mata uang negara-negara kecil yang telah memainkan peran terbatas sebagai mata uang cadangan.
Untuk menghukum Rusia atas invasinya ke Ukraina, negara-negara barat membekukan cadangan mata uang asing Rusia tahun lalu sebesar 300 miliar dolar AS dan mengeluarkan bank-bank Rusia dari sistem pembayaran internasional Swift. Direktur Pelaksana platform investasi Bestinvest, Jason Hollands, menjelaskan, “persenjataan” dolar telah mengguncang banyak negara, bukan hanya Rusia.
“Negara-negara yang ingin terus berdagang dengan Rusia, seperti India dan Cina, telah mulai melakukannya dalam rupee dan yuan, memicu pembicaraan tentang dedolarisasi tatanan perdagangan internasional," kata Hollands.

Hollands menambahkan, Brasil dan Cina sekarang saling berdagang dalam yuan dan membantu menetapkan renminbi Cina sebagai mata uang internasional dan penantang dolar.
India juga telah mencoba menjauh dari dolar. Baru-baru ini, 18 negara, termasuk Inggris Raya, Jerman, Rusia, bahkan Uni Emirat Arab, telah diberi izin untuk berdagang dalam mata uang rupee India. Pada Februari, ekonom terkemuka Nouriel Roubini mengatakan, rupee India dari waktu ke waktu dapat menjadi salah satu mata uang cadangan global di dunia.
“Orang bisa melihat bagaimana rupee bisa menjadi beberapa perdagangan yang dilakukan India dengan negara-negara lain di dunia, terutama perdagangan Selatan-Selatan bisa menjadi kendaraan mata uang. Itu (rupee India) bisa menjadi satuan hitung, bisa menjadi alat pembayaran, bisa menjadi penyimpan nilai. Tentu saja, rupee dari waktu ke waktu bisa menjadi salah satu dari berbagai cadangan mata uang global di dunia," ujar Roubini.
Menurut laporan dari kantor berita milik negara Rusia, Sputnik, mata uang baru ini dapat mengurangi ketergantungan dunia pada dolar AS dan Euro. Pekan lalu, Presiden Putin mengadopsi kebijakan luar negeri baru yang menempatkan India dan Cina di garis depan. Pengumuman itu datang beberapa hari setelah Perdana Menteri Cina Xi Jinping mengunjungi Moskow untuk memperkuat kemitraan tanpa batas.
Menurut laporan Bloomberg, mata uang yuan Cina telah menggantikan dolar AS sebagai mata uang yang paling banyak diperdagangkan di Rusia. Yuan melampaui dolar dalam volume perdagangan bulanan pada Februari untuk pertama kalinya dan perbedaannya menjadi lebih jelas pada Maret. Sebelum invasi, volume perdagangan yuan di pasar Rusia tidak diperhitungkan.
Menikmati Khusyuknya Shalat
Di tengah suasana pertempuran, sahabat Nabi SAW ini tetap mampu menikmati khusyuknya shalat.
SELENGKAPNYARiwayat Sang Hujjatul Islam, Imam Ghazali
Pengaruh Imam Ghazali terasa besar bahkan hingga saat ini.
SELENGKAPNYAGonjang-ganjing Transaksi Mencurigakan Rp 349 Triliun
Penanganan oleh tim gabungan dalam menyelesaikan informasi transaksi Rp 349 triliun tersebut lebih objektif.
SELENGKAPNYA