
Kabar Utama
Alarm Bahaya Kekerasan Remaja
Pemerintah didesak menangani kekerasan remaja.
Oleh SHABRINA ZAKARIA, RIZKY SURYARANDIKA
Mulanya hanyalah tantangan lewat media sosial Instagram. Namun, ujungnya tak sepele. Nyawa seorang remaja di Bogor hilang dan menimbulkan duka bagi keluarganya.
Demikianlah sementara kesimpulan kepolisian soal aksi pembacokan terhadap pelajar SMK di Simpang Pomad, Kota Bogor. Pelaku disebut memilih korbannya secara acak setelah mendapat tantangan dari seseorang di Instagram.
Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol Bismo Teguh Prakoso mengungkapkan, tantangan tersebut datang pada Senin (6/3), empat hari sebelum kejadian penyerangan Arya Saputra (16 tahun) di Simpang Pomad pada Jumat (10/3).

“Pelaku terprovokasi berupaya untuk membalas (tantangan), dengan melakukan tindakan pidana tersebut ke sasaran acak. Saat itu, korban terkena senjata tajam,” kata Bismo di Mako Polresta Bogor Kota, Selasa (14/3).
Bismo menjelaskan, dari informasi yang didapatnya, konflik antarsekolah pelaku dan sekolah korban memang sudah terjadi sejak waktu yang lama. Pelaku kemudian menyasar korban dengan melihat ciri dari warna celana seragam sekolah korban.
Lebih lanjut, kata Bismo, saat itu korban seusai menjalankan ujian sedang berjalan melintasi Simpang Pomad bersama temannya. Kemudian tiga pelaku yang berbonceng menggunakan satu sepeda motor melaju dari arah Cibinong ke Kota Bogor, meneriaki dan menebas leher korban menggunakan golok sepanjang sekitar 80 sentimeter.

“Korban sempat jalan beberapa meter sebelum akhirnya terjatuh. Sehingga korban meninggal dunia terkena bagian leher. Kemudian ada ambulans lewat dan dibawa ke rumah sakit,” katanya.
Bismo menambahkan, orang yang menantang pelaku melalui Instagram sempat dicari oleh para pelaku. Namun, tidak ditemukan. “Akan kami dalami (apakah pelaku ikut ilmu tertentu agar jadi jagoan), tentunya bagaimana agar hal ini bisa dicegah,” ujarnya.
Sebelumnya, diberitakan seorang pelajar SMK Bina Warga bernama Arya Saputra meninggal bersimbah darah di Jalan Raya Jakarta-Bogor, Kelurahan Ciparigi, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, pada Jumat (10/3). Korban tewas seusai disabet menggunakan pedang oleh pelajar lain saat tengah menyeberang di lampu merah Simpang Pomad.

Dua pelaku berinisial MA (17 tahun) dan SA (18) telah ditangkap polisi. Keduanya berperan sebagai pengendara sepeda motor dan pembuang barang bukti senjata tajam. Sementara, pelaku utama berinisial ASR (17) masih dalam pengejaran polisi.
Kejadian itu menambah panjang rentetan kekerasan oleh remaja yang menjadi-jadi belakangan. Tak hanya melukai orang lain, di Bengkulu sebanyak 52 siswi SMP kedapatan menyayat diri sendiri diduga akibat terpengaruh unggahan di media sosial.
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar mengatakan, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) telah mendampingi para pelajar SMP di Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu, tersebut. "Rata-rata SMP. Indikasinya dua hal, self harm, dan terpengaruh atau terinspirasi media sosial," kata Nahar.
Alarm bahaya
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti maraknya kasus kekerasan remaja dan anak di berbagai wilayah Indonesia. KPAI memandang hal ini menjadi pengingat akan pentingnya upaya pencegahan.

Berdasarkan data KPAI sepanjang 2022, terdapat 502 kasus anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis atau tertinggi kedua setelah kasus anak menjadi korban kejahatan seksual (834 kasus).
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan fisik dan/atau psikis kepada anak, di antaranya pengaruh negatif teknologi dan informasi, permitivitas lingkungan sosial-budaya, lemahnya kualitas pengasuhan, kemiskinan keluarga, tingginya angka pengangguran, hingga kondisi perumahan atau tempat tinggal yang tidak ramah anak.
"Memang ada kecenderungan masyarakat kita hari ini tentang kekerasan fisik ini begitu tinggi, besar ya. Sehingga ini menjadi alarm yang sudah berbunyi sangat keras untuk kita lakukan langkah-langkah pencegahan, langkah-langkah akurat hingga penanggulangan," kata Ketua KPAI Ai Maryati Solihah kepada Republika, akhir pekan lalu.
KPAI terus mendorong peran keluarga, aparat penegak hukum, ketua RT/RW, dan masyarakat dalam menyelesaikan masalah ini. KPAI mengajak semua pihak meningkatkan kesadaran dan pemahamannya terkait kenakalan remaja yang menjurus aksi kriminal.

"Kenakalan remaja tawuran itu perilaku yang sejak orang tua kita sekolah zaman dulu pun banyak, tapi eskalasinya kok hari ini seperti percikan api. Seperti korek api yang sangat mudah sekali dipercik dilakukannya," ujar Maryati.
Maryati mengamati anak pada masa saat ini tak lagi sekedar menggunakan kekerasan untuk menunjukkan jati. Mereka bahkan siap membunuh lawan untuk membuktikan diri.
"Tingkatannya itu bukan duel satu lawan satu seolah ingin jadi jagoan, nggak begitu lagi. Tapi ingin menghabisi seseorang ingin merampas nyawa seseorang. Jadi, eskalasinya itu sangat luar biasa," kata Maryati.

Pada titik ini, Maryati memandang aksi kekerasan remaja tak lagi bisa disebut kenakalan remaja. "Ini yang saya soroti sebagai kenakalan remajanya mengarah pada praktik melawan hukum ya," kata Maryati.
KPAI mendorong pemerintah menguatkan program berbasis anak. Mereka mesti dipandang sebagai objek pembangunan sehingga dilibatkan dalam perkembangan wilayahnya, seperti disertakan dalam Musrembang.
Dengan demikian, anak punya penyaluran positif. "Jelas ini problem besar gitu ya. Pemerintah harus betul-betul memiliki kepedulian tinggi," ujar Maryati.
Masjid Turki Utsmani Ditutup, Gereja Tua Bebas Berdiri
Yunani dinilai gagal mematuhi timbal balik dalam mengamankan hak-hak keagamaan komunitas Muslim.
SELENGKAPNYAMasjid UI dan Sepinya Kajian Keislaman
Dia mengharapkan Masjid UI bisa kembali menjadi pemersatu sekaligus payung besar gerakan dakwah di kampus.
SELENGKAPNYA