ILUSTRASI Bintang simbol Yahudi. Pada zaman Nabi SAW, terdapat pendeta-pendeta Yahudi yang menjual kebenaran agama demi dunia. | DOK Pxhere

Kisah

Kisah Yahudi Menjual Agama Demi Makanan

Demi keuntungan duniawi, para pendeta Yahudi ini mengingkari kebenaran agama.

Kedudukan kaum alim tentunya berbeda daripada orang-orang awam. Sebab, kelompok tersebut lebih berilmu sehingga memiliki pemahaman yang lebih komprehensif mengenai suatu masalah.

Terlebih lagi, kalangan yang menguasai ilmu-ilmu agama, perannya sangat penting di tengah masyarakat. Tanpa teladan dan bimbingan mereka, umat bisa kehilangan arah atau bahkan menuju kesesatan, baik di dunia maupun akhirat.

Namun, berilmu tidak secara otomatis menjadikan seseorang suri teladan. Tidak sedikit pula orang-orang alim agama yang justru lebih bertujuan duniawi ketimbang ukhrawi. Bahkan, mereka yang sudah dikuasai hawa nafsu cenderung rela menggadaikan pengetahuan agamanya agar bisa meraih ambisi atau kepentingan pribadi.

 
Inilah kisah segolongan alim Yahudi yang begitu mudahnya menjual agama demi urusan perut mereka.
 
 

Inilah kisah segolongan alim Yahudi yang begitu mudahnya menjual agama demi urusan perut mereka. Orang-orang ini menguasai ilmu-ilmu kitab suci, tetapi justru menggunakannya untuk merebut hati musuh-musuh Allah.

Alquran menggambarkan keadaan mereka.

"Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Kitab (Taurat)? Mereka percaya kepada Jibt dan Thagut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Makkah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya daripada orang-orang yang beriman.

Mereka itulah orang-orang yang dilaknat Allah. Dan barangsiapa dilaknat Allah, niscaya engkau tidak akan mendapatkan penolong baginya." (QS an-Nisa: 51-52).

Diriwayatkan bahwa dari kawasan sekitar Madinah, datanglah serombongan pendeta Yahudi ke rumah Ka'ab bin al-Asyraf. Lelaki itu adalah seorang tokoh musyrik dari Bani Nadhir.

Ka'ab sesungguhnya bukanlah seorang Yahudi tulen. Darah Yahudi diperolehnya dari garis ayah. Adapun ibunya adalah seorang Arab dari kabilah yang tidak terlalu kuat. Bagaimanapun, ia tumbuh besar di lingkungan keluarga bapaknya, Bani Nadhir.

Ka'ab termasuk orang kaya di Madinah. Dengan status sosialnya itu, ia menyimpan iri dengki pada Nabi Muhammad SAW. Dalam pandangannya, Rasulullah SAW adalah pendatang yang tidak layak memimpin kota tempatnya tinggal.

Ka'ab menerima rombongan pendeta Yahudi ini dengan baik. Sesudah ramah tamah, barulah perwakilan tamu itu memberi tahu alasan kedatangan mereka. Yakni, meminta bantuan sang tuan rumah karena kampung tempat mereka tinggal sedang dilanda gagal panen; wabah kelaparan membayang di depan mata.

Sebelum bersedia memberikan bantuan, Ka'ab bertanya terlebih dahulu kepada mereka. "Wahai tuan-tuan, bagaimana pendapat kalian tentang lelaki yang baru saja datang ke kota ini (Muhammad)? Kabarnya, ia mengaku sebagai seorang nabi?"

Untuk sejenak, para tamu terdiam. Ka'ab pun meneruskan pertanyaannya.

"Sudahkah kalian mencocokkan tanda-tanda pada diri lelaki ini dengan keterangan dari kitab suci yang kalian baca?"

"Sepertinya ia memang seorang nabi," kata perwakilan para pendeta Yahudi ini, "karena memang tanda-tandanya ada pada dirinya. Mungkinkah engkau telah pula membacanya pada kitab (Taurat) tentang tanda-tanda nabi akhir zaman?"

"Aku tidak tahu," timpal Ka'ab.

"Ia memang hamba Allah dan Rasul-Nya," sambung pendeta Yahudi lainnya.

Mendengar perkataan mereka, Ka'ab berdiri dari tempat duduknya. "Sepertinya kalian tidak mau kebaikan bagi diri kalian? Tadinya, aku ingin sekali memberikan bantuan, makanan, dan uang, kepada kampung kalian. Namun, ya kalian justru enggan memperolehnya," kata dia.

Para pendeta itu melongo, berpandangan satu sama lain. Mengertilah mereka bahwa sang tuan rumah tidak suka pada jawaban jujur tentang kenabian Muhammad SAW.

Perwakilan mereka lalu membujuk Ka'ab, "Tunggu sebentar. Sebenarnya, kami pun masih ragu-ragu mengenai benar tidaknya ia (Muhammad) adalah utusan Allah. Kami akan mengecek ulang pada kitab kami dan bertemu dengannya."

Pulanglah para pendeta Yahudi ini dengan tangan hampa. Begitu sampai di kampung mereka, orang-orang alim ini lalu menulis sifat-sifat Nabi dalam suatu kitab. Sesudah itu, mereka mendatangi langsung Rasulullah SAW di Madinah.

Keesokan harinya, bergegaslah para pendeta Yahudi ini ke kediaman Ka'ab. "Wahai Tuan, tadinya kami mengira Muhammad benar-benar utusan Allah. Namun, setelah kami periksa lagi dalam catatan kami, ternyata sifat-sifatnya tidak sama. Jadi, dia bukan nabi," kata seorang pemimpin mereka, sembari menyodorkan catatan yang dimaksud.

Giranglah hati Ka'ab mendengarnya. Tanpa menunggu lama, bangsawan musyrik Madinah ini langsung memberikan banyak uang dan pasokan makanan untuk mereka.

Mengenai peristiwa ini, turunlah firman Allah Ta'ala.

"Sesungguhnya orang-orang yang memperjualbelikan janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga murah, mereka itu tidak memperoleh bagian di akhirat, Allah tidak akan menyapa mereka, tidak akan memperhatikan mereka pada hari Kiamat, dan tidak akan menyucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih." (QS Ali Imran: 77).

Perjalanan Panjang Menemukan Kebenaran

Inilah perjalanan panjang seorang sahabat Nabi SAW dalam menemukan kebenaran.

SELENGKAPNYA

Virus Negara Pancasila

Banyak perilaku anak bangsa yang sejatinya mengandung virus menggerogoti eksistensi negara Pancasila.

SELENGKAPNYA

Turunnya Hidangan dari Langit untuk Umat Nabi Isa

Sebagian umat Nabi Isa, al-Hawariyyun, meminta mukjizat turunnya hidangan dari langit.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya