
Ekonomi
Penerimaan Pajak Barang Mewah dan PPN Tumbuh Pesat
APBN mencatatkan surplus Rp 131,8 triliun.
JAKARTA -- Kementerian Keuangan melaporkan realisasi penerimaan pajak hingga Februari 2023 masih cukup kuat di tengah berbagai dinamika global. Pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mencatatkan pertumbuhan tertinggi.
Nilai penerimaan pajak secara keseluruhan tercatat sebesar Rp 279,98 triliun atau mencapai 16,3 persen dari target tahun ini sebesar Rp 1.718 triliun. Menteri keuangan Sri Mulyani mengatakan, realisasi tersebut tumbuh 40,35 persen dibandingkan Februari 2022.
Penerimaan pajak terdiri atas pajak penghasilan (PPh) non migas yang nilainya mencapai Rp 137,09 triliun atau 15,69 persen dari target. "Capaian tersebut (Pph nonmigas) dibandingkan periode yang sama tahun lalu tumbuh 24,35 persen," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (14/3).
Kemudian, realisasi penerimaan PPN dan PPnBM juga mengalami peningkatan. Nilainya mencapai Rp 128,27 triliun, tumbuh signifikan sebesar 72,87 persen dibandingkan Februari 2022 (yoy). Adapun penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak lainnya telah mencapai Rp 1,95 triliun atau sudah terealisasi 4,87 persen dari target. Realisasi ini tumbuh 29,33 persen (yoy).
Akan tetapi, penerimaan dari Pph minyak dan gas mengalami kontraksi 6,36 persen dengan nilai sebesar Rp 12,67 triliun atau 20,62 dari target. "Ini yang mengalami koreksi dan kita harus perhatikan secara seksama adalah PPh migas. Ini karena kita punya lifting menurun dan dalam hal ini harga minyak dunia turun," kata dia.
Sri mengatakan, kinerja penerimaan pajak yang dinilai baik pada dua bulan pertama ini dipengaruhi harga komoditas yang masih tinggi dibandingkan Januari-Februari 2022. Selain itu, aktivitas ekonomi juga terus membaik dan berkat adanya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
"Ketiga faktor ini memberikan pertumbuhan penerimaan pajak sangat baik. Kita tentu tetap mewaspadai meski sampai Februari ini sangat bagus. Sebab situasi dunia tidak dalam kondisi yang stabil dan baik," kata Sri.
Tumbuhnya penerimaan pajak berdampak positif terhadap kinerja Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN). APBN pada Februari 2023 tercatat mengalami surplus Rp 131,8 triliun. Surplus diperoleh karena pendapatan negara berhasil melampaui dari belanja negara yang dikeluarkan dalam dua bulan pertama tahun ini.
Pendapatan negara hingga akhir Februari 2023 mencapai Rp 419,6 triliun, tumbuh 38,7 persen (yoy). Sementara itu, realisasi belanja negara tercatat Rp 287,8 triliun atau hanya naik 1,8 persen yoy. "Jadi APBN kita masih surplus secara total," katanya.
Sri menjelaskan, pendapatan negara mencapai Rp 419,6 triliun setara dengan 17 persen dari target pendapatan negara tahun ini. Adapun realisasi pendapatan tersebut terdiri atas penerimaan perpajakan Rp 332 triliun dan penerimaan negara bukan pajak Rp 86,4 triliun.
Adapun untuk belanja negara sebesar Rp 287,8 triliun setara 9,4 persen dari target belanja tahun ini. Sri mendata, belanja negara terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp 182,6 triliun serta transfer ke daerah sebesar Rp 105,2 triliun.
"Itu adalah situasi APBN sampai Februari yang kondisinya jauh lebih kuat dibandingkan Januari dan Februari tahun lalu dilihat dari posturnya, baik penerimaan dan belanja," kata Sri.
Melihat perkembangan APBN dalam dua bulan pertama tahun ini, Sri menilai prospek ekonomi domestik secara umum masih cukup kuat. Itu terlihat dari geliat industri yang dicerminkan PMI Manufaktur dalam level ekspansi di atas 50 poin dalam 18 bulan terakhir.
Menkeu menambahkan, Indeks Keyakinan Konsumen hingga Februari 2023 berada pada level tinggi sebesar 122,4 poin. "Ini bagus menjelang bulan puasa dan Lebaran," ujarnya.
Anggaran bansos
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata dalam kesempatan yang sama mengatakan, Kementerian Keuangan menyiapkan alokasi anggaran sebanyak Rp 7,9 triliun untuk membagikan bantuan sosial beras selama bulan Maret-Mei 2023. Pemberian bansos tersebut merespons kenaikan harga saat ini sekaligus untuk mengendalikan laju inflasi pangan.
Isa mengatakan, bansos beras tersebut akan diberikan kepada 21,35 juta keluarga penerima manfaat yang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Beras tersebut akan diberikan melalui Perum Bulog menggunakan cadangan beras pemerintah (CBP). Setiap keluarga akan mendapatkan beras sebanyak 10 kilogram per bulan.
"Nanti, setelah dibagikan oleh Bulog, mereka akan menagihkan kepada APBN, perkiraan kami (anggarannya) sekitar Rp 7,8 triliun-Rp 7,9 triliun, termasuk ongkos untuk membagikannya," kata Isa.

Selain membagikan bansos beras, pemerintah akan membagikan bantuan pangan berupa ayam karkas dan telur kepada keluarga dan balita atau anak yang berpotensi stunting selama tiga bulan, mulai Maret hingga Mei.
Jumlah penerima bantuan ayam dan telur diperkirakan sekitar 2,1 juta keluarga yang mengacu kepada data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). "Perkiraan sementara akan ditagihkan kepada APBN untuk ayam dan telur, termasuk distribusinya sekitar Rp 460 miliar untuk tiga bulan," kata Isa.
Praksisme Pancasila (II)
Negara Indonesia memang sarat dengan situasi yang serba-antagonistik.
SELENGKAPNYAHonorer Batal Penempatan Dijanjikan tak Perlu Tes pada 2023
Pemerintah diminta tidak memberikan harapan palsu kepada para guru honorer.
SELENGKAPNYAPejuang AI dan Konser Black Pink
Manusia yang begitu cerdas bisa tersingkir dan bahkan punah oleh mesin-mesin ciptaannya sendiri.
SELENGKAPNYA