Pangkalan Militer Clark saat masih dikuasai pasukan AS pada 1984. | Wikimedia Commons

Internasional

Adang Cina, AS Amankan Pangkalan di Filipina

AS sempat terusir dari Filipina selepas jatuhnya Ferdinand Marcos.

MANILA -- Perimbangan kekuatan Amerika Serikat (AS) dan Republik Rakyat Cina di wilayah Laut Cina Selatan dan Laut Cina Timur bakal kembali bergeser. Hal itu karena Filipina mengizinkan AS mengakses empat pangkalan militer tambahan di Filipina.

Filipina sempat menjadi wilayah AS selepas perang Spanyol-Amerika pada 1898. Negara tersebut kemudian memperoleh kemerdekaan pada 4 juli 1946.

Selepas itu, Filipina tetap menjadi lokasi dua pangkalan militer luar negeri terbesar AS, yakni Pangkalan Udara Clark dan Pangkalan Angkatan Laut Teluk Subic. Dua lokasi itu mendukung upaya perang AS di Vietnam pada 1960-an dan awal 70-an.

Menyusul dinamika politik di Filipina, kedua pangkalan dikembalikan ke Filipina pada 1990-an setelah perjanjian pangkalan militer 1947 antara Washington dan Manila berakhir.

photo
Peta Sengketa Wilayah Laut Cina Selatan - (Wikimedia Commons)

Belakangan, seturut agresifnya gerakan Cina di Laut Cina Selatan, Manila kembali membangun relasi dengan Washington. Cina dan Filipina terlibat sengketa wilayah di Beting Scarborough dan Kepulauan Spratly. Pada 2012, angkatan laut kedua negara sempat berhadap-hadapan di Beting Scarborough.

Pada 2014, Filipina dan AS kemudian meneken Perjanjian Kerja Sama Pertahanan yang Ditingkatkan (EDCA) sejak 2014 yang memungkinkan AS merotasi pasukan ke pangkalan di seluruh Filipina. Kesepakatan terbaru menambah empat pangkalan militer dalam paket itu.

Pernyataan itu muncul setelah Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin bertemu dengan Presiden Filipina Ferdinand "Bongbong" Marcos Jr di Manila, Kamis (2/2).

Dalam pengumuman bersama oleh Filipina dan AS, kedua negara telah memutuskan untuk mempercepat implementasi penuh dari EDCA. Program tersebut bertujuan untuk mendukung pelatihan, latihan, dan interoperabilitas gabungan.

photo
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin III (kanan) menyapa Komandan Militer Regional Mindanao Barat Letnan Jenderal Roy Galido dalam kunjungan di Camp Don Basilio Navarro di Zamboanga, Filipina Selatan, Rabu (1/2). - (Western Mindanao Command via AP)

Sebagai bagian dari perjanjian, AS telah mengalokasikan 82 juta dolar AS untuk perbaikan infrastruktur di lima lokasi EDCA saat ini.

Dalam kunjungan kali ini, menurut Komandan Militer Regional Mindanao Barat Letnan Jenderal Roy Galido, Austin mengunjungi Kota Zamboanga selatan dan bertemu dengan para jenderal Filipina serta kontingen kecil pasukan kontraterorisme AS yang berbasis di kamp militer lokal.

Lebih dari 100 personel militer AS telah memberikan nasihat intelijen dan pertempuran selama bertahun-tahun kepada pasukan Filipina yang memerangi pemberontakan selama puluhan tahun, yang meski telah jauh berkurang, tetap menjadi ancaman utama.

Baru-baru ini, pasukan AS telah mengintensifkan dan memperluas latihan bersama. Latihan itu berfokus pada kesiapan tempur dan tanggap bencana dengan pasukan Filipina di pantai barat yang menghadap ke Laut Cina Selatan dan di wilayah Luzon utara di seberang laut dari Selat Taiwan.

photo
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin III (kanan) menyapa Komandan Militer Regional Mindanao Barat Letnan Jenderal Roy Galido dalam kunjungan di Camp Don Basilio Navarro di Zamboanga, Filipina Selatan, Rabu (1/2). - (Western Mindanao Command via AP)

Langkah AS itu bagian penting dari penguatan basis militer yang akan digunakan sebagai akses untuk memantau kekuatan militer Cina di Laut Cina Selatan dan sekitar Taiwan.

Dengan kesepakatan tersebut, Washington telah menutup semua celah di busur aliansi AS yang membentang dari Korea Selatan dan Jepang di utara hingga Australia di selatan.

Selama ini, akses busur yang hilang adalah Filipina, yang berbatasan dengan dua titik konflik potensial terbesar, Taiwan dan Laut Cina Selatan, atau Laut Filipina Barat seperti yang ditegaskan Manila. "Ini bagian penambahan basis militer baru dan akses yang diperluas," menurut pernyataan dari Washington.

Kesepakatan itu akan memungkinkan hadirnya dukungan yang lebih cepat, seperti bantuan untuk bencana yang berkaitan dengan kemanusiaan dan perubahan iklim yang melanda Filipina. Sekaligus juga basis ini mampu menanggapi tantangan bersama lainnya, yakni kemungkinan untuk melawan kekuatan basis militer Cina di wilayah tersebut.

AS belum menyebutkan lokasi pangkalan baru itu, tetapi tiga dari pangkalan itu mungkin berada di Pulau Luzon, sebuah pulau di ujung utara Filipina, satu-satunya pulau besar yang dekat dengan Taiwan. Kesepakatan itu seolah membalikkan sejarah setelah kepergian AS dari Filipina, yang juga bekas jajahan mereka selama lebih dari 30 tahun di sana.

photo
Pangkalan Subic saat masih dikuasai pasukan AS sebelum 1992. - (Dok Angkatan Laut AS)

“Tidak ada kemungkinan di Laut Cina Selatan yang tidak membutuhkan akses ke Filipina,” kata Gregory B Poling, direktur program Asia Tenggara di Pusat Kajian Strategis dan Internasional di Washington. "AS tidak mencari pangkalan permanen. Ini tentang tempat, bukan pangkalan," kilahnya.

Maksudnya, AS mencari akses ke tempat-tempat yang memungkinkan operasi "ringan dan fleksibel" yang melibatkan perbekalan dan pengawasan dapat dijalankan sesuai kebutuhan. AS tidak mencari lokasi untuk menempatkan sejumlah besar pasukan. Dengan kata lain, ini bukan kembali ke tahun 1980-an ketika Filipina menjadi rumah bagi 15 ribu tentara AS dan dua pangkalan militer Amerika terbesar di Asia, di Lapangan Clark dan Teluk Subic di dekatnya.

Kembalinya pasukan AS ke Filipina ini juga punya nilai sejarah. Dahulu, para pasukan AS diusir dari Filipina seiring jatuhnya kediktatoran Ferdinand Marcos pada 1991. Kini, saat putranya, Ferdinand Marcos Jr, kembali ke Istana Malacañang, AS mendapatkan kembali kesempatan bermarkas di kepulauan tersebut.

photo
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. - (AP/Ezra Acayan/Pool Getty Images)

Sejak 2014, Cina telah membangun 10 pangkalan baru dari reklamasi pulau buatan, termasuk satu di Mischief Reef, jauh di dalam zona ekonomi eksklusif atau ZEE Filipina. "Hingga saat itu, hubungan antara Manila dan Beijing bebas dari masalah besar," kata Herman Kraft, profesor ilmu politik di Universitas Filipina.

"Pada 2012, mereka mencoba untuk menguasai Beting Scarborough. Kemudian, pada tahun 2014, mereka mulai membangun pulau-pulau itu. Perampasan tanah oleh Cina mengubah hubungan tersebut," ujar Herman.

Sementara itu, Filipina memiliki kemampuan yang sangat terbatas. "Terutama dari segi militer untuk melawan ancaman dari Cina," kata mantan Duta Besar Filipina untuk AS Jose Cuisia Jr.

Cuisia mengatakan, Cina telah berulang kali mengingkari janji untuk tidak memiliterisasi pangkalan baru mereka di Laut Cina Selatan. "Cina telah memiliterisasi dengan berbagai perangkatnya dan itu membuat lebih banyak wilayah kami terancam. Hanya AS yang memiliki kekuatan untuk menghentikannya. Filipina tidak dapat melakukannya sendiri," ujar Cuisia.

photo
Tangkapan citra satelit menunjukkan pulau buatan Cina di Laut Cina Selatan, beberapa waktu lalu. Pulau tersebut dikhawatirkan bertujuan untuk menjadi pangkalan militer. - (AP Photo)

Dalam perjalanan sejarah, kekerasan dan pelecehan oleh pasukan AS di Filipina masih menjadi topik sensitif. Diperkirakan ada 15 ribu anak yang ditinggal bersama ibu orang Filipina ketika ayah mereka yang juga prajurit AS memilih pulang kampung.

"Kami memiliki sejarah panjang ketidaksetaraan dalam hubungan kami," kata Renato Reyes, sekretaris jenderal Aliansi Patriotik Baru, sebuah kelompok sayap kiri. "Filipina terpaksa menanggung biaya sosial. Ada sejarah pemerkosaan, pelecehan anak, dan limbah beracun."

Kembalinya AS ke Filipina sebagian ditentang keras oleh kelompok sayap kiri negara itu. Meskipun tidak akan ada banyak pasukan AS di basis pangkalan baru seperti sebelumnya, Washington sekarang meminta akses ke beberapa lokasi baru.

 
Kami memiliki sejarah panjang ketidaksetaraan dalam hubungan kami.
 
 

Beberapa kemungkinan lokasi basis pangkalan tersebut yaitu menghadap langsung ke Laut Cina Selatan, sedangkan yang lainnya menghadap ke utara menuju Taiwan. Laporan tidak resmi menunjukkan opsi di Cagayan, Zambales, Palawan, dan Isabella.

Lokasi pertama menghadap Taiwan, yang kedua Beting Scarborough, dan yang ketiga Kepulauan Spratly. Setiap fasilitas baru AS akan berada di dalam pangkalan Filipina yang ada. Pasukan AS akan datang dalam kelompok kecil dan bergilir.

Tujuannya untuk mencegah ekspansi teritorial lebih lanjut oleh Cina di Laut Cina Selatan sekaligus menyediakan tempat bagi AS untuk mengawasi pergerakan militer Cina di sekitar Taiwan.

AS Kembali Buka Front di Pasifik

Sejak 2019 Cina memburu pengaruh sekutu-sekutu di Pasifik.

SELENGKAPNYA

Adu Pengaruh AS-Cina di Pasifik

Cina sangat aktif memperluas pengaruhnya di kawasan.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya