
Internasional
Palestina Protes Keras FIFA
Israel disebut sebagai negara apartheid.
RAMALLAH – Dewan Tinggi Pemuda dan Olahraga Palestina secara terbuka melayangkan kecaman atas keputusan FIFA yang mencabut hak tuan rumah Piala Dunia U-20 tahun ini dari Indonesia. Menurut pihak Palestina, hal itu tak perlu terjadi jika FIFA lebih adil dan tak menerapkan standar ganda.
"Indonesia tidak akan berada dalam situasi ini seandainya FIFA menegakkan peraturannya dalam kasus Israel seperti yang terjadi di Rusia. Kami menyesal bahwa hal ini menyebabkan Indonesia dicabut haknya dari menjadi tuan rumah," tulis Dewan Tinggi Pemuda dan Olahraga Palestina dalam pernyataan pers yang dikutip Wafa, Kamis (30/3).
Dewan kemudian mengingatkan bahwa Indonesia tak akan sendirian dalam menentang apartheid yang dijalankan Israel. “Yakinlah bahwa banyak negara yang akan segera mengikuti jejak Indonesia. Apartheid harus dilawan,” bunyi pernyataan itu.
Meskipun mereka meyakini bahwa olahraga dan politik perlu dipisahkan, menurut Dewan, sulit untuk menutup mata terhadap tuntutan nasional di Indonesia mengenai jadwal kehadiran timnas Israel. Artinya, FIFA telah bersikap layaknya diktator dan mengabaikan demokrasi dalam polemik ini.
Dewan menekankan bahwa FIFA telah menerapkan standar ganda dalam menanggapi skenario serupa ketika dilakukan oleh aktor yang berbeda. FIFA dinilai menutup mata saat orang-orang Palestina menderita kematian dan kehancuran di tangan penjajah yang kini diawaki pemerintah sayap kanan paling ekstrem dan rasial dalam sejarah modern Israel.
"Sementara mengambil keputusan sepersekian detik untuk melarang Rusia dari kompetisi internasional atas invasi ke Ukraina, baik IOC (Komite Olimpiade Internasional) dan FIFA telah menahan diri selama beberapa dekade untuk mengambil tindakan sekecil apa pun terhadap Israel karena pendudukan ilegal Palestina. Menutup mata atas pelanggaran berkelanjutan terhadap hak asasi manusia, rasialisme, segregasi, dan penghancuran sistematis infrastruktur Palestina," kata pernyataan itu.
"Sebaliknya, FIFA memutuskan untuk menghukum mereka yang mendukung para korban daripada menghukum para pelaku." Pernyataan itu mendesak FIFA untuk menggunakan standar yang sama dalam urusan sepak bola internasional.
Padahal, pada 1 Maret 2022, FIFA bersama UEFA bisa memblokir kesertaan Rusia dari berbagai perhelatan sepak bola internasional menyusul agresi negara itu ke Ukraina. Pada 1976, FIFA juga mendepak Afrika Selatan dari keanggotaan di badan itu karena kebijakan apartheid yang diterapkan Afrika Selatan.

Hal serupa tak dilakukan ke Israel yang juga disebut sebagai negara apartheid oleh Amnesty International serta pelapor spesial di Dewan HAM PBB.
Belakangan, Forum Profesor Hukum Israel untuk Demokrasi mengatakan, perubahan yang diperkenalkan oleh pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memvalidasi klaim bahwa Israel mempraktikkan apartheid. Forum yang mewakili 120 profesor hukum terkemuka di Israel itu memvalidasi praktik apartheid dalam makalah posisi berjudul "Implications of the Agreement Subordinating the Civil Administration to the Additional Minister in the Ministry of Defence".
Forum ini adalah kelompok ahli ad hoc dan sukarela tentang hukum Israel, khususnya hukum publik Israel. Di bawah perjanjian pembagian kekuasaan yang ditandatangani pada Februari lalu antara faksi parlementer Likud dan faksi Zionisme Religius, Netanyahu setuju untuk mengalihkan tanggung jawab dan pengelolaan wilayah pendudukan Tepi Barat ke tangan sipil.

Kesepakatan tersebut menetapkan bahwa pemimpin sayap kanan faksi Zionisme Religius, Bezalel Smotrich, akan diberikan otoritas khusus atas wilayah pendudukan Palestina.
"Administrasi Sipil adalah tangan sipil dari pemerintahan militer. Di bawah hukum internasional, ini adalah satu-satunya cabang yang seharusnya mengatur Tepi Barat. Menundukkan Administrasi Sipil kepada otoritas sipil (Kementerian Pertahanan) merupakan pelanggaran hukum internasional, khususnya Peraturan Den Haag 1907," ujar pernyataan para profesor, dilaporkan Middle East Monitor, Kamis (30/3).
Kekhawatiran atas proposal pembagian kekuasaan diajukan oleh pakar hukum senior ke dinas keamanan Israel sejak Januari. Para pakar hukum itu memperingatkan agar tidak mengalihkan otoritas atas Coordination of Government Activities in the Territories (COGAT) ke Smotrich.
"Perjanjian tersebut merupakan tindakan terbuka dan formal yang memberikan validitas pada klaim bahwa praktik Israel merupakan apartheid, yang dilarang berdasarkan hukum internasional," ujar pernyataan para profesor hukum itu.
Sejumlah kelompok hak asasi manusia telah menyimpulkan bahwa Israel mempraktikkan apartheid. Praktik itu merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dapat diadili di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
Israel dan pendukung negara pendudukan menolak bahwa mereka mempraktikkan apartheid terhadap warga Palestina. Bahkan, mereka melontarkan tuduhan anti-semitisme kepada siapa saja yang menggunakan istilah apartheid untuk menggambarkan Israel.
Israel Serang Stadion, Mana Sanksinya FIFA?
Pasukan Israel menembakkan gas air mata ke tengah pertandingan final Piala Liga Palestina.
SELENGKAPNYAKejadian Gempa Dalam Sejarah Islam
Kalangan sarjana Muslim mencatat, sejumlah gempa pernah terjadi dalam sepanjang sejarah Islam.
SELENGKAPNYA