ILUSTRASI Abu Hurairah adalah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang menghafal banyak hadis. | Dok pixabay

Kisah

Abu Hurairah, Sang Penghafal Ribuan Hadis

Abu Hurairah menjadi sahabat Nabi Muhammad SAW yang menghafal banyak hadis.

Namanya sering kali dikutip dalam banyak periwayatan hadis. Sebab, ia memiliki daya memori yang luar biasa.

Abu Hurairah, demikian nama akrabnya, adalah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW. Hampir tak pernah ia melupakan satu kata atau satu huruf pun dari semua yang pernah didengarnya.

Lelaki itu telah mewakafkan hampir seluruh hidupnya untuk lebih banyak mendampingi Rasulullah SAW. Alhasil, dirinya termasuk yang paling banyak menerima, menghafal, serta meriwayatkan hadis-hadis.

 
Lelaki itu telah mewakafkan hampir seluruh hidupnya untuk lebih banyak mendampingi Rasulullah SAW.
 
 

Pada zaman Jahiliyah, orang-orang memanggilnya Abu Syams. Ketika hendak memeluk Islam, Rasulullah SAW bertanya kepadanya, "Siapa namamu?"

"Abdu Syams (hamba matahari)," jawabnya singkat.

"Bukannya Abdurrahman (hamba Allah Yang Maha Pengasih)?" tanya beliau.

"Demi Allah, benar. Abdurrahman, ya Rasulullah," jawab lelaki itu setuju.

Adapun julukan "abu hurairah" (harfiah: bapak kucing) bermula dari suatu peristiwa. Memang, ia senang memelihara kucing. Pada suatu waktu, Rasulullah SAW menjumpainya sedang bermain-main dengan seekor anak kucing betina. Kemudian, beliau memanggilnya, "Abu Hurairah."

Mulai berislam

Abu Hurairah masuk Islam melalui perantaraan Thufail bin Amr Ad-Dausi. Islam masuk ke negeri Daus kira-kira awal tahun ke-7 Hijriyah, yaitu ketika dia menjadi utusan kaumnya menemui Rasulullah SAW di Madinah.

Setelah bertemu Rasulullah, pemuda dari Suku Daus ini memutuskan untuk berkhidmat kepada Nabi dan menemani beliau. Oleh karena itu, ia tinggal di masjid, tepatnya bagian serambi (shuffah). Maka, dirinya selalu menghadiri majelis-majelis ilmu yang diadakan al-Musthafa. Selama Rasulullah hidup, Abu Hurairah tidak menikah dan belum punya anak.

Bagaimanapun, bukan berarti dirinya tidak punya keluarga sama sekali. Abu Hurairah memiliki seorang ibu yang sudah lanjut usia. Sayangnya, wanita tersebut tetap musyrik ketika sang putra telah memeluk Islam.

Abu Hurairah tidak berhenti mengajak ibunya masuk Islam, karena dia sangat menyayanginya dan ingin berbakti. Namun, sang ibu malah menjauh dan menolak ajakannya. Ia pun meninggalkan ibunya dengan perasaan kacau dan hati yang terkoyak.

Abu Hurairah pernah mengajak ibunya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, namun sang ibu menolak sambil mencela Rasulullah dengan kata-kata yang menyedihkan dan menyakitkan hati.

Ia pun pergi menemui Nabi SAW. 

"Mengapa kau menangis, wahai Abu Hurairah?" tanya Rasulullah.

"Aku tidak bosan-bosannya mengajak ibuku masuk Islam. Tetapi ia selalu menolak. Hari ini ia kuajak masuk Islam, tapi ia malah mengucapkan kata-kata yang tidak pantas mengenai dirimu, wahai Rasulullah, yang tak sudi kudengar. Tolonglah doakan, ya Rasulullah, semoga ibuku tergugah masuk Islam," katanya.

Nabi SAW pun mendoakan semoga hati ibu Abu Hurairah terbuka untuk masuk Islam. Pada suatu hari, ketika pulang ke rumahnya, Abu Hurairah mendapati pintu dalam keadaan tertutup. Di dalam terdengar bunyi gemercik air. Tatkala hendak masuk ke dalam, terdengar suara ibunya, "Tunggu di tempat!"

Agaknya sang ibu tengah berpakaian. Tak lama kemudian. "Masuklah!" kata ibunya. Begitu masuk ke dalam, ibunya berkata, "Aku bersaki bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya."

Abu Hurairah kembali kepada Rasulullah sambil menangis gembira.

Mencintai Rasul SAW

Abu Hurairah mencintai Rasulullah hingga mendarah daging. Dia tak pernah bosan memandang wajah beliau. "Bagiku tidak ada yang lebih indah dan cemerlang selain wajah Rasulullah SAW. Dalam penglihatanku, seolah-olah matahari sedang memancar di wajah beliau," katanya suatu ketika.

Sebagaimana besar cintanya kepada Rasulullah SAW, maka begitu pula besar cintanya kepada ilmu. Sehingga ilmu menjadi kegiatan dan puncak cita-citanya.

Ketika kaum Muslimin memperoleh kesejahteraan dari limpahan rampasan perang. Abu Hurairah mendapat bagian, berupa sebuah rumah dan harta. Walaupun begitu, semua kenikmatan yang diperolehnya tidak sedikit pun mengubah kepribadiannya yang mulia. Dia tidak pernah melupakan masa lalunya.

Dia kerap bercerita, "Aku dibesarkan ibuku dalam keadaan yatim. Kemudian aku hijrah dalam keadaan miskin. Aku pernah mengambil upah di perkebunan Binti Ghazwan, hanya untuk mendapatkan sesuap makanan. Aku juga pernah menjadi pelayan (khadam), menurunkan dan menaikkan keluarga itu dari dan ke atas kendaraannya. Kemudian aku dinikahkan Allah dengan anak perempuan mereka."

Masa khalifah

Tentu saja, Abu Hurairah termasuk yang amat sangat berduka dengan wafatnya Nabi Muhammad SAW. Pada masa setelah Rasulullah SAW berpulang ke rahmatullah, ia terus tinggal di Madinah, mengalami zaman Khulafaur Rasyidin dan Daulah Umayyah.

Abu Hurairah pernah menjadi Wali Kota Madinah lebih dari satu kali. Dia diangkat menjadi wali kota oleh Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan. Kelembutan dan keluwesan pemerintahannya tidak ada yang menandingi.

Dalam pribadi Abu Hurairah terkumpul kekayaan akan ilmu, ketakwaan dan kewara'an. Siang hari dia puasa, malam dia beribadah. Kemudian dibangunkannya istrinya.

 
Istrinya beribadah sepertiga malam, setelah itu membangunkan anak perempuannya. Maka anak gadis itu beribadah juga sepertiga malam terakhir.
 
 

Istrinya beribadah sepertiga malam, setelah itu membangunkan anak perempuannya. Maka anak gadis itu beribadah juga sepertiga malam terakhir. Karena itu dalam rumah tanggal Abu Hurairah tidak putus-putusnya orang beribadah sepanjang malam.

Ketika Abu Hurairah sakit dan akan meninggal dunia, dia menangis. Orang-orang bertanya padanya, "Mengapa anda menangis, wahai Abu Hurairah?"

Ia menjawab, "Aku menangis bukan karena sedih berpisah dengan dunia ini, bukan! Aku menangis karena perjalanan masih jauh, sedangkan perbekalanku hanya sedikit. Aku telah berada di ujung jalan yang akan membawaku ke surga atau neraka. Sedangkan aku tidak tahu di jalan mana aku berada."

Marwan bin Hakam datang berkunjung menengoknya. Kata Marwan, "Semoga Allah segera menyembuhkanmu, wahai Abu Hurairah!"

Mendengar doa Marwan tersebut, Abu Hurairah justru berdoa sebaliknya. "Ya Allah, aku sudah rindu bertemu dengan-Mu. Semoga Engkau juga begitu terhadapku. Segerakanlah bagiku pertemuan itu!"

Tidak lama setelah Marwan tiba di rumahnya, Abu Hurairah meninggal dunia dengan tenang. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepadanya. Ia menghafal tidak kurang dari 1.609 hadis Rasulullah SAW untuk kaum Muslimin.

Mengenal Sang Mufasir, Imam Jalaluddin al-Mahalli

Imam Jalaluddin al-Mahalli masyhur sebagai mufasir penulis Tafsir Jalalain.

SELENGKAPNYA

Menyesal ‘Telat’ Masuk Islam

Hakim bin Hazam masuk Islam baru belakangan, yakni saat Fath Makkah.

SELENGKAPNYA

Kisah Puasa Para Diaspora

Dia merasa lingkungannya tinggal cukup nyaman dan tidak ada diskriminasi dari warga setempat.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya