
Motivasi Alquran
Puasa Membangun Akhlak
Semua ibadah dalam Islam bermuara kepada pembangunan akhlak mulia.
DIASUH OLEH USTAZ DR AMIR FAISHOL FATH; Pakar Tafsir Alquran, Dai Nasional, CEO Fath Institute
Semua ibadah dalam Islam bermuara kepada pembangunan akhlak mulia. Dalam hal shalat, misalnya, Allah SWT menegaskan bahwa orang yang jujur menegakkan shalatnya tidak akan melakukan perbuatan keji dan mungkar (Innash shalaata tanhaa ‘anil fahsyaai wal mungkar) (QS al-Ankabut [29]: 45).
Zakat juga demikian. Bahwa dengan membayar zakat, seorang hamba akan membersihkan dirinya dari penyakit rakus dan dengki (Khudz min amwaalihim sadaqatan tuthahhiruhum wa tuzakkihim bihaa) (QS at-Taubah [9]: 103).
Begitu juga ibadah haji dikaitkan bahwa orang yang pergi haji tidak akan berkata-kata kotor, berbuat fasik, dan bertengkar (Faman faradha fiihinnal hajja fala rafatsa wa laa fusuuqa wa laa jidaala fil hajj) (QS al-Baqarah [2]: 197).
Khusus ibadah puasa dikatakan agar kamu bertakwa (La’allakum tattaquun). Maksudnya beraklak mulia. Ini sejalan dengan apa yang Nabi SAW deklarasaikan bahwa kehadirannya adalah untuk meyempurnakan akhlak manusia agar menjadi paling mulianya makhluk (Innamaa buitstu liutammima makaarimal akhlaaq) (HR Bukhari).
Karena itu tidak benar jika ada orang berkata, “Tidak perlu kita ibadah, yang penting akhlak kita baik."
Ada lagi yang mengatakan, “Jilbab itu tidak penting, yang penting hati kita baik."
Semua pernyataan tersebut lahir karena ketidakpahaman terhadap hakikat akhlak. Bahwa akhlak berbeda dengan adab sopan santun.
Semua pernyataan tersebut lahir karena ketidakpahaman terhadap hakikat akhlak. Bahwa akhlak berbeda dengan adab sopan santun. Akhlak tidak akan muncul tanpa iman dan ibadah kepada Allah SWT. Maka orang-orang yang tidak beriman tidak akan pernah bisa mencapai kemuliaan akhlak.
Bila dikatakan bahwa orang-orang di negeri sana sekalipun tidak beriman, akhlaknya baik-baik. Tentu ini pernyataan yang salah. Sebab, apa yang mereka perbuat bukan akhlak, tetapi sekadar adab dan sopan santun.
Akhlak merupakan manifestasi iman dan kepatuhan kepada Allah SWT. Namun, adab dan sopan santun bisa terjadi karena adat (kebiasaan), kepentingan dan tujuan dunia lainnya.
Seorang yang tersenyum, misalnya, kerena supaya dagangannya laku, itu namanya adab. Tetapi seorang yang tersenyum kerena kesadaran bahwa itu adalah sedekah, sebagaimana yang Nabi SAW sabdakan, “Tabassumuka liwajhi akhiika sadaqah” (HR Turmidzi), inilah akhlak.
Tidak bisa dikatakan akhlak mulia bagi orang yang berbakti kepada kedua orang tuanya dengan tujuan agar mendaptkan harta warisan lebih banyak. Kebalikannya, orang yang berbuat baik kepada kedua orang tuanya karena menaati perintah Allah SWT, “Wabil waalidaini ihsaanaa” (QS al-Baqarah [2]: 83), inilah yang disebut akhlak.
Memang akhlak bisa jadi baik atau buruk. Kata takwa dalam ayat puasa "la’allakum tattaquun" maksudnya adalah agar terjaga dari akhlak yang buruk. Sebab, Nabi SAW menjelsakan bahwa puasa seorang hamba bisa jadi tidak berpahala karena akhlaknya buruk.
Dari sini kita tahu bahwa baik tidaknya akhlak bergantung pada kuat tidaknya iman dan ibadah seorang hamba.
Dari sini kita tahu bahwa baik tidaknya akhlak bergantung pada kuat tidaknya iman dan ibadah seorang hamba. Bila imannya lemah, otomatis ibadahnya akan lemah. Lalu bisa dipastikan kondisi ini akan berpengaruh pada munculnya akhlak yang buruk.
Jika dikatakan ada orang tidak shalat, tidak berpuasa, tetapi akhlaknya baik? Itu bukan akhlak, tetapi adab dan sopan santun. Sebab, adab bisa dibuat-buat atau dipelajari. Sedangkan akhlak adalah kejujuran iman dan ibadah kepada Allah SWT.
Bila ditemukan bahwa ada seorang ahli ibadah, tetapi akhlaknya buruk, misalkan, ia seringkali melakukan tindakan KDRT, ini perlu dipertanyakan iman dan ibadahnya. Hal ini karena tidak mungkin iman dan ibadah yang kokoh akan melahirkan akhlak yang buruk.
Perhatikan hubungan antara iman (alladziina aamanuu), puasa (ashshiyaamu), dan takwa (la’allkum tattaquun) (QS al-Baqarah [2]: 183). Ini jelas bahwa takwa yang merupakan barometer akhlak mulia akan terjadi setelah terbukti seorang hamba benar-benar beriman dan melakukan ibadah dengan baik.
Sejarah Permulaan Penulisan Sirah
Penulisan biografi atau Sirah an-Nabawiyah menjadi perhatian para sarjana sejak abad-abad pertama Hijriyah.
SELENGKAPNYAKisah Yahudi Menjual Agama Demi Makanan
Demi keuntungan duniawi, para pendeta Yahudi ini mengingkari kebenaran agama.
SELENGKAPNYAVirus Negara Pancasila
Banyak perilaku anak bangsa yang sejatinya mengandung virus menggerogoti eksistensi negara Pancasila.
SELENGKAPNYA