
Konsultasi Syariah
Denda karena Mahasiswa Terlambat Registrasi KRS
Bolehkah beri sanksi denda uang kepada mahasiswa yang terlambat mengisi KRS?
DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamu’alaikum wr. wb.
Kami mengelola lembaga pendidikan tinggi. Untuk mendisiplinkan registrasi pengisian Kartu Rencana Studi (KRS), kami membuat kebijakan denda berupa uang nominal tertentu bagi yang terlambat mengisi KRS. Apakah boleh mengenakan sanksi berupa denda uang kepada mahasiswa yang terlambat mengisi KRS? Bagaimana tuntunannya menurut syariah? Mohon penjelasan Ustaz. -- Hamdan, Yogyakarta
Wa’alaikumussalam wr. wb.
Denda tersebut diperbolehkan dan harus diperlakukan sebagai dana sosial (bukan pendapatan lembaga) agar mahasiswa disiplin menunaikan kewajibannya, dengan syarat berikut:
(a) lembaga telah menyampaikan dan disepakati, (b) besaran yang wajar dan lazim, dan (c) tidak diberlakukan bagi yang terlambat karena ada uzur syar’i (i’sar). Tetapi saat denda tersebut ingin dijadikan sebagai pendapatan lembaga, maka besarannya harus didasarkan pada real cost.
Lebih detailnya, kesimpulan tersebut akan dijelaskan dalam poin-poin berikut.
Pertama, sebagai gambaran, perlu dijelaskan bahwa KRS adalah singkatan dari Kartu Rencana Studi yang berisi rencana mata kuliah yang diambil oleh mahasiswa selama satu semester. Di dalam kartu ini terdapat beberapa poin, seperti nama mata kuliah, SKS, nama dosen, identitas mahasiswa, dan pengesahan.
Pengisian KRS dilakukan sebelum semester baru dimulai, dan sebagian besar lembaga pendidikan menyediakan paket KRS untuk mahasiswanya. KRS wajib diisi jika ingin mengikuti perkuliahan pada semester yang akan berlangsung.
Jika tidak diisi, maka data mahasiswa tidak terekam di database kampus untuk semester tersebut. Akibatnya, mahasiswa tidak diperkenankan mengikuti kegiatan perkuliahan dan dianggap cuti.
Sesungguhnya, mengisi KRS itu tidak ada nominal yang harus dibayarkan, tetapi yang harus dibayar atau dipenuhi adalah biaya kuliah semester. Sehingga KRS tersebut bisa diisi dengan syarat biaya kuliah --sesuai kebijakan lembaga pendidikan-- itu telah terpenuhi.
Beberapa kampus/lembaga pendidikan membuat kebijakan dengan memberlakukan denda berupa nominal tertentu bagi mahasiswa yang terlambat mengisi KRS karena terlambat membayar biaya perkuliahan.
Pada realitasnya, motif keterlambatan itu beragam. Di antaranya, beberapa mahasiswa tidak bisa mengisi KRS karena belum membayar biaya daftar ulang semester (terkendala biaya). Juga sebagian mahasiswa terlambat mengisi KRS karena kelalaiannya (menunda-nunda).
Kedua, dana yang bersumber dari denda keterlambatan mengisi KRS boleh diberlakukan dan di-treatment sebagai dana sosial layaknya infak dan sedekah. Jadi tidak boleh dijadikan pendapatan lembaga pendidikan saat denda tersebut --sebagaimana namanya-- diberlakukan agar para mahasiswa disiplin menunaikan kewajibannya.
Dana yang bersumber dari denda keterlambatan mengisi KRS boleh diberlakukan sebagai dana sosial layaknya infak dan sedekah.
Oleh karena itu, ketentuan dan syarat (term and condition) yang diberlakukan adalah ketentuan denda keterlambatan merujuk pada fatwa DSN MUI No 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran.
Praktisnya, denda karena keterlambatan KRS itu dibolehkan dengan syarat (a) lembaga pendidikan menyampaikan terlebih dahulu perihal denda dan besarannya kepada mahasiswa atau orang tua mahasiswa agar mereka mengetahui, paham, dan setuju akan ketentuan lembaga tersebut. (b) Nominalnya disebutkan dengan jumlah yang wajar dan lazim.
(c) Denda tersebut diberlakukan sebagai dana sosial disalurkan untuk peruntukan dan kebutuhan sosial seperti bantuan untuk tenaga pendidik yang membutuhkan bantuan dan lainnya. (d) Denda ini hanya diberlakukan kepada mahasiswa atau orang tua mahasiswa yang terlambat karena lalai dan tidak diberlakukan karena ada uzur syar’i seperti penurunan kemampuan keuangan (i’sar).
Mungkin tidak mudah bagi kampus atau lembaga pendidikan untuk mengetahui motif keterlambatan bayar, apakah ada uzur atau tidak.
Mungkin tidak mudah bagi kampus atau lembaga pendidikan untuk mengetahui motif keterlambatan bayar, apakah ada uzur atau tidak. Oleh karena itu, salah satu teknis untuk memudahkan pemilahan motif keterlambatan mahasiswa mengisi KRS; apakah karena lalai atau i’sar, maka lembaga bisa melakukan kebijakan bahwa setiap keterlambatan diperlakukan sebagai lalai. Selanjutnya, jika ada yang terlambat karena i’sar, maka menyampaikan dan di-treatment tanpa denda.
Ketiga, tetapi saat denda tersebut ingin dijadikan sebagai pendapatan lembaga pendidikan seperti peruntukannya untuk gaji/salary tenaga pendidik, maka besarannya harus didasarkan pada real cost.
Maksudnya, dikategorikan sebagai ganti rugi (ta’widh) apabila ketidakdisiplinan tersebut mengakibatkan lembaga mengalami kerugian riil. Sebagaimana fatwa DSN MUI No 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi (Ta’widh).
Keempat, kesimpulan tersebut sebagaimana tuntunan bahwa KRS itu adalah sebuah kewajiban yang harus ditunaikan dan saat ada penundaan tanpa ada uzur syar’i, maka itu tidak diperbolehkan (kezaliman).
Sebagaimana nash berikut, (1) Hadis Rasulullah SAW, “Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman...” (HR Bukhari, Muslim, Tirmizi, Nasa’i, Abu Daud, dan Ibnu Majah).
(2) Hadis Rasulullah SAW, “Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya.” (HR Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad).
(3) Dan penegasan ad-Dusuqi, “Siapa yang berkomitmen melaksanakan suatu kebaikan, maka ia wajib menunaikannya.” (Ad-Dusuqi, Hasyiyah ad-Dusuqi ‘ala asy-Syarh al-Kabir, 4/26).
Tetapi jika yang memiliki kewajiban itu dalam kondisi i’sar, maka harusnya diberikan dispensasi, sebagaimana nash, “Jika dia (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Kamu bersedekah (membebaskan utang) itu lebih baik bagimu apabila kamu mengetahui(-nya).” (QS al-Baqarah [2]: 280).
Jika kebijakan sudah disepakati, maka harus ditunaikan sebagaimana hadis, "...Dan kaum Muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram." (HR Tirmidzi).
Wallahu a’lam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Seabad Kebangkitan Ulama
Semangat kebangsaan dan keindonesiaan menjadi napas utama NU dalam berbangsa dan bernegara.
SELENGKAPNYAPengemis Online, Siapa yang Diuntungkan?
Ada sejumlah faktor yang melatarbelakangi munculnya fenomena pengemis online.
SELENGKAPNYA