
Olahraga
Jangan Anggap Remeh Kekerasan Sepak Bola
Tragedi Kanjuruhan harus diselesaikan secara tuntas.
OLEH WILDA FIZRIYANI, AFRIZAL ROSHIKUL ILMI
Kasus kekerasan di sepak bola Indonesia terus terjadi selama beberapa waktu terakhir. Terbaru, Kantor Arema FC harus mengalami kerusakan setelah terjadi bentrokan antara suporter Aremania dan tim pengaman markas 'Singo Edan'.
Beberapa peristiwa kerusuhan yang dilakukan oleh oknum suporter sepak bola Indonesia di beberapa daerah dalam sepekan terakhir. Peristiwa tersebut, antara lain, pelemparan terhadap bus Arema FC, bus Persis Solo, dan kerusuhan di kantor Arema FC.
Terbaru, polisi menahan 107 orang usai kericuhan saat aksi demo yang dilakukan suporter Arema FC pada Ahad (29/1). Demo dilakukan di Jalan Mayjen Panjaitan Nomor 42, Penanggungan, Kecamatan Klojen, Kota Malang, atau di Kantor Arema. 107 orang itu saat ditahan di Polresta Malang.
Polisi juga menangkap tujuh pelaku kasus pelemparan bus Laskar Sambernyawa, Persis Solo usai laga lawan Persita Tangerang di kawasan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Sabtu (28/1). Ketujuh orang itu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut dan terancam hukuman hingga lebih dari lima tahun penjara.
Pengamat Sepak Bola dari Save Our Soccer (SOS), Akmal Marhali mengatakan, kejadian tersebut sudah seharusnya untuk tidak dianggap remeh. Pasalnya, sejauh ini kasus-kasus tersebut acap dianggap remeh oleh sejumlah pihak. "Baik itu oleh PSSI, oleh manajemen klub bahkan oleh pemerintah melalui kepolisian," kata Akmal saat dihubungi Republika.
Menurut Akmal, kejadian yang terjadi di Malang sebenarnya sudah termasuk tindak pidana. Hal ini karena aksi tersebut termasuk pengrusakan hak milik orang lain. Dia berharap hal tersebut dapat diantisipasi sehingga tidak terulang lagi di masa mendatang.
Di samping itu, Akmal juga turut menyoroti kejadian pengrusakan bus milik Arema FC dan Persis Solo, beberapa waktu lalu. Menurut dia, tindakan tersebut dapat terjadi karena selama ini kejadian serupa tidak pernah ditangani secara hukum. Fenomena tersebut dianggap hal biasa di dunia sepak bola meskipun sebenarnya sudah masuk ranah pidana.
Karena dianggap biasa, maka orang melihatnya bukan sebagai suatu masalah apabila melakukan pengrusakan. Terlebih apabila orang membandingkan dengan kejadian tragedi Kanjuruhan yang mana pelakunya tidak diproses secara hukum.

"Orang akan berpikiran kita merusak bus tidak masalah, loh di Kanjuruhan tidak dihukum. Kita merusak fasum (fasilitas umum) tidak apa-apa dong, orang di Kanjuruhan tidak dihukum. Bahkan, membunuh orang tidak masalah Karena Kanjuruhan 135 orang meninggal dunia tidak ada yang dihukum itu. Ini bahaya untuk penegakan hukum di Indonesia," jelasnya.
Akmal menyarankan agar semua komponen dapat menyelesaikan tragedi Kanjuruhan secara tuntas. Hal ini penting agar tidak ada orang yang berpikiran untuk menghalalkan segala cara dalam menyampaikan kekecewaannya. Kemudian juga untuk menghindari orang-orang melakukan pelanggaran hukum juga ke depannya.
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali juga menyayangkan beberapa peristiwa kerusuhan yang dilakukan oleh oknum suporter sepak bola Indonesia.
"Polisi sudah bertindak tegas, 107 orang ditangkap. Saya kira memang harus begitu. Tidak boleh menunjukkan kemarahan dengan anarkis seperti itu. Kejadian di Tangerang juga langsung (ditangani)," kata Zainudin kepada wartawan, Senin (30/1).

"Kami mendukung langkah-langkah kepolisian dalam menegakkan aturan, sesuai aturan supaya siapapun yang berniat membuat kerusuhan itu ditanganinya dengan aturan hukum yang ada," ujarnya.
Selain itu, Zainudin mengatakan hal ini tidak akan berpengaruh pada izin kompetisi. Menurutnya, langkah kepolisian sudah tepat dengan mengamankan para oknum pembuat onar tanpa harus mencabut izin kompetisi. Pasalnya, jika itu kembali terjadi maka dampaknya akan sangat besar bagi berbagai pemangku kepentingan sepak bola Indonesia.
"Yang mengganggunya yang kita suruh kejar. Jangan mengorbankan klub, loh. Jangan ketika ada orang yang mengganggu itu, kemudian kompetisi kita hentikan. Tidak boleh. Pengganggunya yang kita cari, kita hukum," kata Zainudin. "Ini kan ada penganjurnya, nah itu yang dicari oleh polisi, siapa yang menyuruhnya," tambahnya.
Pembubaran
Kerusuhan di kantor Arema FC juga memicu wacana pembubaran klub itu. Pengamat sepak bola Kesit Budi Handoyo mengungkapkan kalau pembubaran Arema FC yang masih wacana karena rasa frustasi di tengah insiden Kanjuruhan yang terus menjadi perhatian. Dan sekedar mencari simpati publik.
Ketika dihubungi Republika, Selasa (31/1/2023) Kesit mengatakan, "Kalau saya sih melihatnya lebih karena mereka frustasi karena di tengah insiden Kanjuruhan yang terus mendapatkan perhatian besar dalam penyelesaiannya. Selebihnya, mungkin juga dari sisi keuangan mereka sudah mulai kesulitan. Atau, bisa saja sekadar cari simpati kepada publik."
Arema juga tidak diterima main di mana-mana, lanjut Kesit, "Hal ini Lebih karena insiden Kanjuruhan yang menewaskan 135 suporter. Insiden itulah yang mengundang empati masyarakat dan juga suporter-suporter lain di daerah yang kemudian menolak kehadiran Arema FC."
Menurutnya, penolakan Arema FC sebagai klub mungkin karena persepsi dinilai tidak memperlihatkan empati mendalam terhadap suporternya mereka sendiri yang meninggal dunia di Kanjuruhan akibat gas air mata. Tidak adanya empati yang mendalam itu terekam dari masih ikutnya Arema di arena Liga 1 sementara penyelesaian dari tragedi itu belum menampakkan ketegasan.
"Sebenarnya kalau soal setuju atau tidak setuju (Arema bubar) itu relatif. Yang tahu isi dapurnya Arema FC tentu ya manajemen mereka. Artinya, kalau memang mereka sudah merasa tak kuat lagi menjalankan klubnya, ya lebih baik bubar saja," kata dia.
Berhati-hati dengan Pesan Pembawa Malware
Pelaku melakukan pendekatan atau social engineering pada korban.
SELENGKAPNYAMengapa Tiktok Dimusuhi di Mana-Mana?
Tiktok diyakini memiliki info pribadi dan data sensitif konsumen.
SELENGKAPNYAAS Juga Ogah Kirim Pesawat Tempur
Permintaan Ukraina atas bantuan pesawat tempur belum bersambut.
SELENGKAPNYA