Menkeu Sri Mulyani (kanan) dan Menko Polhukam Mahfud MD (kiri) menyampaikan keterangan kepada wartawan mengenai dugaan transaksi gelap karyawan Kemenkeu, di kantor Kemenkeu, Jakarta, Sabtu (11/3). | ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Kabar Utama

Tentang Rp 349 Triliun: Mahfud Menantang, Menkeu Membantah

Mahfud meminta legislator yang kritis terhadapnya hadir saat rapat besok.

JAKARTA – Polemik soal dugaan pencucian uang senilai Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus bergulir. Beberapa anggota dewan secara terbuka meminta Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD untuk menjernihkan persoalan tersebut.

Mahfud mengaku telah bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) membahas temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai dugaan transaksi mencurigakan Rp 349 triliun itu. Kepada Mahfud, Jokowi menginstruksikannya untuk menjelaskan kepada DPR dan masyarakat mengenai tindak pidana pencucian uang (TPPU).

“Khusus berdua dengan saya ada beberapa hal, antara lain menyangkut soal temuan PPATK mengenai dugaan pencucian uang di Kementerian Keuangan. Presiden meminta saya hadir, menjelaskan ke DPR dengan sejelas-jelasnya dan memberi pengertian kepada masyarakat tentang apa itu pencucian uang,” kata Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (27/3).

photo
Menkeu Sri Mulyani (kanan) dan Menko Polhukam Mahfud MD (kiri) menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait dugaan transaksi gelap karyawan Kemenkeu, di kantor Kemenkeu, Jakarta, Sabtu (11/3). - (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Ia pun memastikan akan memberikan penjelasan kepada DPR sejelas-jelasnya tanpa ada yang ditutup-tutupi. Hal ini sesuai arahan Jokowi agar ada keterbukaan informasi. Karena itu, Mahfud akan hadir di DPR pada Rabu (29/3) pukul 14.00 mendatang. Nantinya Mahfud akan didampingi beberapa pejabat dari anggota Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU saat hadir ke DPR.

Tak hanya itu Mahfud juga menantang anggota dewan yang selama ini kritis untuk datang. “Bismillah. Mudah-mudahan Komisi III tidak maju-mundur lagi mengundang saya, Menko Polhukam/Ketua KNK-pp-TPPU. Saya sudah siap hadir. Saya tantang Sdr Benny K Harman juga hadir dan tidak beralasan ada tugas lain. Begitu juga Sdr Arteria dan Sdr Arsul Sani. Jangan cari alasan absen,” ujar Mahfud MD lewat kicauannya di Twitter pada Ahad (26/3).

Seperti diketahui, Mahfud MD merupakan menteri pertama yang mengungkap transaksi janggal Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan. Awalnya Mahfud menyebut dugaan transaksi mencurigakan itu sebagian ada di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan Bea Cukai. Namun, informasi itu belakangan dipertanyakan, termasuk oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengaku tak tahu soal data tersebut.

 
Jangan cari alasan absen.
MAHFUD MD, Menko Polhukam.
 

Anggota Komisi III DPR, Benny K Harman, mempertanyakan sikap Mahfud MD yang justru mengungkapkan terlebih dahulu transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun. Padahal, Mahfud punya kewenangan untuk menyelesaikan masalah tersebut. “Dia (Mahfud, Red) dikasih kuasa yang melekat padanya sebagai menko polhukam maupun sebagai ketua komite (TPPU) bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah ini, tapi dia tidak lakukan, malah mengumumkan kepada publik,” ujar Benny.

Ia menilai, jika ada kekeliruan dari pernyataan Mahfud, yang terkena imbas negatifnya adalah Presiden Jokowi dan pemerintahannya. Bahkan, ada potensi terganggunya stabilitas keuangan Indonesia. “Saya sampaikan apabila Pak Mahfud tidak mempertanggungjawabkan pernyataan yang dia sampaikan kepada publik maka tidak bisa dicegah adanya anggapan maupun tuduhan publik bahwa Pak Mahfud sedang bermain politik,” ujar Benny.

Benny menyatakan akan datang dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi III dan Mahfud pada Rabu besok. “Untuk mengungkapkan kebenaran ini, saya mohon Pak Mahfud jangan mundur satu langkah. Oleh karena itu, saya minta, silakan ditulis, jangan demi menjaga kursi dia mencla-mencle. Kalau berani dia, kalau mau benar sesuai omongan dia, itu yang saya tantang. Jangan lepas, ini dan itu, harus berani dong. Termasuk merilis atau melepas kenyamananmu demi kebenaran. Untuk Indonesia bersih,” kata wakil ketua umum Partai Demokrat itu.

photo
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3). - (Republika/Prayogi.)

Sri Mulyani membantah

Menkeu Sri Mulyani memberikan klarifikasi kepada Komisi XI DPR mengenai adanya dugaan transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun, kemarin. Sri Mulyani mengatakan, pada kenyataannya dari 300 surat senilai Rp 349 triliun menjadi surat pertama yang dirinya terima karena berisi kompilasi transaksi sejak 2009-2022.

“Terkait tupoksi pegawai Kemenkeu, ada 135 surat nilainya Rp 22 triliun, bahkan Rp 22 triliun ini sebanyak Rp 18,7 triliun menyangkut transaksi korporasi yang tidak ada hubungan dengan Kemenkeu,” ujarnya saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR, kemarin.

Menurut dia, laporan senilai Rp 18,7 triliun menyangkut korporasi yang diduga menyangkut pegawai Kemenkeu, setelah diselidiki ternyata sama sekali tidak terafiliasi dengan pegawai Kemenkeu. Sri Mulyani menyebut salah satu contoh dari transaksi Rp 18,7 triliun bahwa pada dasarnya Inspektorat Jenderal Kemenkeu melakukan audit investigasi terhadap pegawai Kemenkeu. “Irjen meminta informasi transaksi dari PPATK menyangkut transaksi perusahaan dengan nilai debit kredit perusahaan, katakanlah PT A, jumlahnya Rp 11,38 triliun,” ucapnya.

photo
Menteri Keuangan Sri Mulyani berbicara dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR. - (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Hasilnya ternyata tidak ada aliran dana dari Rp 11,38 triliun ke pegawai yang sedang diinvestigasi maupun ke keluarganya. Sri Mulyani pun menegaskan transaksi itu merupakan permintaan dari Itjen Kemenkeu, bukan transaksi mencurigakan. “Rp 11,38 triliun dibayangkan ada aliran dana mencurigakan, padahal ini adalah permintaan dari Itjen, dan ternyata tidak ada afiliasi dengan pegawai Kemenkeu,” ucapnya.

Dalam penjelasannya, ternyata dari 300 surat juga sebanyak 100 surat yang merujuk ke aparat penegak hukum (APH) lain senilai Rp 74 triliun, bukan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ataupun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). “Rp 253 triliun yang ditulis dalam 65 surat adalah data dari transaksi debit kredit operasional perusahaan dan korporasi yang tidak ada hubungannya dengan pegawai Kemenkeu, ada hubungannya dengan fungsi pajak dan bea cukai,” kata dia.

Kompilasi surat selama 15 tahun tersebut artinya "hanya" Rp 3,3 triliun yang benar-benar berhubungan dengan pegawai Kementerian Keuangan. Sri Mulyani menyebut surat-surat tersebut pun merupakan permintaan dari pihak Kemenkeu kepada PPATK untuk keperluan profiling risk pegawai.

“Yang bener-bener berhubungan dengan pegawai Kemenkeu Rp 3,3 triliun, ini 2009-2023. Lima belas tahun seluruh transaksi dari debit kredit yang inquiry, termasuk penghasilan resmi, transaksi keluarga, jual beli aset, itu Rp 3,3 triliun,” ucapnya.

 
Ternyata tidak ada afiliasi dengan pegawai Kemenkeu.
SRI MULYANI, Menteri Keuangan.
 

Menurut dia, jumlah transaksi tersebut muncul karena dalam rangka pelaksanaan fit and proper pegawai Kemenkeu yang membutuhkan analisis dari PPATK. “Kami sedang melakukan fit and proper, tolong minta data X, maka kami dapat transaksi pegawai itu, jadi tidak ada hubungannya dalam rangka pidana atau apa. Profiling risk pegawai,” ujar dia.

Sri Mulyani mengaku sempat kaget mendengar kabar tersebut. Sebab, ia belum menerima laporan langsung dari PPATK mengenai transaksi mencurigakan itu. Kala itu, informasi transaksi mencurigakan ramai media massa karena Menko Polhukam Mahfud MD menyampaikan melalui media sosial bahwa ada transaksi mencurigakan di Kemenkeu senilai Rp 349 triliun.

“Tanggal 8 Maret, Pak Mahfud menyampaikan ke media ada transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan Rp 300 triliun. Kami kaget karena mendengarnya dalam bentuk berita di media. Kami cek kepada Pak Ivan (Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, Red), tidak ada surat tanggal 8 Maret ke Kemenkeu,” katanya.

 
Kami kaget karena mendengarnya dalam bentuk berita di media.
SRI MULYANI, Menteri Keuangan.
 

Sri Mulyani mengaku baru menerima surat dari PPATK keesokan harinya, yakni pada 9 Maret 2023 dengan nomor surat SR/2748/AT.01.01/III 2023 tertanggal 7 Maret. “Surat baru kami terima by hand tanggal 9 Maret. Tanggal 8 sehari sebelumnya sudah disampaikan ke publik yang kami belum terima,” ucapnya.

Selain itu, Sri Mulyani mengatakan tidak ada nominal angka di dalam surat yang ia terima dari PPATK. Dia juga menyebut baru pertama kali menerima sebanyak 196 surat dengan 36 halaman lampiran. Karena tidak ada angka tertulis di dalam surat tersebut, pihaknya pun merasa kesulitan untuk berkomentar atau melakukan klarifikasi.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat