Warga Palestina membakar ban dalam aksi di Jalur Gaza menetang penggerebekan Israel di Jenin, Tepi Barat, Kamis (26/1/2023). | AP Photo/Fatima Shbair

Internasional

Eskalasi Kekerasan dan Bayangan Intifada Ketiga

Seorang warga Palestina kembali ditembak mati pasukan Israel.

TEL AVIV -- Eskalasi kekerasan di Palestina akibat penindakan brutal Israel terus berlanjut. Kali ini, pasukan Israel membunuh seorang pria Palestina di wilayah pendudukan Tepi Barat pada Senin (30/1).

Menurut angka dari kelompok hak asasi Israel B'Tselem, hampir 150 warga Palestina gugur di Tepi Barat dan Yerusalem Timur tahun lalu, menjadikannya tahun paling mematikan di wilayah tersebut sejak 2004. Sebanyak 10 orang Israel lainnya terbunuh akhir tahun lalu, meningkatkan jumlah kematian Israel tahun 2022 menjadi 29.

Israel mengatakan, sebagian besar dari mereka yang terbunuh adalah militan, tetapi warga Palestina menyatakan, serangan itu juga ditujukan kepada pihak yang tidak terlibat dalam konfrontasi. Israel mengatakan, serangan militer itu dimaksudkan untuk membongkar jaringan militan dan menggagalkan serangan pada masa depan, sementara Palestina memandangnya sebagai tindakan lebih lanjut dari pendudukan terbuka Israel selama 55 tahun.

Pembunuhan kemarin menandai pertumpahan darah terbaru dalam kekerasan yang terjadi saat Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengunjungi wilayah tersebut. Militer Israel tidak segera memberikan komentar.

photo
Tim penyelamat Palestina memeriksa lokasi bangunan yang rusak setelah serangan pasukan Israel di Kota Jenin, Tepi Barat, Kamis, (26/1/2023). - (AP Photo/Majdi Mohammed)

Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan, korban pembunuhan itu adalah Nassim Abu Fouda berusia 26 tahun. Dia ditembak di Hebron yang sering menjadi pusat bentrokan antara militer Israel dan Palestina.

Kondisi yang memanas antara Israel dan Palestina telah meningkat dalam beberapa hari terakhir. Serangan militer Israel ke kubu militan di Kota Jenin, Tepi Barat, pekan lalu yang menewaskan 10 orang. Serangan itu disusul serangan penembakan Palestina di permukiman Yahudi di Yerusalem Timur yang menewaskan tujuh orang Israel.

Kerusuhan berlanjut pada hari-hari berikutnya, mendorong Israel mengesahkan serangkaian langkah hukuman berat terhadap Palestina. Kondisi itu meningkatkan ketegangan saat Blinken memulai pertemuan dengan para pemimpin pada kemudian hari.

Kekerasan itu terjadi setelah berbulan-bulan serangan penangkapan Israel di Tepi Barat. Kondisi ini seusai gelombang serangan warga Palestina terhadap warga Israel pada musim semi 2022 yang menewaskan 19 orang.

Kunjungan Blinken diperkirakan akan sarat dengan ketegangan atas perbedaan antara pemerintahan Joe Biden dan pemerintahan baru Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang terdiri atas pendukung permukiman. Dia sekarang harus menghadapi tantangan tambahan selama perjalanannya, mencoba memulihkan ketenangan bahkan ketika kekerasan terus berlanjut.

Perlawanan besar-besaran Palestina terhadap Israel yang kerap disebut intifadah telah terjadi sebelumnya. Pada 9 Desember 1987, gerakan intifadah Palestina pertama pecah. Pemberontakan rakyat Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza itu bertujuan mengakhiri pendudukan Israel di wilayah tersebut.

Gerakan itu berakhir pada September 1993 dengan penandatanganan Kesepakatan Oslo pertama, yang memberikan kerangka kerja untuk negosiasi perdamaian antara Israel dan Palestina.

Intifadah kedua pecah pada September 2000. Kala itu perlawanan dipicu kehadiran pimpinan kelompok sayap kanan Ariel Sharon ke Masjid al-Aqsha. Perlawanan kedua itu selesai pada 2005. Kedua pemberontakan tersebut mengakibatkan kematian lebih dari 5.000 warga Palestina dan sekitar 1.400 orang Israel.

Media Israel yang condong netral dan berafiliasi ke sayap kiri memperingatkan tentang pecahnya intifadah ketiga Palestina di tengah meningkatnya kekerasan di wilayah pendudukan. Komentator militer Israel, Ron Ben-Yishai, mengatakan kepada surat kabar Yedioth Ahronoth bahwa serangan terhadap sinagog itu merupakan pembalasan atas operasi militer di Jenin.

photo
Warga Palestina memertahankan Masjid al-Aqsha selepas kunjungan Ariel Sharon pada September 2000. - (Public Domains)

"Israel harus segera mencegah operasi lebih lanjut serta pembalasan oleh ekstremis Yahudi di Yerusalem," ujar Ben-Yishai, Ahad (29/1).

Ben-Yishai memperingatkan, perkembangan baru-baru ini di Jenin dan Yerusalem dapat meningkatkan kekerasan ekstrem menjadi pemberontakan nyata yang melibatkan massa Palestina dan ekstremis Yahudi.

Ben-Yishai memperingatkan bahwa setiap operasi besar yang disetujui oleh kabinet keamanan Israel akan semakin mengobarkan api daripada menenangkan kawasan. "Tidak ada operasi besar di kota-kota Palestina atau di lingkungan Yerusalem Timur yang diperkirakan akan mencapai hasil yang signifikan dan itu hanya akan mengipasi api dan memicu pemberontakan," ujar Ben-Yishai.

Pemerintah Israel mengumumkan rencana untuk memudahkan warganya mendapatkan senjata api dan meningkatkan pasukan militer di tengah meningkatnya kekerasan di wilayah pendudukan Palestina.

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengumumkan langkah tersebut pada Sabtu (28/1) malam setelah mengadakan rapat kabinet terkait penembakan di sinagog.

"Kami mengerahkan pasukan, meningkatkan pasukan, dan kami melakukannya di arena yang berbeda," kata Netanyahu pada Sabtu (28/1) dilaporkan Aljazirah.

photo
Korban Penjajahan Israel - (Republika)

Netanyahu berjanji untuk mempercepat izin senjata bagi warga Israel dan meningkatkan upaya untuk mengumpulkan "senjata ilegal". Netanyahu menambahkan, rumah para tersangka penyerang akan disegel sebelum dihancurkan. "Ini adalah akibat dari mereka yang mendukung terorisme," kata Netanyahu.

Kantor Netanyahu mengatakan tunjangan jaminan sosial untuk keluarga penyerang juga akan dibatalkan. Selain itu, mereka menjanjikan langkah-langkah baru untuk "memperkuat" permukiman ilegal Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat.

Seorang juru bicara militer Israel mengatakan, satu batalion tambahan telah dikirim ke wilayah pendudukan Tepi Barat untuk penguatan. Analis di Israel mengatakan, Netanyahu berada di bawah tekanan dari kabinetnya termasuk Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, yang merupakan politisi sayap kanan.

Ben-Gvir telah mendorong lebih banyak izin senjata untuk warga israel. Dia juga akan mendorong hukuman mati terhadap "teroris". Ben-Gvir mengatakan, langkah-langkah baru keamanan belakangan penting. Tetapi, dia menginginkan "lebih banyak tindakan lagi".

"Itamar Ben-Gvir memiliki reputasi sebagai penyulut kebakaran dan sekarang Netanyahu memberinya satu wadah penuh minyak," kata Akiva Eldar, kontributor surat kabar harian Israel Haaretz.

Israel Terlibat Serangan Drone di Iran?

Serangan pesawat tanpa awak ke Iran menyebabkan kenaikan harga minyak dunia.

SELENGKAPNYA

Kekerasan Meningkat, Israel Tingkatkan Pencaplokan

Berbagai negara serukan dihentikannya kekerasan.

SELENGKAPNYA

Indonesia Kutuk Brutalitas Israel di Kamp Pengungsi Jenin

Korban gugur di Jenin dari berbagai faksi di Palestina.

SELENGKAPNYA