LGBT | EPA

Nasional

Ormas Pro LGBT Lawan Perda P4S Bogor

Pemkot Bogor tidak berencana membuat Perda yang secara khusus melarang keberadaan LGBT.

BOGOR— Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perilaku Penyimpangan Seksual (P4S) dipersoalkan oleh sekelompok organisasi masyarakat yang menamakan diri sebagai Koalisi Kami Berani. Koalisi yang terdiri atas 24 ormas tersebut menilai perda itu bersifat diskriminatif.

Koalisi tersebut mengungkapkan, perda itu ditujukan untuk menangani penyebaran HIV-AIDS, tapi dinilai dapat memperburuk respons kesehatan di Kota Bogor. Nono Sugiono, ketua Arus Pelangi, menyebut perda itu diskriminatif. Dilansir dari laman smeru.id, Arus Pelangi adalah sebuah organisasi yang terus mendorong terwujudnya tatanan masyarakat yang bersendikan pada nilai-nilai kesetaraan, berperilaku, dan memberikan penghormatan terhadap hak-hak kaum lesbian, gay, biseksual, transeksual, dan transgender (LGBT) sebagai hak asasi manusia.

Koalisi Kami Berani mencatat, selama kurun waktu Desember 2022 hingga kini, ada raperda dinilai memuat sifat diskriminatif yang anti-LGBT, yakni raperda di Garut, Bandung, Makassar, dan Medan.

 
Pemerintah tidak belajar dari kasus-kasus intoleran yang merupakan pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lalu.
NONO SUGIONO Ketua Arus Pelangi
 

“Pemerintah tidak belajar dari kasus-kasus intoleran yang merupakan pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lalu. Intoleransi dan kebencian berdasarkan identitas memecah belah anak bangsa dan membuat Indonesia menjadi negara yang semakin terbelakang karena fokus politisinya adalah politik praktis yang memainkan identitas kelompok rentan,” kata Nono, belum lama ini.

Perda No 10/2021 memuat sejumlah perbuatan yang dinilai merupakan penyimpangan seksual. Dalam Pasal 6, beberapa bentuk perbuatan yang disebut menyimpang, yakni homoseksual, lesbian, biseksual, dan waria. Sejumlah strategi untuk mengantisipasi jenis-jenis penyimpangan tersebut dimuat dalam beleid ini, seperti pencegahan perilaku menyimpang lewat institusi pendidikan hingga pembentukan komisi penanggulangan penyimpangan seksual.

Meski demikian, perda ini tidak memuat sanksi yang jelas bagi pelaku penyimpangan seksual seperti LGBT. Di dalam pasal 25, sanksi dijelaskan hanya dikenakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

photo
Wali Kota Bogor  Bima Arya Sugiarto - (Erdy Nasrul)

Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, mempersilakan jika perda tersebut digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bima Arya menjelaskan, semua perda yang telah disahkan sudah melalui proses kajian dari provinsi. Apabila ada hal-hal yang dirasakan bertentangan dengan konstitusi, menurutnya sangat memungkinkan untuk diajukan gugatan ke MK.

“Itu terbuka saja. Karena pemerintah kota tentu tidak dalam posisi mencabut. Tapi, apabila ada hal yang dirasa bertentangan, kami dengan senang hati membuka kesempatan itu melalui proses MK,” kata Bima Arya ketika ditemui Republika di Balai Kota Bogor, Selasa (31/1/2023).

Politikus PAN ini menuturkan, hal ini dikembalikan lagi seluruhnya ke dalam hierarki perundang-undangan yang berlaku seperti apa. Bahkan, pada April 2022, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor membuka ruang dialog seluas-luasnya kepada masyarakat terkait terbitnya Perda 10/2021 tentang P4S.

Dia menegaskan, target dari diterbitkannya perda ini ialah untuk sosialisasi dan edukasi terkait risiko penyakit menular seksual (PMS). Apabila ada hal yang dirasa bertentangan, Bima Arya telah menerima audiensi dari Koalisi Kami Berani pula terkait kritik di perda yang sama.

“Saya sudah menerima tahun lalu audiensi dari teman-teman yang juga mengkritisi produk perda itu dan saya sampaikan hal yang sama. Silakan dilakukan saja proses berdasarkan undang-undang, yaitu melakukan gugatan,” ujarnya.

Kendati demikian, Bima Arya menegaskan, Pemkot Bogor tidak berencana membuat perda yang secara khusus melarang keberadaan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Sebab target dari Pemkot Bogor sendiri ialah edukasi terkait ekses negatif yang berkaitan dengan penyakit sosial. “Iya (Perda P4S) sudah disahkan dan apabila ada hal-hal yang dirasa bertentangan dengan konstitusi silakan saja digugat ke MK,” ujarnya lagi.

 
Iya (Perda P4S) sudah disahkan dan apabila ada hal-hal yang dirasa bertentangan dengan konstitusi silakan saja digugat ke MK.
BIMA ARYA Wali Kota Bogor
 

Sejumlah daerah mewacanakan agar kepala daerah terkait segera membahas peraturan daerah anti LGBT. Salah satunya yakni Garut. Koordinator Aliansi Umat Islam Garut Aam Muhammad Jalaludin mengatakan, usulan untuk membuat perda tentang LGBT disampaikan bukan untuk memusuhi kelompok itu. Keberadaan perda justru akan mencegah aksi main hakim sendiri dari masyarakat. "Perda ini justru mengantisipasi tindakan main hukum sendiri," kata dia.

Menurut Ceng Aam, fokus perda itu juga bukan untuk penindakan, melainkan pencegahan. Ia berharap adanya perda dapat membuat pencegahan terhadap perilaku LGBT lebih optimal. Menurut Ceng Aam, berdasarkan pengamatannya di lapangan, kaum LGBT itu rata-rata kurang memiliki pemahaman keagamaan.

Untuk mengubahnya, pihaknya siap menampung dan melakukan pembinaan. "Ini bukan benci. Kita justru sayang dengan orang-orang seperti itu, mangkanya kota harus lakukan pembinaan," kata dia.

Dasar penolakan LGBT

Wakil Ketua Komisi Hukum dan HAM Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hafidz Abbas mengatakan, setidaknya ada tiga dasar yang digunakan masyarakat internasional, termasuk Indonesia, menolak LGBT. Yakni, Deklarasi Kairo tentang HAM dalam Islam pada 1991, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28B, serta Undang-Undang HAM.

Mantan ketua Komnas HAM ini menegaskan, sebagaimana disebutkan dalam Deklarasi Kairo bahwa salah satu tujuan membangun keluarga adalah melanjutkan keturunan. Begitu pun dengan UUD 1946 Pasal 28B, yang menjelaskan hak warga negara berkeluarga untuk melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Hal ini, menurut dia, tidak dapat diwujudkan oleh kelompok LGBT.

photo
Sejumlah warga dan alim ulama melakukan aksi penolakan keberadaan LGBT di depan Masjid Al Ishlah, Depok, Jawa Barat, Rabu (15/1/2020).ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/hp. - (ASPRILLA DWI ADHA/ANTARA FOTO)


"Jadi, kalau ada LGBT itu bisa dilihat sebagai kekejaman kemanusiaan. Karena manusia itu (jadi) tidak bisa berkembang. Bagaimana bisa ada keturunan kalau perkawinannya sesama jenis. Jadi, paham politik hukum kita saja sudah tidak ada tempatnya bagi homoseks (LGBT). Dan alasan lainnya karena kultural kita tidak punya tempat (untuk LGBT)," kata Hafidz.

Hafidz mengatakan, MUI menyambut baik rencana sejumlah daerah menerbitkan Perda Anti LGBT. Namun, menurut dia, Perda Anti LGBT perlu lebih mengarah pda tumbuhnya norma dan etika daripada mengarah pada hukum yang berujung pada pidana. Dia menegaskan, dengan tumbuhnya norma di masyarakat, LGBT tidak akan berkembang dan mati dengan sendirinya.

"Dengan tumbuhnya norma, dia (LGBT) akan mati dengan sendirinya karena dia akan terisolasi dengan masyarakat, tidak berkembang karena masyakarat menolaknya. Sehingga (perda) mempunyai akar kultural yang kukuh. Jadi, di perda itu merupakan imbauan-imbauan moral saja tidak apa-apa, enggak usah ada hukuman begini begitu nanti gaduh. Tapi, nilai-nilai kultural kita itu harus dikuatkan," kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Arah Baru Perda Anti LGBT

Perda anti LGBT perlu lebih mengarah pada tumbuhnya norma dan etika.

SELENGKAPNYA

Media Sosial Diramaikan Jasa Prostitusi LGBT

Total ada 39.291 akun yang berpartisipasi dalam perbincangan tentang LGBT di Indonesia.

SELENGKAPNYA

Beda Paus, Tokoh Protestan RI, dan Al-Azhar Soal LGBT

Dalam kitab suci Kristen, manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Tuhan yaitu laki-laki dan perempuan.

SELENGKAPNYA