
Liputan Khusus
Secercah Cahaya untuk Pemuda Irak
20 tahun setelah perang para pemuda siap membenahi Irak
Oleh LINTAR SATRIA
Pada suatu malam baru-baru ini di pinggir Sungai Tigris sekelompok pemuda dan pemudi Irak mengenakan celana jins dan sepatu kets menari dengan bahagia di depan rapper lokal. Dunia yang jauh dari teror yang mengikuti invasi Amerika Serikat dua puluh tahun yang lalu.
Kehidupan di ibukota Irak semarak, warga menikmati kedamaian yang langka dalam sejarah modern negara itu. Pasar buku padat oleh pengunjung. Pemuda kaya memamerkan mobil mereka. Gedung-gedung mewah dibangun di atas lahan yang pernah dijatuhi bom.
Presiden Amerika Serikat (AS) George W Bush menggambarkan invasi ke Irak sebagai upaya membebaskan rakyat Irak, menggulingkan diktator yang sudah berkuasa selama seperempat abad. Tapi juga memecah belah persatuan negara di jantung Arab.
Dari 2003 sampai 2019 sekitar 300 ribu warga Irak tewas dalam invasi itu termasuk lebih dari 8.000 personel militer, kontraktor dan warga sipil AS. Separuh dari populasi Irak saat ini belum cukup umur untuk mengingat masa pemerintahan Saddam Hussein.

Kini banyak pemuda-pemudi Irak yang menyesalkan kekacauan setelah jatuhnya Saddam. Tapi juga banyak yang mengharapkan kebebasan dan kesempatan. Di ruang tamunya, Presiden Irak Abdul Latih Rashid yang dilantik bulan Oktober lalu mengatakan masa depan Irak akan gemilang.
Menurutnya persepsi Irak sebagai negara yang hancur oleh perang sudah menghilang. Kini Irak kaya dan damai. "Bila anak-anak muda sedikit bersabar, saya pikir kehidupan akan berubah drastis di Irak," katanya, Kamis (16/3).
Sebagian warga Irak tidak terlalu berharap. Percakapan dimulai dengan kepahitan bagaimana AS meninggalkan Irak dalam kehancuran. Tapi anak-anak muda Irak siap untuk mengubah masa depan.
Safa Rashid, seorang penulis mendiskusikan politik dengan teman-temannya di sebuah kedai kopi di distrik Karada, Baghdad. Pria berusia 26 tahun itu mengatakan setelah invasi Irak hancur, kekerasan di mana-mana. Kini ia dan teman-teman sepemikiran dapat berbicara bebas tentang solusinya.
"Saya pikir anak muda mencoba untuk mengatasi situasi ini," kata Rashid.

Seorang aktivis politik dan mahasiswa doktoral Noor Alhuda Saad mengatakan generasinya memimpin unjuk rasa mengecam korupsi, menuntut layanan yang lebih baik dan pemilihan umum yang lebih inklusif. Menurutnya anak muda Irak tidak akan berhenti sampai negara mereka lebih baik.
Tembok-tembok yang hancur oleh bom kini digantikan papan-papan billboards, restoran, kafe, dan pusat perbelanjaan. Sebagai kota yang dihuni 7 juta orang Baghdad kota terbesar kedua di Timur Tengah, jalannya penuh dengan pertokoaan.
Masih terjadi beberapa bentrokan di utara dan barat Irak dengan anggota ISIS yang tersisa. Tapi itu hanya salah satu masalah Irak. Masalah lain yang cukup pelik adalah korupsi. Hasil audit tahun 2022 menemukan jaringan mantan pejabat dan pengusaha mencuri 2,5 miliar dolar AS.
Pada tahun 2019 dan 2020 anak muda Irak menggelar unjuk rasa anti korupsi dan buruknya layanan pemerintah. Setelah 600 orang tewas oleh pasukan pemerintah dan milisi, parlemen sepakat untuk menggelar pemilihan umum yang membuka pintu ke lebih banyak kelompok untuk berbagi kekuasaan.

Saat matahari terbenam di Fallujah, kota utama wilayah Anbar yang pernah menjadi pusat kegiatan al-Qaeda di Irak dan kemudian dikuasai ISIS, tiga remaja berusia 18 tahun berjalan di bawah jembatan Sungai Efrat. Pulang dari sekolah untuk makan siang.
Pada tahun 2004 jembatan itu saksi bisu peristiwa mengerikan. Empat warga AS yang bekerja sebagai kontraktor militer Blackwater diserang, jasad mereka diseret di jalan dan kemudian digantung. Para remaja berusia 18 tahun mendengar kisah itu dari keluarga mereka.
Satu orang ingin menjadi pilot, dua lainnya ingin menjadi dokter. Mereka fokus mendapatkan nilai yang bagus.
Kini Fallujah berkilau dengan apartemen-apartemen, rumah sakit, taman hiburan, dan tempat jalan kaki. Namun petugas khawatir membiarkan wartawan Barat berkeliaran tanpa pengawalan. Menandakan masih ada ketidakpastian.
"Kami kehilangan banyak, hampir seluruh anggota keluarga," kata imam masjid Dr. Huthifa Alissawi mengenang masa perang. Kini ia menikmati keamanan. "Bila tetap seperti sekarang, ini sempurna," katanya.
Kota Sadr yang berisi warga kelas pekerja di timur Baghdad, dihuni lebih dari 1,5 juta orang. Di jalanan yang tercemar polusi, dua orang teman memiliki toko bersebelahan, Haider al-Saady tukang tambal ban dan Ali al-Mummadwi yang menjual kayu.
Para pria berusia 28 dan 22 tahun itu mencemooh janji presiden Irak mengenai kehidupan yang lebih baik. "Itu cuma omongan," kata al-Saady. Rekannya sepakat. "Saddam seorang diktator, tapi kehidupan rakyat lebih baik, lebih damai," katanya.
Rapper Khalifa OG menggunakan kesulitan hidup dan menyindir pihak berwenang dalam liriknya, tapi ia tidak sepenuhnya politis. Lagu yang ia bawakan di pinggir Sungai Tigris mengejek "syeikh" yang memiliki kekuasaan di Irak yang baru lewat kekayaan dan koneksi.

Abdullah Rubaie yang berusia 24 tahun tidak bisa menahan kegembiraannya. "Kedamaian jelas mempermudah pesta-pesta seperti ini," katanya.
Saudara tirinya Ahmed Rubaie sepakat. "Kami sudah mengalami banyak rasa sakit, itu harus berhenti," katanya. Anak-anak muda ini mengatakan kebencian sektarian adalah masalah lalu. Mereka tidak takut agar suara mereka didengar.
Mohammed Zuad Khaman, 18 tahun, bekerja keras di kafe keluarganya di lingkungan kumuh di Baghdad. Ia membenci kekuasaan milisi karena menghalangi karir olahraganya. Khaman seorang pemain sepak bola tapi ia mengatakan tidak bisa bermain di klub amatir Baghdad, ia tidak "cocok" dengan geng-geng yang dekat dengan milisi.
"Andaikan saya bisa ke London, saya akan memiliki kehidupan yang berbeda," katanya.

Irak yang baru lebih menjanjikan bagi anak muda berpendidikan seperti Muammel Sharba, yang berusia 38 tahun. Dosen di Middle Technical University di Baquba yang pernah hancur oleh perang, itu meninggalkan Irak ke Hungaria untuk mendapatkan gelar doktoralnya.
Ia baru pulang tahun lalu, awalnya ia hanya ingin memenuhi kewajibannya pada universitas lalu kembali ke Hungaria. Sharba menjadi pengendara sepeda di Hungaria tapi tidak pernah membayangkan dapat menikmati hobinya di Irak.
Kini ia menemukan komunitas sepeda. Ia juga menyadari teknologi semakin canggih dan birokrasi berkurang. Kini ia berencana untuk tetap tinggal di Irak.
"Saya pikir negara-negara Eropa tidak seperti selalu seperti yang sekarang, saya yakin mereka perlu melewati tahapan-tahapan ini juga," katanya.
Meninggal di Hari Jumat Terlindung dari Azab Kubur?
Permasalahan soal keutamaan orang yang wafat pada hari Jumat berkutat pada takhrij hadis dari Imam Tirmidzi
SELENGKAPNYAKala Paman Nabi Meminta Hujan
Paman Nabi Muhammad SAW, Abbas, berdoa meminta hujan kala paceklik melanda era Khalifah Umar.
SELENGKAPNYAWawan dan Gereja Diminta Berdamai
Wawan jadi tersangka setelah membubarkan peribadatan jemaat gereja.
SELENGKAPNYA