
Islamia
Said Nursi dan Hikmah di Balik Gempa Turki
Dalam Islam ujian kehidupan adalah lazim.
OLEH QOSIM NURSEHA DZULHADI
Guru Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Aqidah dan Filsafat Universitas Darussalam Gontor
Pada Senin pagi (6/2), Turki diguncang gempa dengan magnitudo 7.8, yang melanda Nurdagi, Provinsi Gaziantep. Gempa juga sampai ke Suriah, Lebanon, dan Israel. Dan, Selasa (7/2), gempa kembali hadir dengan magnitudo 7,6 melanda Kahramanmaras. Ini jelas sebuah ujian dari Allah.
Karena dalam Islam ujian kehidupan adalah lazim (QS al-Baqarah [2]:155). Dan mengenai gempa bumi yang menimpa Turki dan Suriah ini, menarik untuk menyimak pandangan Bediuzzaman Said Nursi (1877-1960). Seorang ulama dan pemikir par excellence, prolifik sekaligus ensiklopedik ini ternyata memiliki pandangan mendalam mengenai gempa dalam Risale-i Nur.
Ketika mengulas Surah al-Zalzalah ayat 1-8, Nursi menyatakan bahwa ayat-ayat mulia ini menerangkan bahwa bumi dalam gerakannya tidak dapat dipisahkan dari perintah Allah dan Wahyu-Nya. Dalam bentuk tanya-jawab, ia menjelaskan bahwa gempa yang terjadi menyimpan banyak hikmah.
Pertama, sebagai penghasil rasa takut dan cemas, bagi mereka yang secara terang-terangan berbuat ‘kegaduhan’ dalam sebuah negeri. Said Nursi memisalkan itu dengan sikap lancang dan gila yang dilakukan secara terang-terangan oleh penduduk negeri; seperti mendendangkan lagu saat orang lain khusyuk dengan shalatnya.
Dalam Islam ujian kehidupan adalah lazim.
Kedua, mengapa gempa tidak menimpa negara kafir dan ateis. Menurut dia, karena kejahatan besar dialihkan ke Pengadilan Tinggi dan hukumannya ditunda. Begitu pula dengan hukuman terhadap orang kafir: ditangguhkan di Pengadilan Terbesar di Akhirat. Sebaliknya, kesalahan kaum beriman dibalas langsung di dunia ini.
Ketiga, mengapa musibah terjadi umum: menimpa semua orang dan negeri. Mengapa tidak menimpa orang berdosa saja. Karena orang yang tidak berdosa sebagian besar ikut-serta dalam perbuatan zalim itu: melalui perbuatan, gabung dengan mereka, atau sikap acuh terhadapnya. Ini sama dengan ikut bersama mereka. Jadi, gempa itu terjadi karena maksiat yang dikerjakan oleh orang banyak.
Keempat, mengenai orang-orang yang tak berdosa, tapi kena gempa, apakah ini adil. Nursi menjelaskan: ini melekat dengan ketetapan Allah. “Hati-hatilah terhadap ujian (siksaan) yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim (berbuat dosa) saja.” (QS 8: 25). Artinya, dunia ini adalah “rumah ujian dan cobaan”.
Ujian dan perjuangan menuntut agar berbagai hakikat senantiasa tersembunyi, juga semangat persaingan tetap terjaga dan orang-orang yang jujur naik derajat ke tingkat Abu Bakar, para pendusta derajatnya jatuh ke level Musailamah al-Kadzzab. Sekiranya orang-orang yang tak berdosa selamat dari bencana maka masalah keimanan menjadi hal biasa. Akhirnya, orang kafir dan beriman menjadi sama derajatnya: sama-sama patuh, sehingga beban agama menjadi tak bermakna. Dengan demikian, tidak diperlukan lagi ujian untuk naik tingkat.

Dan jika orang yang menzalimi dan dizalimi sama-sama ditimpa musibah, bagaimana pihak yang dizalimi akan mendapatkan keadilan Allah? Kata Badiuzzaman, di antara murka dan bencana ada kasih sayang Allah. Karena harta yang fana milik orang yang tak berdosa itu menjadi harta yang kekal, akan mereka temui di Akhirat sebagai sedekah.
Sedangkan kehidupan mereka yang fana ini menjadi kehidupan abadi dan nilainya menjadi mati syahid. Jadi, musibah dan ujian bagi orang yang tak berdosa merupakan bentuk rahmat Allah yang tersirat dalam bentuk penderitaan sementara. Karena hanya dengan penderitaan yang sementara itu mereka akan mendapat sesuatu yang lebih kekal dan besar.
Kelima, dalam kasus gempa, mengapa bukan Allah saja yang memberi pelajaran, tidak menguasakan bumi-Nya. Karena Dia Mahaadil, Maha Penyayang, Mahakuasa dan Mahabijaksana. Kata Nursi, Zat Mahakuasa dan Agung telah memberikan kepada setiap unsur begitu banyak tugas.
Di setiap tugas itu, ada hasil yang banyak. Sekiranya sebuah hasil yang buruk muncul dari salah satu unsur pada salah satu tugas di antara sekian tugas yang banyak itu, maka semua hasil yang baik dari unsur itu akan menjadikan hasil buruk tadi sebagai hasil yang baik dan indah.
Karena, jika unsur yang murka pada manusia itu dilarang melaksanakan tugasnya sehingga sebuah hasil yang buruk tidak muncul, tentu akan banyak kebaikan sebanyak hasil yang disebabkan oleh seluruh tugas unsur tersebut akan ditinggalkan.
Maka itu, akan muncul banyak keburukan sebanyak hasil yang baik. Karena, sebagaimana diketahui bahwa tidak mengerjakan suatu kebaikan hanya untuk menghalangi datangnya satu keburukan, merupakan keburukan.
Ini tentu sangat bertentangan dengan hikmah. Dan ini sangat buruk: jauh dari hakikat kebenaran dan merupakan bentuk kekurangan. Sementara hikmah, kodrat, dan hakikat kebenaran bersih dari segala kekurangan.

Keenam, bagaimana dengan pendapat yang menyatakan bahwa gempa merupakan akibat dari pergolakan lempeng bumi. Ini dianggap peristiwa kebetulan dan natural. Kata Nursi, ini pendapat yang kurang tepat. Sebab setiap spesies dari ribuan makhluk yang jumlahnya lebih dari 50 juta di bumi ini memakai pakaiannya sendiri yang sesuai dengannya: ia bisa diganti setiap tahun. Bahkan, satu sayap sekalipun, sebagai salah satu dari ratusan organ lalat tidak terjadi secara kebetulan.
Di baliknya ada tujuan, kehendak, dan hikmah. Artinya, aktivitas dan kondisi bumi yang besar ini pun tidak berada di luar kehendak dan maksud Ilahi. Namun, Allah yang Mahakuasa menghadirkan sebab-sebab lahiriah sebagai “tirai” berbagai tindakan-Nya sesuai dengan hikmah-Nya dan bersifat mutlak. Jadi, ketika Dia berkehendak untuk menciptakan gempa, Dia menyuruh salah satu barang tambang untuk bergolak dan bergerak maka terjadilah gempa. Anggaplah gempa itu, misalkan, terjadi karena adanya gerakan tambang, itu juga hanya mungkin terwujud atas perintah Ilahi dan sesuai dengan hikmah-Nya.
Ketujuh, secara khusus, gempa sering terjadi di bumi yang mengarah kepada kaum Muslim, dalam kasus Turki misalnya, sering terjadi di wilayah Izmir dan Erzincan. Mengenai ini, memang banyak tertuju kepada kaum beriman, sebab ia terjadi pada musim dingin, pada malam hari, khususnya di negeri ini yang tidak menghormati kehadiran bulan Ramadhan.
Ia terus terjadi karena manusia tidak mau mengambil pelajaran darinya. Jadi, ini untuk menyadarkan orang yang lalai dalam tidur panjangnya. Dan gempa ini mengguncang kaum beriman agar mereka mendirikan shalat, berdoa, dan bersimpuh di hadapan-Nya. (Said Nursi, al-Kalimāt (2011), 193-199).
Manusia itu sangat lemah, fakir, dan tak berdaya, tetapi musibah yang menimpanya bertubi-tubi, hajatnya bertambah dan beban hidupnya meningkat.
Pesan-pesan Nursi
Manusia itu sangat lemah, fakir, dan tak berdaya, tetapi musibah yang menimpanya bertubi-tubi, hajatnya bertambah dan beban hidupnya meningkat. Maka itu, kuncinya adalah tawakal kepada Allah, menyandarkan hidup dan menyerahkan segala urusan kepada-Nya. Jika tidak, batinnya akan tersiksa, mengeluh dan menyesal. Ini bisa menyeretnya menjadi manusia jahat dan candu miras yang tolol (Said Nursi, al-Kalimat, 2011, hlm. 24).
Selain itu, Nursi menyampaikan pesan dalam menghadapi musibah. Katanya, ketika mendapat musibah manusia tidak layak mengeluh. Alasannya ada tiga: pertama, karena Allah telah memakaikan “busana” wujud (eksistensi) kepada manusia sebagai bukti kreasi-Nya yang luar biasa. Karena Dia menciptakan manusia sebagai “model” yang dikenakan pada dirinya pakaian eksistensi itu: yang bisa diganti, digunting, diubah, dan dimodifikasi untuk menjelaskan hakikat al-Asmā’ul-Ḥusnā.
Misalnya, nama-Nya “al-Syāfī” (Maha Penyembuh) menuntut adanya penyakit. Dan nama “al-Razzaq” (Maha Pemberi Rezeki) menuntut adanya rasa lapar. Ini karena Allah adalah Raja yang menggenggam seluruh kerajaan, sehingga Dia berhak melakukan apa pun dalam kerajaan-Nya.
Kedua, kehidupan ini menjadi jernih oleh musibah dan bala. Ia juga akan bersih oleh penyakit dan bencana. Semuanya menjadikan hidup sempurna, kuat, meningkat, produktif, dan mencapai tujuan dan targetnya.
Dengan demikian, hidup telah menunaikan kewajibannya. Sebaliknya, kehidupan yang monoton: berjalan di tempat, dengan satu corak dan berjalan di atas hamparan kenikmatan, akan condong kepada “ketiadaan” dan itu merupakan keburukan murni.

Ketiga, dunia ini merupakan medan ujian dan cobaan. Ia hanya ladang amal dan ibadah, bukan tempat bersenang-senang dan berleha-leha, juga bukan tempat menerima imbalan dan pahala. Maka itu, selama ia menjadi tempat beramal dan beribadah, penyakit dan cobaan menjadi selaras dengan amal, bahkan amat harmonis dengan ibadah.
Sebab, keduanya menguatkan amal dan mengukuhkan ibadah. Karena itulah manusia tidak layak untuk mengeluh. Sebaliknya, ia harus bersyukur kepada Allah karena penyakit dan musibah mengubah setiap jam kehidupan yang ditimpa musibah bernilai ibadah sehari penuh. (Said Nursi, al-Lama‘at, 2011, hlm. 12-13).
Dan musibah sampai terjadi, maka manusia harus kembali kepada Allah dan bersimpuh di hadapan-Nya. Musibah adalah (1) peringatan rahmat Ilahi: untuk menyadarkan hamba-Nya yang sedang lalai. Seperti penggembala yang mengingatkan kambingnya dengan melemparkan batu, untuk menghindari bahaya sehingga kambingnya bisa kembali dengan tenang. Seperti itulah fungsi musibah: peringatan Ilahi dan teguran-Nya yang penuh kasih sayang.
(2) musibah itu sebagai penebus dosa. (3) musibah merupakan anugerah Ilahi untuk menghadirkan ketenangan dalam hati manusia, memberinya rasa damai, dengan cara membendung kelalaian, dan mengingatkan kelemahannya dan kefakirannya yang tertanam dalam fitrahnya. (Said Nursi, al-Lama‘at, 2011, hlm. 16).
Semoga kita mampu menyikapi setiap musibah dengan arif, agar menjadi rahmat, penebus dosa, dan menghadirkan hikmah. Dengan begitu, musibah itu tidak kita keluhkan, tetapi kita syukuri, kita hayati, dan kita nikmati. Karena kita sadar ini ketentuan Ilahi untuk menyadarkan kita bahwa semua makhluk berada dalam genggaman-Nya. Wallahu a‘lam bis-ṣhawab.
Kisah Hijrah Eks LGBT, Berjuang Kembali ke Fitrah
Karim juga memutus seluruh komunikasinya dengan teman-temannya sesama gay.
SELENGKAPNYANapak Tilas Jejak E Dubois
E Dubois datang ke Trinil setelah mendengar informasi dari Raden Saleh.
SELENGKAPNYA