Muslimah (Ilustrasi) | PIXABAY

Mujahidah

Mengenal Nafisah, Cicit Nabi yang Jadi Guru Imam Syafi'i

Imam Syafi'i berwasiat agar Nafisah ikut menshalati jenazahnya saat dia wafat.

Nafisah merupakan satu dari cicit Rasulullah SAW. Nasabnya Nafisah binti Zaid bin al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Ayahnya Zaid bin Al Hasan adalah seorang ahlul bait yang memimpin Madinah pada masa Khalifah Ja'far al Manshur.

Nafisah merupakan seorang alim lagi zuhud. Ia menjadi guru para tabi'in dan ulama besar umat Islam.

Kecintaannya dengan Islam, ia buktikan dengan menjadi hafizah pada usia belia. Sebagai keluarga Rasulullah, Nafisah juga  meriwayatkan banyak hadis. Ulama hadis hingga ulama fikih juga mendatanginya guna mendapatkan ilmu.

Dua ulama pendiri mazhab, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad bin Hanbal, tergolong dua murid yang sangat menghormatinya.

 
Dua ulama pendiri mazhab, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad bin Hanbal tergolong dua murid yang sangat menghormatinya.
 
 

 

Nafisah dilahirkan di Makkah. Namun, seperti Rasulullah SAW, ia banyak bergumul di Madinah. Ayahnya menjadi Gubernur Madinah hanya sebentar. Karena ada friksi politik, Zaid diasingkan ke Baghdad. Tak hanya diasingkan, tapi semua kekayaan Zaid bin Al Hasan juga disita. Keluarga Zaid, termasuk Nafisah, dengan sabar mengikuti ayahnya ke Baghdad.

Setiap ujian akan berbuah manis kepada hamba-Nya yang bersabar. Itulah yang terjadi kepada Nafisah dan ayahandanya Zaid. Saat tampuk khalifah berganti ke al-Mahdi, Zaid dibebaskan dari pengasingan dan seluruh hartanya dikembalikan.

Semenjak itu, Nafisah kembali ke Madinah. Ia menikah dengan Ishaq al-Mu'tamin bin Imam Ja'far as-Shadiq. Mereka pun hidup dengan penuh cinta dan kedamaian. Kala itu, ia mulai membuka kelas belajar di rumahnya dan langsung disambut baik oleh umat. Tak pelak, para pencari ilmu berbondong-bondong ke majelis Nafisah.

Ilmu agama yang ia dapati sejak dini ditambah pengetahuannya tentang hadis membuat Nafisah diangkat menjadi guru kaum Muslimin. Tak jarang, ia juga dimintai fatwa soal beberapa permasalahan. Pada tahun 135 H, ia memutuskan pindah ke Mesir bersama suami dan ayahandanya.

Berita kepindahannya pun disambut baik oleh para penduduk negeri sungai Nil itu. Kegembiraan di raut wajah mereka pun tak terelakkan. Saat di Mesir, ia berdiam di Fustat dan tinggal di kediaman salah satu pemilik toko Mesir, Ibn al-Jashsash.

photo
ILUSTRASI Imam Syafii pernah dihampiri seorang kakek misterius yang mengajukan pertanyaan penting kepadanya. - (DOK EPA ALAA BADARNEH)

Selama berdiam di Mesir, Nafisah mendapatkan  kunjungan para ulama senior. Interaksinya dengan Imam Syafi'i dimulai di Mesir. Sebagai imam besar pencetus mazhab, Imam Syafi'i tak segan mengunjungi Nafisah guna bertukar pikiran.

Setiap pertemuan dilangsungkan di belakang rumah dengan pembatas ruangan. Meskipun begitu, keduanya tenggelam dalam pembicaran berbagai hal, dari fikih, hadis hingga persoalan ibadah.

 
Imam Syafi'i tak segan mengunjungi Nafisah guna bertukar pikiran.
 
 

 

Rutinnya pertemuan di antara keduanya menumbuhkan ikatan yang kuat antara guru dan murid. Bahkan, Imam Syafi'i berwasiat agar Nafisah ikut menshalati jenazahnya saat dia wafat. Nafisah pun memenuhi wasiat itu walaupun wafatnya Imam Syafii menjadi duka berat baginya.

Suatu ketika, Nafisah menyadari dan meyakini bahwa dunia ini fana sehingga ia memutuskan untuk berpaling dari kehidupan dunia itu. Sejak saat itu, ia berfokus untuk beribadah kepada Allah SWT. Kezuhudannya dalam beribadah terlihat dari hari-hari yang dilaluinya. Shalat malam dan berpuasa tak pernah ditinggalkannya.

Bahkan, ia menggali lubang yang menyerupai liang lahat di sudut rumahnya. Setiap harinya, Ia shalat dan menelaah Alquran di dalam lubang itu. Dalam sebuah riwayat disebutkan, ia bertilawah Alquran hingga khatam 190 kali di tempat itu.

Kezuhudannya dalam beribadah kepada Allah membuat suaminya sedikit khawatir dengan kesehatan Nafisah. Suaminya meminta Nafisah tetap menjalankan hak tubuhnya di luar istirahat.

“Barang siapa yang istiqamah bersama-Nya, maka alam semesta ada di genggaman dan akan menaatinya,” ujarnya.

Kezuhudannya dalam beribadah mendapat pengakuan banyak kalangan, salah satunya dari Imam Ahmab bin Hanbali. Dikisahkan, Imam Ahmad bin Hanbal pernah meminta doa kepada Nafisah. Sejak saat itu, warga Mesir mulai mendatangi rumah Nafisah dengan berbagai tujuan, ada yang ingin belajar kepadanya, ada pula yang mengharapakan doa darinya.

Banyaknya umat yang tiap hari mendatanginya membuat Nafisah resah. Ia merasa semakin sulit beribadah. Waktunya tersita untuk menemui warga Mesir yang datang kepadanya. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk meninggalkan Mesir. Sayangnya, kabar itu diketahui oleh otoritas Mesir sehingga mereka mencegah rencananya itu.

photo
Masjid di Mesir. (REUTERS/AMR ABDALLAH DALSH)

Otoritas Mesir kemudian memindahkan kediaman Nafisah ke kawasan Darb as-Siba dan membuat pembatasan jadwal kunjungan para warga Mesir hanya dua hari saja, yakni Sabtu dan Rabu.

Keistiqamahan dan kezuhudannya terus melekat dalam dirinya hingga ajal menjemput. Nafisah wafat pada Ramadhan 208 H dalam kondisi berpuasa, padahal sebelumnya ia diminta untuk membatalkan puasanya.

Saat menjelang wafatnya, Nafisah melantunkan Alquran surah al-An'am ayat 127. “Bagi mereka (disediakan) Darussalam (surga) pada sisi Tuhannya dan Dialah Pelindung mereka disebabkan amal-amal saleh yang selalu mereka kerjakan.”

Berilah Nasihat Secara Santun

Bila disampaikan secara santun, nasihat akan membekas di hatinya.

SELENGKAPNYA

Timnas Esports Bidik Empat Emas di SEA Games Kamboja

Sebanyak 40 atlet esports telah terpilih untuk berlaga di SEA Games.

SELENGKAPNYA

Inspirasi Sepatu untuk Elegan di Acara Formal Hingga Kasual

Kenyamanan yang ditawarkan flat shoes membuatnya cocok untuk dipakai beraktivitas seharian.

SELENGKAPNYA