
Nusantara
Dampak Panjang Debu Batu Bara di Marunda
Sisa debu batubara mengganggu kesehatan dan pendidikan anak-anak.
Oleh ZAINUR MAHSIR RAMADHAN
“Anak saya usianya dua bulan, semua kukunya lepas,” kata salah satu warga Rusun Marunda tower D3, Ratnawati (32 tahun) kepada Republika belum lama ini.
Anak ketiga Ratna itu adalah salah satu warga terdampak debu dan polusi batubara. Sejak mengandung, melahirkan hingga merawat Khanza (2 bulan) di rusun, Ratna hanya bisa memintanya untuk berdiam di dalam rumah.
“Dokter bilang itu karena debu, jadi diminta jangan keluar rumah dulu. Tapi dokter tidak tau, debu batubara masuk ke tempat tinggal saya lebih parah dibanding asap jalanan,” kata dia.
Tumbuh kembang anak pertama dan kedua Ratna di Rusunawa Marunda, tidak berbeda jauh. Berbagai gejala sesak nafas hingga luka hitam bekas garukan menjadi dampak yang umum.

Sebenarnya, penyempitan saluran pernapasan melalui paru-paru ini tidak hanya dialami anak-anak Ratnawati saja. Para orang tua, muda-mudi maupun lansia, termasuk Ratna, juga mengeluh hal yang sama.
Tarmidi (56) warga lainnya, pun demikian. Ihwal sesak nafas dan gatal yang dialami menjadi masalah satu-satunya, dia menyebut ada efek lain. “Mata terasa perih dan panas, udah berhari-hari konsumsi obat dokter, hasilnya sama aja,” kata Tarmidi.
Namun demikian, meski ada pemeriksaan di Puskesmas terdekat, dirinya masih enggan memeriksakan rontgen dan pengurusan yang lebih rinci ke pengobatan mutakhir rumah sakit. Alasannya, bukan hanya biaya, melainkan juga pengorbanan waktu untuk bekerja.
Sambil menunjukkan catatan kesehatannya, Tarmidi kecewa, tidak ada peran dari pemerintah sama sekali untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat ini. “Kami seperti masyarakat buangan,” kata Tarmidi.
Kami seperti masyarakat buangan.
Kendala pemeriksaan yang dialami para warga itu, nyatanya membuat penyakit dan keluhan ISPA maupun kulit di Jakarta Utara kurang disorot. Padahal, jika mengacu pada sumber polutan transportasi, asap dan pencemaran dari industri maupun debu batubara, seharusnya membuat Jakarta Utara menjadi salah satu daerah paling tinggi penderita pernapasan dan lainnya.
Dokter spesialis patologi anatomi RS Dharmais, Evlina Suzanna, mengamini dampak debu batubara terhadap kesehatan. Menurut dia, berbagai dampak dari aktivitas bongkar muat maupun pertambangan tidak bisa dihindari bagi warga dengan radius tertentu.
Evlina mempertanyakan data atau laporan yang dihimpun Dinas Kesehatan DKI Jakarta, yang hingga kini masih nihil. Dia merasa aneh jika tidak ada yang dilakukan Dinas Kesehatan DKI terhadap warga terdampak. “Partikel atau kepadatan debu itu berbeda, bisa berdampak ke mana-mana,” tutur Evlina.
Mengutip temuan Lembaga Kanker Nasional Amerika Serikat, paparan debu batubara terhadap manusia bisa melalui penghirupan, pencernaan dan penyerapan melalui kulit. Dengan berbagai cara tersebut, debu batubara bisa menimbulkan penyakit paru, termasuk silikosis, COPD, dan penyakit lainnya.
Awak media sempat mendatangi Puskesmas Cilincing, namun demikian, permintaan data penyakit rerata warga sekitar ditolak dan dialihkan ke Dinas Kesehatan DKI. Saat mencoba konfirmasi lebih jauh, Dinkes DKI maupun Sudin Kesehatan Jakarta Utara hingga kini belum memberikan komentar.
Meski demikian, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, Widyastuti, sempat mengatakan, tingkat pencemaran yang merugikan memang berdampak nyata pada pernapasan warga. Namun, dia menegaskan, jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan penyakit pernapasan lainnya di DKI sudah sesuai standar.
"Sejauh ini jumlahnya terkendali, dan itu menjadi patokan kami, terutama untuk anak-anak,” kata Widyastuti.
Ditanya data daerah dan jumlah pasien pernapasan di DKI selain Covid-19, pihaknya belum bisa memastikan. Alasannya, kata dia, perlu kajian lebih mendalam. Menurut Widyastuti, pemantauan masih berdasarkan kunjungan ke rumah sakit dan puskesmas.
"Terkait penderita, kita lihat menurut kelompok geografis. Selama ini sebaran penderita pernapasan di setiap wilayah DKI relatif sama," jelasnya.
Sejauh ini jumlahnya terkendali, dan itu menjadi patokan kami, terutama untuk anak-anak.
Memang sejak dibangun pada masa Fauzi Bowo pada 2008 lalu, Rusun Marunda dan kawasan ini seakan dihindari masyarakat Jakarta. Bukan hanya karena polusi, tapi kekhawatiran lalu lintas dan sulitnya akses yang dikenal warga sekitar sebagai Jalur Tengkorak (Cilincing-Marunda). Pada akhirnya, para warga gusuran era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang kini tinggal di sana.
Rusun Marunda, memang berdiri setelah ada perusahaan gabungan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN). Namun, selain digempur sisaan batubara, jalur ke dan dari Rusunawa juga menjadi tempat mondar-mandir truk tronton selama hampir 24 jam setiap hari.
Menurut Tarmidi, kematian karena kecelakaan di jalanan itu dipastikan selalu ada setiap bulan. Mengutip rekapitulasi kecelakaan yang terdata di Jakarta Utara sepanjang 2022 lalu, ada sekitar 742 kasus kecelakaan lalu lintas.
Dari jumlah itu, 135 jiwa meninggal dunia di Jakarta Utara. Tidak dirinci berapa jumlah kematian yang ada di Jalur Tengkorak. Kecelakaan yang ada, kata Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Wibowo kepada awak media akhir tahun lalu, melibatkan kendaraan roda dua, roda empat hingga truk dengan banyak roda.
Tarmidi mengatakan, dengan adanya dampak lingkungan, tidak hanya mempengaruhi kesehatan dan sosial secara langsung. Dampak keamanan hingga pendidikan warga sekitar, juga terganggu.
Satu-satunya sekolah dekat Rusunawa Marunda, Sekolah satu atap SD-SMP 290 menjadi saksi. Anak-anak yang sekolah di sana, terdampak secara langsung. Hampir setiap pekan, kata Tarmidi, anak-anak rusunawa selalu izin karena sakit atau keluhan klasik.
Wajar saja, sekolah itu sangat berdekatan dengan pabrik dan daerah PT KBN dengan sejumlah polusi yang dihasilkan.
Kepala Sekolah SMP Negeri 290 Jakarta, Kelik Munandar, mengkonfirmasinya. Ihwal ada perbaikan atau dukungan dari instansi pemerintah, penanganan lingkungan sangat minim.
2021 lalu sempat kirim proposal buat kebutuhan masker karena Covid-19 sama polusi, tapi nggak direspons sama sekali.
“2021 lalu sempat kirim proposal buat kebutuhan masker karena Covid-19 sama polusi, tapi nggak direspons sama sekali,” kata Kelik kecewa.
Merespon hal ini, Dinas Pendidikan DKI Jakarta mengatakan masih mencoba menggali lebih dalam kendala di lapangan itu. Mereka, masih belum memberi tanggapan lanjutan.
Tahun lalu, saat debu kian masif, warga Rusunawa Marunda melakukan pergerakan. Mereka berunjuk rasa dan terus memprotes pencemaran lingkungan. Setelah berbulan-bulan kemudian, DKI akhirnya menutup salah satu perusahaan yang ada di kawasan PT KBN, yaitu PT KCN, perusahaan patungan BUMN dan swasta di lingkup DKI Jakarta khusus bongkar muat batubara.
Penutupan dilakukan setelah Pemprov DKI mendapatkan temuan dalam Keputusan Kadis LH Jakarta Utara Nomor 21 Tahun 2022 tentang Pemberatan Penerapan Sanksi Administratif Pencabutan Keputusan Kepala Kantor Pengelola Lingkungan Hidup Kota Administrasi Jakarta Utara Nomor 56 Tahun 2014 Tanggal 28 Januari 2014 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Bongkar Muat oleh PT Karya Citra Nusantara. Keputusan ini ditandatangani pada 17 Juni 2022.

Gatal-gatal dan sesak nafas
PT KCN memang telah ditutup. Luka dari copot seluruh kuku Khanza juga sudah mengering, warga bisa bernapas lebih baik untuk sesaat. Namun masih ada aral yang melintang: setiap malam atau saat angin kencang kini warga Rusun Marunda kembali merasakan hal sama, kemudian merasakan gatal di semua bagian kulit dan sesak nafas.
Pengurus Forum Masyarakat Rusunawa Marunda (FMRM) Cecep Supriyadi mengatakan, data terbaru hingga awal bulan lalu menunjukkan penderita baru. Menurut dia, ada laporan penyakit sama yang dialami oleh 66 warga Rusunawa Marunda Blok D3.
“Balita sampai lima tahun jumlahnya 17 orang. Anak-anak 6-15 tahun 18 orang, remaja dua orang dan lansia 60-70 tahun enam orang,” kata Cecep.
Paling banyak, lanjut dia, usia dewasa 23 hingga 58 tahun sebanyak 23 orang. Gejala yang dialami, mulai dari sesak nafas, iritasi kulit hingga operasi kornea.
“Tapi yang udah operasi itu tidak mau terus ditanya atau bilang ke media,” keluh Cecep sambil mengingat penyebabnya karena debu. Menurutnya, data yang ada hanya sementara, dan diperkirakan masih akan terus bertambah.
“Data kami dapatkan secara door to door untuk bertanya langsung kepada warga,” jelas dia.
Data kami dapatkan secara door to door untuk bertanya langsung kepada warga.
Menanggapi silang sengkarut polusi udara di wikayah Jakarta utara, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI Jakarta, Nurjaman, mengatakan, pihaknya sempat menolak dan meminta agar penutupan PT KCN dipertimbangkan.
Pasalnya, jika keberlangsungan usaha dipertahankan, menjadi keuntungan tersendiri bagi para pekerja khususnya asal Jakarta utara. “Harapan kami dari Apindo, sebaiknya dicari solusi bagaimana agar semua bisa berjalan,” kata Nurjaman.
Dia meminta agar Pemprov DKI bisa memfasilitasi usaha yang seharusnya tetap berjalan, meski sudah resmi ada pencabutan izin PT KCN. Dia menambahkan, PT KCN sebagai perusahaan transit bongkar muat batubara dari kiriman asal Kalimantan hingga Sumatera, untuk disebar ke berbagai daerah, sehingga keterlibatan PT KCN menjadi penting di dunia usaha.
“Pemerintah harus hadir dan memberi solusi bagi kelangsungan usaha dan warga,” tutur dia.
Lalu, bagaimana respon pemerintah DKI? Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, sempat menyoroti persoalan debu batubara yang kembali mencemari lingkungan rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) di Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Menurut dia, hal itu telah dikoordinasikan dengan jajarannya untuk ditindaklanjuti.

“Itu saya minta Pak Wali Kota tiga hari yang lalu untuk bisa memfasilitasi,” kata Heru dalam keterangannya beberapa waktu lalu.
Dia mengakui, hal itu memang berdampak jelas pada lingkungan. Heru menegaskan, pihaknya akan meminta lebih jauh penanganan debu di Marunda. “Ya, harus diperbaiki. Harus ada catatan khusus dari Dinas Lingkungan Hidup DKI ke perusahaan yang bersangkutan,” tuturnya.
Meski demikian, dirinya menyebut bahwa PT Karya Citra Nusantara (KCN) Marunda yang sudah ditutup karena pencemaran udara, bisa dibuka kembali. Asalkan, berbagai persyaratan yang diminta DLH dipenuhi.
Dikonfirmasi terpisah, jajaran DLH DKI enggan menanggapi kembalinya debu batubara setelah mereka mendapatkan izin operasi PT KCN. Mereka, menolak pertanyaan Republika menyoal masifnya debu yang kini kembali menggangu kesehatan warga Marunda dan sekitarnya.
Pemerintah harus hadir dan memberi solusi bagi kelangsungan usaha dan warga.
Padahal, pada akhir tahun lalu, DLH DKI sudah mengeluarkan rilis mengenai perusahaan di wilayah PT KBN terkait penggunaan bahan bakar batubara. Dalam hasil pemantauan Kualitas Udara di Kawasan Marunda oleh DLH DKI tertanggal 22 Desember 2022, dilakukan pengukuran kualitas udara menggunakan Stasiun Pemantauan Kualitas Udara (SPKU) berpindah atau mobile milik DKI.
Secara rinci, pada 3-14 November 2022 pemantauan dilakukan di Kawasan KCN, dan 3-12 Desember di Rusun Marunda, Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) ada di kondisi ‘baik’ selama tiga hari. Sedangkan Sembilan hari sisanya di KCN berstatus ‘sedang’ dengan polutan dominan 66,7 persen dari SO2 dan 33,3 persen.
Sedangkan di rusun, lima hari berstatus ‘baik’ dan lima sisanya ‘sedang’. SO2, diakui DKI berasal dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara.
Penghuni rusun Marunda, dan salah satu pendamping warga setempat, Jeni Alpiani (30) mengatakan, keluhan warga tidak akan terhenti meski PT KCN (perusahaan bongkar muat batubara) ditutup beberapa bulan lalu. Pihaknya menuntut, agar ada perbaikan lingkungan bagi kelangsungan hidup warga.
Namun kekhawatiran dampak ke depannya bagi warga Rusun Marunda, Marunda Kepu dan Marunda Pulo akan terus menghantui.
Berkah Bunga Para Peziarah
Mereka duduk di pedestrian yang di sekelilingnya dipenuhi dengan bunga tabur.
SELENGKAPNYADua Janji Rasulullah untuk Suraqah
Inilah dua janji Rasulullah SAW untuk Suraqah bin Malik yang kemudian jadi nyata.
SELENGKAPNYABersama Ulama Bandung, BPKH Sosialisasikan Dana Haji ke Umat
MUI dukungan transparansi yang digelorakan BPKH
SELENGKAPNYA