Seorang pasien penderita demam berdarah dengue (DBD) di salah satu rumah sakit di Jakarta 14 Januari 2005. Ancaman wabah demam berdarah dengue (DBD) biasanya menjangkiti Wilayah Jakarta pada bulan Januari-Pebruari. Warga Jakarta dihimbau untuk mewaspadai | DOKREP

Sehat

Haruskah Ibu Panik Saat Anak Demam? 

Rasa panik yang dialami para ibu merupakan hal wajar.

Saat anak panas, sebagian besar ibu-ibu langsung panik. Mereka takut anaknya dalam keadaan bahaya. Tak heran bila mereka langsung mencari pertolongan untuk anak, mulai dari memberikan obat penurun panas, mengompresnya, bahkan membawanya ke dokter.

Menurut Psikolog Anak dan Keluarga, Samanta Elsener, saat anak demam memang tidak sedikit dari kaum ibu yang merasa was-was. Para ibu berharap agar anandanya tidak sampai kejang. Menurut dia, kalau sudah kejang, demamnya diatas 39 derajat Celsius rasanya tentu semakin was-was.

Ada pula perasaan genting dan desakan untuk segera melakukan sesuatu. "Rasa panik yang dialami para ibu merupakan hal wajar," ujar Samanta dalam konferensi pers #UbahKelamJadiKalem, Rabu (1/3/2023).

Hal ini, menurut dia, akhirnya membuat kaum ibu, terutama ibu bekerja menjadi tidak fokus pada pekerjaannya. Bahkan, mereka memilih untuk izin tidak masuk kerja, padahal anaknya baru panas sedikit 37,5 derajat Celsius.

Namun, untuk izin kerja ini kadang sulit dilakukan, apalagi jika di kantor akan dilaksanakan rapat penting yang tidak bisa diganti jadwalnya. "Kegalauan ibu-ibu ketika anaknya panas itu sangat mengganggu kesejahteraan psikologis dari ibunya sendiri. Bisa jadi cemas, bisa jadi panik, bisa jadi gelisah, dan galau enggak karuan, rungsing, bahkan bisa ikutan nangis kan, panik mikirin anaknya," kata Samanta.

Namun, menurut dia, kondisi psikologis seorang ibu ketika anaknya sakit demam berbeda-beda. Samanta mengatakan, kondisi psikologis ibu ketika sang anak sakit bergantung pada umur sang anak. Semakin dini usia anak, seperti usia anak satu hingga lima tahun, maka rasa khawatir dan panik yang dialami seorang ibu akan lebih besar. "Apalagi, jika yang sedang sakit adalah anak pertama dan usia anaknya masih nol sampai tiga atau lima tahun. Itu adalah masa-masa riskan kalau anak panas," katanya menambahkan.

Sedangkan, ketika anak sudah lebih besar atau berusia di atas lima tahun, ibu sudah lebih bisa menenangkan diri dalam menghadapi kondisi anak sakit. Hal ini karena sang Ibu sudah punya pengalaman, sehingga lebih tenang dan bisa langsung mengambil langkah atau solusi.

 

Emosi Menular

photo
Seorang anak berusia tiga tahun penderita demam berdarah dangue (DBD) sedang dirawat di salah satu ruangan di RSUD Prof WZ Johanes di Kota Kupang, NTT, Jumat (7/2/2020). - (Kornelis Kaha/Antara Foto)

Samanta mengatakan, emosi itu bisa saling menular, jadi bukan cuma demam yang menular. Namun, ketika anak panas, ibu tentu menjadi kepikiran, emosinya menjadi berkecamuk, macam-macam cemas, gelisah, panik. "Ternyata ketika ibunya kurang bisa regulasi emosi, akan nular ke anak," ujarnya.

Hal ini bisa berpotensi meningkatkan risiko anak demamnya tidak turun juga. Karena anak melihat reaksi ibunya, anak menjadi merasa bersalah. Namun, hal itu tidak bisa disadari, kemampuan berpikir anak juga tidak seperti orang dewasa.

"Jadi munculnya dari reaksi dari panasnya atau rewelnya. Dia panas, dia rewel, maksudnya dekat-dekat mamanya mau ditemenin dielus-elus gitu, mamanya sudah panik duluan," katanya.

Apalagi, ibu memiliki tanggung jawab dengan tugas rumah tangga, belum lagi ibu yang bekerja juga memiliki tanggung jawab terhadap urusan pekerjaan. Hal itu juga membuat ketar-ketir dan pikiran menjadi bingung.

 
Ketika ibunya kurang bisa regulasi emosi, akan nular ke anak. 
SAMANTA ELSENER, Psikolog Anak dan Keluarga
 
SHARE    

Saran Psikolog Atasi Anak Bermasalah

Banyak faktor yang bisa menyebabkan anak bermasalah.

SELENGKAPNYA

Nama Dua Eks Pegawai Pajak Konsultan Rafael Terlacak

Konsultan pajak Rafael telah kabur ke luar negeri.

SELENGKAPNYA

PSS Kembali Menelan Kekalahan Beruntun

Tim Elang Jawa menelan 6 kekalahan berturut-turut dan berada di ambang zona degradasi.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya