
Motivasi Alquran
Ramadhan, Puasa, dan Takwa
Seorang hamba tidak akan pernah mancapai derajat takwa sampai ia berhasil mengambil jarak dari yang halal.
DIASUH OLEH USTAZ DR AMIR FAISHOL FATH; Pakar Tafsir Alquran, Dai Nasional, CEO Fath Institute
Surah al-Baqarah ketika menyebutkan kata ashshiyaam (puasa) tidak menyebutkan kata Ramadhan (yaa ayyuhalladziina aamanuu kutiba 'alaikumush shiyaam) (QS al-Baqarah [2]: 183). Hal ini karena sudah menjadi ketetapan dalam rukun Islam bahwa puasa wajib itu hanya di bulan Ramadhan.
Ini tampak dalam hadis yang menjelaskan rukun Islam dengan mengatakan "wa shaumu ramadhaan" (HR Bukhari-Muslim). Kata ashshiyaam atau ashshaum artinya alimsak (menahan), yakni menahan lapar, haus, dan segala larangan yang membatalkan puasa seperti melakukan hubungan suami istri, dan sebagainya.
Menariknya, ibadah puasa ini menahan diri dari apa yang sebenarnya dihalalkan karena pada hakikatnya makan dan minum serta melakukan hubungan suami istri itu adalah halal. Namun dengan puasa, ia menjadi terlarang dalam jangka waktu antara fajar sampai maghrib.
Dalam kondisi ini ada ujian kepatuhan. Seakan puasa mengatakan jika Anda bisa menahan diri dari yang halal pada saat berpuasa, apa alasan Anda untuk melakukan yang haram.
Dalam kondisi ini ada ujian kepatuhan. Seakan puasa mengatakan jika Anda bisa menahan diri dari yang halal pada saat berpuasa, apa alasan Anda untuk melakukan yang haram.
Dari sini kita mengerti pernyataan para ulama tentang takwa bahwa seorang hamba tidak akan pernah mancapai derajat takwa sampai ia berhasil mengambil jarak dari yang halal supaya semakin berhati-hati dari yang haram (la yakuunul ‘abdu minal muttaqiin hattaa yabta’ida ‘anil halaali liyakuuna ab’ada minal haraami).
Berdasarkan ini jelas mengapa redaksi ayat tentang puasa ditutup dengan pesan agar kamu bertakwa (la’allakum tattaquun). Ini menunjukkan bahwa tujuan utama berpuasa tidak saja semata ritual dengan cara menahan lapar dan haus sejak terbit fajar sampai terbenam matahari, tetapi lebih dari itu adalah untuk membangun akhlak dengan cara menjauhi segala bentuk dosa yang merusak tatanan kehidupan sosial.
Karena itu ada riwayat yang mengatakan bahwa tidak sedikit orang yang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali hanya lapar dan haus (rubba shaaimin laisa lahuu min shiyaamihii illal juu’u wal ‘athasy) (HR an-Nassai).
Ritual puasa tidak akan bermakna apa-apa bagi pelakunya jika dilaksanakan tanpa pembuktian dengan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
Maksudnya bahwa ritual puasa tidak akan bermakna apa-apa bagi pelakunya jika dilaksanakan tanpa pembuktian dengan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hadis lain, Nabi SAW menegaskan bahwa orang yang masih suka berbohong, menipu, korupsi, berzina, dan mabok-mabokan, Allah tidak butuh puasanya (man lam yada’ qaulaz zuuri wal ‘amala bihi falaisa lillaahi haajatun fii ay yada’a tha’aamahuu wa syaraabahu) (HR Bukhari).
Itulah mengapa Imam Al Ghazali dalam bukunya Ihya Ulumiddin membagi puasa dengan tiga tingkatan.
Pertama, puasa awam, maksudnya orang yang level puasanya sebatas menahan lapar dan haus serta menjaga kemaluan dari hubungan suami istri. Secara fikih puasa tersebut memang sah, tetapi terasa belum lengkap jika belum masuk ke level yang kedua, yaitu puasa khusus.
Dalam konteks ini seorang hamba tidak saja menahan diri dari lapar dan haus, tetapi di saat yang sama ia menjaga pandangan dari yang sia-sia apalagi yang haram, menjaga lidah dari ucapan dusta dan kotor.
Puncaknya adalah puasa level paling tinggi, yaitu lebih khusus lagi. Seorang hamba bukan saja melakukan level pertama dan kedua, tetapi juga menjaga hatinya dari niatan yang buruk dan penyakit hati seperti riya’, dengki, hasud, dan sebaginya.
Inilah hakikat takwa yang harus dicapai dalam ayat "la’allakum tattaquun." (QS al-Baqarah [2]: 183).
Nabi Musa Ingin Jadi Umat Rasulullah SAW
Nabi Musa mendapatkan informasi tentang keistimewaan umat Nabi Muhammad SAW.
SELENGKAPNYARiwayat Mush'ab bin Umair, Sang Duta Pertama
Inilah kisah seorang sahabat Nabi SAW, Mush'ab bin Umair, dalam membela agama Allah.
SELENGKAPNYAMenyambut Ramadhan dari Luar Angkasa
Al Neyadi bukanlah astronaut pertama yang merayakan Ramadhan di luar angkasa.
SELENGKAPNYA