
Resonansi
Apakah Empati dan Rasa Kemanusiaan Sudah Mati Suri?
Setidaknya ancaman hukum pasti memotivasi seseorang bertindak lebih bijak dan hati-hati.
Oleh ASMA NADIA
Sekali lagi terjadi. Kurnaesih (39 tahun), seorang ibu hamil diduga meninggal dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Bandung setelah gagal mendapatkan layanan perawatan intensif di RSUD Ciereng Subang. Tentu saja pilu membayangkannya.
Perempuan itu --dalam pergulatan antara hidup dan mati yang biasa dihadapi setiap ibu hamil menjelang melahirkan, terlebih pada usia yang tidak lagi ideal-- harus menempuh perjalanan Subang-Bandung yang berjarak 123 km.
Sungguh perjuangan luar biasa dalam mempertahankan kehidupan dirinya dan bayi dalam kandungan. Juju Junaedi, sang suami, sebagaimana diungkap kantor berita Antara, menyampaikan istrinya hendak melahirkan pada Kamis (16/2/2023) karena kandungan telah berusia sembilan bulan.
Namun, sang istri mengalami demam serta kejang-kejang sehingga dibawa ke puskesmas (seterusnya karena tidak bisa tertangani) maka dirujuk ke RSUD. Dia pun mengaku istrinya masih diterima di ruangan IGD RSUD Subang.
Namun, ketika dialihkan ke ruangan Ponek (pelayanan gawat darurat bagi ibu melahirkan dan bayi baru lahir), Juju mengatakan pihaknya mendapat penolakan. Sempat diberitakan sang ibu ditolak rumah sakit karena tak mempunyai rujukan dari puskesmas, hingga meninggal.
Berita tersebut kemudian disanggah. "Ada miskomunikasi sehingga masalah itu terjadi. Mungkin penyampaian informasi dari petugas RSUD belum utuh dan disalahtafsirkan oleh keluarga. Kalau ada berita dia (pasien) ditolak karena tidak ada rujukan puskesmas, itu saya klarifikasi tidak seperti itu," kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Subang dr. Maxi kepada Antara.
Berita yang kemudian viral ini memaksa beberapa pihak kembali melakukan evaluasi kemanusiaan terkait pelayanan publik.
Namun, berita yang kemudian viral ini memaksa beberapa pihak kembali melakukan evaluasi kemanusiaan terkait pelayanan publik, dalam hal ini rumah sakit umum. Adanya kesimpangsiuran memunculkan pertanyaan: Informasi manakah yang benar?
Apakah ada unsur pidana kelalaian yang menyebabkan kematian? Polres Subang menyatakan masih mengonfirmasi peristiwa tersebut.
Kapolres Subang AKBP Sumarni mengatakan, apabila terbukti ada pelanggaran dalam kasus itu, polisi bakal melakukan tindakan hukum sesuai aturan yang berlaku.
Namun sejauh ini, menurut dia, belum ada pihak yang menyampaikan pelaporan ke Polres Subang atas kasus meninggalnya ibu hamil tersebut. Sehingga ia pun mengaku belum bisa berkomentar lebih jauh.
Setidaknya, kini sudah ada lampu hijau dari kepolisian. Tinggal menunggu apakah akan ada pengacara, kuasa hukum, atau LSM --yang merasa perlu dan siap mengangkat ini ke tingkat pengadilan-- agar jelas apa yang benar-benar terjadi.
Ini penting supaya orang tidak mudah melepas tanggung jawab. Dan terpenting, tentu agar kejadian serupa tidak terulang. Apalagi, peristiwa tragis ini bukan pertama kali.
Kita pernah mendengar berita seorang ibu yang berjalan membawa jenazah anaknya karena tidak mampu membayar ambulans dan rumah sakit juga tidak menyediakan ambulans.
Kita pernah mendengar berita seorang ibu yang berjalan membawa jenazah anaknya karena tidak mampu membayar ambulans.
Kita juga pernah mendengar berita pasien yang setelah dioperasi dan ada gunting atau handuk yang tertinggal di perutnya. Tragisnya, untuk mengambil benda tersebut si pasien yang menjadi korban malapraktik justru harus melalui operasi dan membayar biaya tak sedikit.
Jika kita ambil perumpamaan, ini bukan sekadar jatuh tertimpa tangga, melainkan tertimbun tembok dan tertimpa atap rumah yang juga ambruk.
Belum lama, di pertengahan Januari 2023, Komisi IV DPRD Kota Balikpapan melakukan inspeksi mendadak ke Rumah Sakit Pertamina Balikpapan (RSPB) dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Balikpapan.
Sidak dilakukan setelah ada berita, seorang warga bernama Sutrisno meninggal dunia, karena kartu KIS yang dimilikinya tidak dapat digunakan saat berobat. Bahkan, dimintai jaminan Rp 10 juta untuk biaya perawatan.
Ketua Koordinator Komisi IV DPRD Balikpapan, Budiono terlihat gusar. Ia mengatakan, kejadian ini seharusnya tidak boleh terulang. “Ke depan tidak boleh begitu, tangani dulu baru administrasi. Nanti kan bisa dikover APBD,” katanya menegaskan.
Tepat tahun lalu, Januari 2022, pun viral kasus kematian bocah yang sempat ditolak Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Lantamal XI Merauke, Papua. Menanggapi berita tersebut, TNI Angkatan Laut (AL) mengevaluasi dan melaksanakan pemeriksaan.
“Saya menyelidiki dan menelusuri kejadian ini apakah ada kelalaian dari pihak RSAL Lantamal XI, apabila ada saya akan proses sesuai hukum yang berlaku," ujar Wadan Lantamal XI Merauke Kolonel Laut (P) Hari Widjajanto.
Hal senada disampaikan Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI Julius Widjojono. Ia menegaskan, akan ada proses hukum jika dalam penyelidikan terbukti ada kelalaian dari petugas RSAL Lantamal XI Merauke.
Mengingat kejadian ini berulang. Sepertinya sekadar imbauan, peringatan, atau mutasi tidak cukup untuk menyelesaikan masalah. Jika menyangkut nyawa, pendekatan hukum lebih tepat dilakukan untuk mengetahui di mana akar permasalahan.
Setidaknya, pada masa depan, ketika hati nurani tergadaikan oleh prosedur birokrasi, setidaknya ancaman hukum pasti memotivasi seseorang bertindak lebih bijak dan hati-hati.
Polisi Periksa Lokasi Ledakan di Malang
Petugas menemukan dua titik ledakan yang diduga akibat bahan baku pembuat petasan.
SELENGKAPNYA