
Wawasan
Ulil Abshar: Fiqih Peradaban Sumbangan NU untuk Dunia
Peradaban itu dimensinya banyak, tapi yang dibahas di sini adalah tentang fikih siyasah.
Sebagai ormas Islam terbesar di dunia, Nahdlatul Ulama telah memasuki usia yang sangat matang dengan rentetan perjalanan gemilang yang ditorehkan pada satu abad pertamanya. Memasuki abad kedua, NU mulai menapakinya dengan langkah brilian menyongsong peradaban modern khas kaum "sarungan".
Dengan menggelar Halaqah Fikih Peradaban yang mencapai puncaknya pada Muktamar Fiqih Internasional, PBNU mengajak para kiai-kiai untuk mengontekstualisasikan kitab kuning khas pesantren ke realitas modern.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang hal-hal tersebut, wartawan Republika Imas Damayanti mewawancarai Juru Bicara Muktamar Fiqih Peradaban Ulil Abshar Abdalla melalui sambungan telepon, baru-baru ini.

Apa itu fikih peradaban dan mengapa ini penting untuk diangkat?
Jadi, fikih peradaban adalah gagasan yang diusung oleh PBNU, idenya muncul dari Ketum PBNU Gus Yahya. Gagasannya itu adalah mengajak para kiai-kiai terlibat membicarakan masalah-masalah yang dihadapi dunia saat ini.
Peradaban itu kan scope-nya dunia, ya. Bagaimana mereka (para kiai) diajak untuk mendiskusikan, membahas masalah-masalah yang dihadapi umat manusia di zaman sekarang, berdasarkan ajaran-ajaran dalam kitab kuning yang diajarkan di pondok.
Jadi, kepengennya Gus Yahya itu mengajak kiai membuat mereka berpikir secara kreatif mendialogkan kitab-kitab kuning dengan realitas sekarang. Atau kalau pakai bahasanya Gus Dur dulu, dulu zaman Gus Dur ada gagasan namanya kontekstualisasi kitab kuning.
Salah satu isu pokok yang dibahas adalah fikih siyasah (politik). Peradaban itu dimensinya banyak, tapi yang dibahas di sini adalah tentang fikih siyasah.
Nah, apa isu yang paling penting dengan fikih siyasah? Yaitu perubahan-perubahan fundamental dalam kehidupan umat Islam sejak abad 20, yaitu munculnya institusi-institusi politik yang tidak pernah dikenal sebelumnya.
Misalnya, institusi negara bangsa. Nah, negara bangsa sebagai institusi politik tidak pernah dikenal dalam sejarah umat Islam selama ratusan tahun sebelumnya. Karena selama ratusan tahun umat Islam hidup dalam institusi politik yang berbeda, yaitu institusi kerajaan.
Lalu, muncul negara bangsa ini. Lantas, bagaimana ulama menanggapi institusi yang baru ini? Karena institusi yang baru ini dampaknya luar biasa.
Dampaknya, misalnya, institusi negara bangsa ini mengenalkan konsep kewarganegaraan yang berbeda dengan zaman dulu. Di dalam negara bangsa, semua orang dianggap sama sebagai warga negara, mau Muslim atau pun tidak, semua kan sama.
Sementara, dalam sistem kerajaan dulu, itu kan dibedakan antara warga Muslim dengan non-Muslim. Nah, bagaimana ulama menanggapi masalah ini?
Yang juga tidak kalah penting adalah munculnya hukum negara yang tidak didasarkan seluruhnya terhadap agama, yaitu undang-undang yang dirumuskan oleh parlemen. Parlemen itu kan isinya bukan ulama, ulama kan justru tidak berperan banyak di situ, kecuali (mereka ulama) yang jadi anggota DPR. Nah, ini bagaimana?
Sehingga, ada realitas peradaban baru yang tidak ada dalam peradaban lama. Untuk itu, Gus Yahya mengajak berpikir hal-hal yang sifatnya substantif, ya, agar kiai-kiai tidak sibuk mengurusi politik yang sifatnya pragmatis.
Intinya, ini Gus Yahya mengajak para kiai berpikir agar tradisi kitab kuning di pondok itu bisa relevan dengan keadaan sekarang, didialogkan lah.
Sejak kapan gagasan tersebut muncul?
Sebetulnya, gagasan yang dikemukakan Gus Yahya ini pernah muncul di zaman Gus Dur. Jadi, Gus Dur saat terpilih dalam Muktamar NU di Krapyak tahun 1989, beliau menggagas adanya halaqah. Nah, halaqah sama seperti ini, mengajak kiai-kiai untuk berpikir mengontekstualisasikan.
Nah, kemudian gagasan halaqah ini dikembangkan lagi oleh Gus Yahya. Karena Gus Yahya itu memang ketika maju menjadi ketum PBNU itu salah satu semboyannya adalah menghidupkan kembali Gus Dur.
Mengapa kata kuncinya menggunakan kata peradaban?
Ya, karena memang ada perubahan-perubahan global yang berskala peradaban yang harus ditanggapi kiai-kiai.
Ada berapa banyak halaqah yang akan dilakukan?
Nah, ada 240 halaqah yang diselenggarakan di seluruh Indonesia pada bulan Agustus sampai September. Dari Aceh sampai NTB, itu banyak sekali. Yang paling banyak di (Pulau) Jawa: Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Yogyakarta. Semua kiai kita libatkan.
Jadi, memang sengaja halaqah ini diselenggarakan untuk para kiai-kiai. Jadi, tidak pernah diselenggarakan di kampus karena kampus sudah (lain lagi). (Tujuannya halaqah ke kiai-kiai) adalah karena NU ini mengajak kiai-kiai berpikir, kiai-kiai di tingkat provinsi, wilayah, kabupaten, sampai tingkat ranting (desa).
Tanggal 6 Februari ini diadakan Muktamar Internasional Fiqih Peradaban. Yang diundang adalah ulama dan kiai sedunia, ada sekitar 79 kiai yang datang di Surabaya, di Hotel Shangri La.
Mereka dari Timur Tengah, Afrika Utara, Uni Soviet, Amerika, Australia, Cina, Jepang, Kazakhstan, Bosnia, dan lainnya, dari 23 negara. Tujuannya adalah sama, untuk memikirkan realitas peradaban baru.
Apa itu? Besok itu temanya legitimasi lembaga internasional, namanya PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa --Red). Ini kan menarik; kiai bicara tentang PBB, belum pernah ada itu.
Lihat postingan ini di Instagram
Mengapa PBB dibicarakan?
Karena PBB itu, ya, ada kelemahan-kelemahan yang kita ketahui semuanya, tapi PBB ini adalah lembaga de facto yang sekarang ini disepakati oleh semua negara internasional sebagai lembaga yang mendorong terjadinya konsensus.
Konsensus, misalnya, tentang menghormati kedaulatan masing-masing negara. Konsensus adanya hak-hak asasi universal, yang itu semuanya juga tidak dikenal di masa lampau.
Pada masa lampau itu kedaulatan negara kan tidak ada. Dalam pengertian begini, zaman kerajaan dulu, negara itu tidak punya batas. Batasnya itu tidak pasti karena kalau negaranya kuat dia bisa melebarkan wilayah, kalau lemah dia menjadi korban perluasan wilayah lain yang kuat.
Nah, jadi, batasan (border) negara itu konsep baru yang tidak dikenal dalam tradisi kerajaan lama. Nah, fikih-fikih kita yang diajarkan pesantren tidak mengajarkan tentang perbatasan. Sekarang ada perbatasan karena adanya PBB.
Perbatasan ini menjaga kedaulatan negara yang tidak boleh diganggu negara lain. Kalau ada yang mengganggu maka dia akan dikutuk oleh negara-negara lain, seperti berlaku kepada Rusia saat ini.
Kutukan dan kecaman seperti ini kan tidak ada zaman dulu. Dulu itu biasa saja kalau ada negara menginvasi negara lain.
Pertanyaannya, ini hidup kita di zaman modern sekarang ini antara lain diatur oleh lembaga internasional namanya PBB. Nah, secara hukum agama, bagaimana PBB ini?
Sekaligus halaqah ini juga membicarakan peran PBB itu dipulihkan kembali karena praktik dalam beberapa puluh tahun terakhir ini kan praktiknya sangat menjengkelkan sekali. Negara-negara besar itu tidak peduli pada PBB. Mereka perangainya mau menang-menangan sendiri, seperti Amerika, Cina, itu kan menang-menangan.
Nah, satu-satunya cara mengendalikan sikap menang-menangan seperti ini adalah, ya, kembali kepada PBB sebagai rujukan utama, satu-satunya, walaupun tidak ideal. Dengan adanya legitimasi keagamaan yang nanti akan diberikan ulama Islam sedunia kepada PBB, itu bisa memberikan bobot moral kepada lembaga multilateral ini. Ini gagasan NU dan Gus Yahya.
Boleh diceritakan mengenai Muktamar Fiqih Internasional?
Muktamar Fiqih Internasional ini adalah kelanjutan dari Halaqah Fiqih Peradaban yang berlangsung di Indonesia. Nah, setelah ini, Gus Yahya ini goals panjangnya adalah agar ulama-ulama Indonesia ini punya peran di panggung internasional melalui leadership atau kepemimpinan Islam Indonesia di bawah PBNU ini.
Karena umat Islam Indonesia itu terbesar di dunia, kita itu layak menjadi aktor terpenting di lingkup global. Agar umat Islam Indonesia punya muruah di tingkat internasional dengan membuat forum-forum internasional.
Meskipun sebelum ini PBNU juga pernah membuat forum internasional, R-20 di Bali kemarin, tapi waktu itu tokoh-tokoh antaragama sedunia dari sekitar 20 negara lebih.
Cara Punya Rumah Idaman Meski Modal Pas-pasan
Milenial pun dapat memiliki rumah impian dengan modal minimalis.
SELENGKAPNYABukan Borobudur Atau Prambanan, Eksotisnya Candi ‘Marginal’
Candi di sisi timur Yogyakarta iidak terlalu sulit dikunjungi.
SELENGKAPNYANegara-Bangsa dalam Sejarah Islam
Kaum Muslimin di sepanjang histori mengalami berbagai bentuk pemerintahan.
SELENGKAPNYA