Opini
Menyoal Rangkap Jabatan Komisaris
Praktik pejabat menjadi komisaris BUMN bukan saja berasal dari Kemenkeu.
ROZIQIN; Dosen Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia dan Doktor Hukum dari Zhejiang University Tiongkok
Kasus penganiayaan oleh Mario Dandy Satriyo terhadap David Ozora Latumahina berimbas ke mana-mana. Kekayaan ayah Mario dan para pejabat Direktorat Jenderal Pajak menjadi sorotan. Termasuk kemudian soal rangkap jabatan pegawai Kemenkeu sebagai komisaris di BUMN.
Terkait kasus rangkap jabatan, saya tidak sependapat dengan tanggapan juru bicara Kemenkeu, Yustinus Prastowo, yang menganggap rangkap jabatan pegawai Kemenkeu sebagai komisaris BUMN adalah hal wajar.
Meski hal itu sudah terjadi sejak lama, kita tidak perlu membenarkan sesuatu yang salah. Benar Kemenkeu merupakan ultimate shareholder di BUMN. BUMN dibentuk dengan peraturan pemerintah dan modal dasar BUMN berasal dari penyertaan modal negara serta negara sering turun tangan membantu penyertaan modal negara kemudian hari agar BUMN lebih sehat.
Untuk itu, Kemenkeu berkepentingan untuk mengawasi agar BUMN sehat. Namun, perlu diingat, sesuai UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, komisaris bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi dalam kegiatan pengurusan perseroan.
Kalau komisaris bekerja dengan benar, tidak ada lagi atau sedikit sekali BUMN merugi.
Artinya, kalau komisaris bekerja dengan benar, tidak ada lagi atau sedikit sekali BUMN merugi. Kenyataannya, meski pejabat Kemenkeu menjadi komisaris, kerugian BUMN sering terjadi. Pengawasan BUMN sebenarnya juga menjadi tupoksi tersendiri dari Kementerian BUMN.
Kalaupun pejabat Kemenkeu benar-benar mengawasi BUMN sebagai komisaris, artinya ada dua kementerian yang pekerjaannya tumpang tindih, Kementerian BUMN dan Kemenkeu.
Ketika para pejabat Kemenkeu menjadi komisaris karena jabatannya, maka seharusnya gaji mereka berasal dari salah satu instansi, BUMN atau Kemenkeu, tidak boleh rangkap. Sebab, pekerjaan mereka menggunakan waktu yang sama, di jam kerja.
Sesuai Pasal 89 UU BUMN, BUMN dilarang memberikan atau menawarkan atau menerima baik langsung maupun tak langsung, sesuatu yang berharga kepada pejabat pemerintah untuk memengaruhi atau sebagai imbalan atas apa yang telah dilakukannya dan tindakan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Yang terjadi justru pejabat pemerintahnya diikutkan sebagai komisaris agar tidak dianggap gratifikasi. Namun, ujungnya tetap sama, pasti pemberian gaji dan tunjangan komisaris akan memengaruhi pengambilan keputusan dari pejabat pemerintah.
Sesuai Pasal 28 UU BUMN dan penjelasannya, komisaris harus bertindak independen, tidak boleh mempunyai kepentingan yang dapat mengganggu kemampuannya melaksanakan tugasnya secara mandiri dan kritis dalam hubungan satu sama lain dan terhadap direksi.
Bagaimana bisa independen bila pejabat yang seharusnya mengawasi, justru menerima gaji dari BUMN yang diawasi. Demikian pula, Pasal 28 mensyaratkan komisaris untuk dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya.
Kalau pejabat Kemenkeu sudah sibuk, sudah tidak perlu lagi diberi tugas sebagai komisaris. Masih banyak ahli lain yang bisa memenuhi kriteria sebagai komisaris.
Kalau pejabat Kemenkeu sudah sibuk, sudah tidak perlu lagi diberi tugas sebagai komisaris. Masih banyak ahli lain yang bisa memenuhi kriteria sebagai komisaris. Kalau pejabat Kemenkeu tidak sibuk, sebaliknya tidak perlu diberi gaji tinggi.
Pasal 33 UU BUMN dan penjelasannya, melarang komisaris merangkap jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan.
Larangan perangkapan jabatan agar anggota komisaris benar-benar mencurahkan segala tenaga dan pikirannya dan/atau perhatian secara penuh pada tugas, kewajiban, dan pencapaian tujuan perseroan serta menghindari timbulnya benturan kepentingan.
PR selanjutnya perubahan UU BUMN. Selama ini, BUMN banyak “atasan”, mulai dari Kementerian BUMN, Kemenkeu, hingga kementerian teknis. Praktik pejabat menjadi komisaris bukan saja berasal dari Kemenkeu, melainkan juga dari berbagai kementerian lain, termasuk Polri/TNI.
Dengan demikian, potensi konflik kepentingan menjadi sangat rentan. Perseroan yang seharusnya bertugas mencari untung, kemudian justru sering menjadi sumber biaya. Sesuatu yang patut disayangkan!
Semua Menunggu Bu Mega
Koalisi Perubahan akan mendeklarasikan Anies secara resmi sebelum Ramadhan.
SELENGKAPNYAMencintai Fitnah, Membenci al-Haq
Seorang sahabat mengucapkan bahwa dirinya condong pada fitnah dan tak menyukai al-haq.
SELENGKAPNYA