
Kabar Utama
Rusuh Wamena, 11 Dikabarkan Meninggal
Kerusuhan belakangan disebut terkait maraknya isu penculikan anak.
Oleh BAMBANG NOROYONO
WAMENA — Kerusuhan yang diduga dipicu salah paham warga asli dan pendatang kembali terjadi di Wamena, Papua Pegunungan, Kamis (24/2). Sebanyak 11 warga dikabarkan meninggal dunia dalam bentrok aparat keamanan TNI-Polri dengan warga yang terjadi di wilayah Sinakma tersebut.
Belasan lainnya juga masih dalam kondisi luka-luka dan dalam perawatan di sejumlah fasilitas medis. Kerusuhan itu juga berujung pada aksi mengungsi ratusan warga pendatang ke pusat-pusat keamanan TNI dan Polri.“
Kabar terakhir yang diterima, itu sembilan yang meninggal, warga asli Papua. Dan dua atau tiga yang meninggal dari pendatang,” begitu kata Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) di Wamena, Theo Hasegem, saat dihubungi Republika, dari Jakarta, Jumat (24/2).
Theo mengatakan, rusuh mematikan tersebut sebetulnya berawal dari kesalahpahaman atas informasi yang tak benar di masyarakat. “Pemicunya itu berawal dari berita-berita hoaks yang terjadi di masyarakat,” begitu kata Theo menjelaskan.

Dikatakan dia, kerusuhan itu berawal pangkal adanya warga pendatang yang menawarkan barang-barang, dan makanan kepada salah-satu keluarga asli Papua di Sinakma. Namun interaksi jual-beli itu berujung pada tuduhan terhadap si penjual sebagai penculik anak-anak.
Kesalahpahaman tersebut berujung pada pengumpulan massa. Sejumlah warga asli Papua mencoba melakukan ‘penghakiman’ sendiri terhadap si penjual yang merupakan warga pendatang. Akan tetapi aksi ‘main hakim’ sendiri itu diantisipasi oleh pihak keamanan.
“Yang pendatang itu ditangkap pihak keamanan. Apakah dia penculik atau tidak, itu dalam penyelidikan,” ujar Theo.
Akan tetapi, dikatakan Theo, respons warga asli di Sinakma, tak terima dengan cara aparat keamanan yang dinilai menyelamatkan si tertuduh penculik. “Karena sebenarnya, warga itu minta akan diselesaikan saja di atas (adat). Keluarga minta diselesaikan kekeluargaan,” begitu kata Theo.
Lalu, permintaan itu tak dipenuhi aparat keamanan. Pihak kepolisian, bersama militer mengamankan si penjual dengan mobil antirusuh untuk penyelamatan ke kantor penyelidikan.
Warga asli yang tak terima, memaksa agar si tertuduh penculik anak tersebut dikeluarkan dari mobil keamanan. “Karena tidak mungkin toh itu. Lalu warga marah, dan melempari pihak keamanan,” kata Theo.
Warga asli yang berkerumun semakin banyak di lokasi kejadian, kata Theo, pun direspons dengan pengerahan personil keamanan tambahan untuk meredakan situasi. Akan tetapi, kata Theo, semakin banyak warga yang berkerumun, dan personel keamanan diyakini mengundang aksi-aksi sepihak dari manapun. Dari warga, kata Theo, ada juga yang memicu situasi semakin panas dengan menyerang petugas, dan warga-warga pendatang.

Alhasil kata Theo, sekitar belasan ruko-ruko milik para pendatang di kawasan pasar itu juga turut menjadi sasaran. Dari data yang dihimpun kelompoknya, Theo mengatakan, sedikitnya ada delapan kios-kios yang dibakar. Pihak keamanan yang juga menjadi sasaran utama, pun kata Theo tak diam.
Dengan senjata dan pentungan, usaha untuk membubarkan warga yang mengamuk, berujung pada bentrokan yang membuat sembilan warga asli meninggal dunia. “Beberapa ada yang meninggal dunia karena ditembak,” ujar Theo.
Sampai saat ini (24/2), sejumlah pemalangan jalan-jalan menuju Sinakma, dalam blokir dan pemalangan para warga setempat. Dan kepolisian, bersama-sama TNI, serta tokoh-tokoh adat, kata Theo juga turut melakukan turun ke jalan mengantisipasi bentrokan berlanjut.
Pun para tokoh-tokoh adat lokal, ikut membantu warga-warga pendatang, dan warga asli Papua, untuk saling percaya, dan tak saling pasang sikap curiga. Meskipun kata Theo, di Polres, dan Kodim, serta di tempat-tempat peribadatan, sejak tadi malam (23/2), membeludak para pengungsi.“
"Situasinya (rusuh) memang hanya di Sinakma. Tidak sampai ke tempat-tempat lain. Tetapi, informasi-informasi yang sensitif di sini, juga diketahui oleh masyarakat. Warga pendatang takut, dan orang-orang asli Papua, juga ada yang takut,” kata Theo.
Sebagai tokoh asli di Papua, kata Theo, tak ingin bentrokan-bentrokan yang memakan korban jiwa kembali berlanjut. “Saya bersama-sama teman-teman lain di sini, dengan tokoh-tokoh di sini, masih terus memantau situasi yang terjadi,” ujar Theo menambahkan.
Agus warga asal Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) yang merantau ke Wamena, kepada Republika, pun mengatakan yang sama. Kata dia, kerusuhan di Sinakma memang tak menjalar kemana-mana.
Akan tetapi membuat warga pendatang yang tinggal di kampung-kampung lainnya merasakan keresahan, karena rasa yang tak aman atas diri sendiri. “Siang ini, situasinya sudah aman. Warga-warga pendatang, masih ada yang mengungsi di Kodim di Polres. Tetapi sudah aman,” ujar Agus, Jumat (24/2).

Polda Papua mengiyakan kerusuhan di Sinakma itu, memang terkait dengan informasi-informasi tak benar yang dikonsumsi masyarakat soal penculikan anak-anak yang marak belakangan. “Kerusuhan yang terjadi tersebut, diketahui awalnya dari adanya isu terkait penculikan anak-anak yang hingga kini belum jelas informasi dan kebenarannya,” begitu kata Kabid Humas Polda Papua, Komisaris Besar (Kombes) Ignatius Benny dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, pada Jumat (24/2).
Kata Kombes Benny, warga pendatang dengan mengendarai mobil tujuan Kampung Yomaima di kawasan Sinakma, menjadi bulan-bulanan warga asli setempat karena dituduh sebagai penculik anak-anak. Kepolisian Resor (Polres) Jayawijaya bereaksi cepat mengamankan si warga pendatang. Tetapi warga asli yang tak terima, sehingga dikatakan menyerang petugas. Kepolisian kata dia, dibantu bersama personil dari Kodim 1702 Jayawijaya dalam menenangkan, dan membubarkan massa warga asli. Tetapi kerusuhan tak dihindari karena para warga asli menyerang petugas, dan warga-warga pendatang di kawasan pasar tersebut.
Kata Benny, petugas keamanan gabungan juga berusaha untuk memberikan perlindungan terhadap warga pendatang yang turut menjadi sasaran. “Sehingga kepolisian dan bantuan dari TNI memberikan tembakan peringatan. Namun tidak diindahkan, sehingga kerusuhan tidak dapat dihindari,” begitu kata Benny menambahkan. Akan tetapi, Polda Papua mengaku belum mendapatkan jumlah pasti korban jiwa, dan luka-luka. Hanya Kombes Benny memastikan, isu tentang penculikan anak-anak, dan ricuh di Sinakma itu dalam penanganan serius di Polres Jayawijaya.
Kerusuhan yang terjadi tersebut, diketahui awalnya dari adanya isu terkait penculikan anak-anak.
Isu tentang penculikan anak-anak itu juga berujung maut di Kota Sorong, Papua Barat. Pada Selasa (24/1) lalu, seorang perempuan dibakar hidup-hidup karena dituduh sebagai penculik anak-anak. Kabid Humas Polda Papua Barat Kombes Adam Erwindi pernah merilis tentang peristiwa sadis yang terjadi di Kompleks Kokoda, Lorong-2, Kelurahan Klasabi tersebut. Sebelum dibakar hidup-hidup, perempuan berusia antara 40-50-an tahun itu sempat mendapatkan pengeroyokan oleh warga asli setempat.
Bahkan disebutkan aksi massa brutal menelanjangi korban. “Saat kejadian, korban sempat diamankan oleh petugas-petugas dari Bhabinkamtibmas setempat. Tetapi massa terlalu banyak. Dan salah-satu dari massa menyiramkan bensin ke korban, dan membakar korban,” begitu kata Kombes Adam, Selasa (24/1) lalu. Korban yang sempat dirawat pada salah-satu rumah sakit setempat, pun tak tertolong nyawanya. Namun setelah diselidiki, korban perempuan tersebut adalah sebagai orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
Kerusuhan yang dipicu salah paham warga lokal dan pendatang juga sempat terjadi di Wamena pada 23 September 2019 lalu. Kala itu sebanyak 33 warga, kebanyakan pendatang, meninggal. Kejadian itu juga memicu eksodus ribuan orang keluar Wamena.
Potensi Bahaya Tersembunyi dari Jam Tangan Pintar
Smartwatch berpotensi mematikan bagi sekelompok kecil orang.
SELENGKAPNYABekal Strategi untuk Memulai Usaha Kue Lebaran
Jangan hanya memanfaatkan momen Lebaran untuk meningkatkan penjualan kue kering.
SELENGKAPNYA