Kepala BMKG Dwikorita Karnawati. | Republika/Prayogi

Wawasan

Nyatanya Ancaman Pemanasan Global

Wawancara dengan Kepala BMKG Prof Dwikorita Karnawati

Berbagai anomali cuaca terjadi di muka Bumi. Mulai dari curah hujan tak biasa yang membuat hijau gurun-gurun di Arab Saudi, suhu dingin luar biasa di utara Cina, gelombang panas di Eropa, hingga hujan ekstrem yang menimbulkan berbagai bencana dan gagal panen di Indonesia. Apa yang sedianya terjadi dengan planet ini?

Wartawan Republika Fitriyan Zamzami dan Ronggo Astungkoro menanyai Kepala Badan Menteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Prof Dwikorita Karnawati soal hal ini. Berikut petikan wawancara tersebut.

Terjadi sejumlah kejadian anomali cuaca di berbagai negara. Apa sebenarnya yang terjadi pada Bumi kita?

Jadi, sebetulnya saya yakin sudah banyak masyarakat ataupun banyak pihak yang mengetahui ya. Jadi, sudah beberapa tahun, bahkan 20-30 tahun terakhir ini kita kan dilanda pemanasan global yang berdampak pada perubahan iklim global. 

Bahkan, para petani dan nelayan pun mengalami dampak yang paling terasa. 
 

Dan salah satu ciri dari dampak tersebut, makin seringnya terjadi kondisi ekstrem, baik ekstrem basah maupun ekstrem kering. Nah, juga terjadinya fenomena yang tidak lazim terjadi. Misalnya, di Indonesia pun akhir-akhir ini kita juga sering mengalami hujan es. Padahal itu juga dulu-dulu jarang terjadi.

Kemudian di negara yang dingin juga beberapa kali mengalami gelombang panas atau heatwave. Jadi, sebetulnya memang planet Bumi kita ini sedang berada pada kondisi gangguan berupa anomali iklim akibat dari peningkatan suhu yang semakin melaju dan itu ada data-data historisnya.

Jadi, misalnya di Indonesia selama 30 tahun terakhir laju perubahan suhu ini mencapai yang terpanas atau tertinggi itu 0,7 derajat Celsius dalam 30 tahun terakhir ya dan itu tercatat di Kalimantan Timur. Di beberapa wilayah juga mengalami peningkatan signifikan hampir merata di seluruh wilayah di Indonesia. Jadi, itulah yang berakibat pada fenomena-fenomena ini, anomali-anomali itu.

Apa yang terjadi dengan Bumi kita? - (Republika)  ​

Bahkan, para petani dan nelayan pun mengalami dampak yang paling terasa. Yang seharusnya musim hujan ternyata kemaraunya masih berjalan terus. Sebaliknya, yang harusnya kemarau ternyata kemaraunya basah. Fenomena itu tampaknya masih akan berjalan terus selama kita tidak mampu mengendalikan laju kenaikan suhu udara, kenaikan temperatur.

Berarti kejadian-kejadian ini bukan sementara?

Ini merupakan bagian dari suatu proses yang panjang, dikhawatirkan tidak sementara. Bahkan teman-teman di BMKG, para pakar klimatologi itu menganalisis memproyeksikan kenaikan suhu udara ini masih dapat berlangsung sampai 100 tahun ke depan apabila kita tidak melakukan mitigasi terhadap perubahan iklim, tidak mengendalikan laju kecepatan kenaikan suhu ini.

Jadi, diprediksi atau diproyeksikan pada akhir abad ke-21 kenaikan suhu udara di Indonesia, di sebagian besar pulau di Indonesia ini bisa mencapai 3 derajat Celsius lebih dibandingkan dengan suhu udara sebelum masa revolusi industri.

Jadi, suhu udara pada 1850-1900 ini kan harusnya sudah ada kesepakatan internasional yang dikenal sebagai Paris Agreement, pada 2030 kenaikan suhu udara secara global tidak boleh lebih dari 1,5 derajat Celsius dibandingkan baseline-nya itu masa sebelum revolusi industri, yaitu 1850-1900. 

Artinya, pada sekitar tahun itu sudah mencapai 1 derajat Celsius dibandingkan masa pra-industri. 
 

Tahun 2022 yang lalu sudah mencapai 1,1 derajat Celsius. Padahal pada 2019 di wilayah Indonesia ini teman-teman BMKG memprediksi tahun 2030 dapat terjadi kenaikan suhu setengah derajat Celsius. Itu skenario terburuk ya yang saya sampaikan, dengan baseline tahun 2016. Artinya, pada sekitar tahun itu sudah mencapai 1 derajat Celsius dibandingkan masa praindustri.

Artinya, batasan suhu tidak boleh lebih dari 1,5 derajat Celsius pada 2030 kemungkinan besar akan terlampaui kalau kita tidak melakukan pengendalian terhadap laju kenaikan suhu tersebut yang disebut sebagai mitigasi.

Keadaan di lapangan apa yang bisa terjadi dengan kondisi itu?

Misalnya, jadi ada beberapa hal yang dapat kita lihat di lapangan sebagai dampak kenaikan suhu ini. Contohnya BMKG ada data, tahun 1950-1970/80-an dibandingkan dengan 1970/80-an hingga sekarang itu kejadian ekstrem makin sering terjadi.

Kejadian El Nino-La Nina itu fenomena anomali iklim, periode ulangnya antara 5-7 tahun itu sebelum tahun 1980 dari 1950. Setelah 1980, kejadiannya itu bisa hanya kisaran 2-5 tahun, padahal sebelumnya bisa sampai tujuh tahun lebih. Artinya, itu semakin sering fenomena anomali itu. Itu dampak yang paling mudah kita lihat.

Bagaimana Dampak Perubahan Iklim di Indonesia - (Republika)  ​

Kejadian anomali itu bisa berupa ekstrem basah, tapi bisa juga ekstrem kering. intensitas ekstremnya itu semakin meningkat. Contohnya, sebelum 2020, curah hujan tertinggi tercatat tidak pernah melebihi 330 mm. Tapi, pada 2020 bulan Januari, tepatnya 1 Januari, curah hujan tertinggi di wilayah DKI tercatat 377 ml. Padahal sebelumnya tidak pernah mencapai 300 mm. Itu kejadian ekstremnya cepat melompat.

Definisi hujan ekstrem batasannya itu 150 mm. Katakanlah 151 mm itu sudah ekstrem. Ini kan udah dua kali lipat lebih, double ekstrem. Jadi, dampak dari laju kenaikan temperatur ini adalah kejadian ekstrem baik basah atau kering semakin sering terjadi.

Hujan yang 377 mm itu setara dengan hujan 1 bulan lebih, tapi itu turun dalam beberapa jam atau dalam 24 jam. Jadi, kemungkinan curah hujannya tidak bertambah, tapi yang harusnya turun merata dalam satu bulan itu bisa turun hanya sehari dua hari. Itu bisa terjadi. Juga durasi ekstrem itu bisa makin panjang.

Yang biasanya jaman saya kuliah dulu dosen saya mengatakan “hujan deras paling hanya setengah jam”, sekarang itu bisa beberapa jam. Jadi, durasinya makin panjang. 

Ini kan udah dua kali lipat lebih, double ekstrem. 
 

Dampak yang lain apa? Es mencair di kutub. Nggak usah jauh-jauh, peneliti BMKG Dr Donaldi itu meneliti tahun 2010 dan terakhir kemarin mengecek lagi di lapangan di Puncak Jayawijaya tahun 2022 bulan Desember es itu tersisa tinggal 1 persen, bahkan berkurang. Itu meliputi wilayah seluas 2 kilometer persegi. Tahun 2025 diperkirakan esnya akan punah.

Dampaknya kan terjadi perubahan ekosistem di wilayah tersebut dan sekitarnya, di wilayah indonesia bahkan. Ini secara satu contoh di lapangan ya.

Dampak yang lain juga beberapa tulisan, beberapa paper menyatakan kenaikan muka air laut karena es itu mencair sehingga muka air laut meningkat dan beberapa pantai tenggelam. Meskipun itu sangat lambat, tapi pasti.

Ini seperti film-film Hollywood ya, Bu?

Ya memang ada film bagus tahun 2006 saya lihat. Ada Inconvenient Truth. yang Al Gore. Itu contoh yang ekstremnya tuh seperti itu. itu bagus tuh untuk edukasi.

Bagaimana Menangani Perubahan Iklim? - (Republika)  ​

Dulu orang sebagian bilang perubahan iklim tak ada dasarnya. Tapi sekarang benar-benar terlihat di depan mata kita. Apa yang bisa kita lakukan?

Nah, nomor satu mengendalikan laju kenaikan temperatur. Karena driver dari perubahan iklim ini adalah kenaikan temperatur yang melaju. Kecepatan kenaikan temperatur ini harus kita kendalikan. Pertanyaannya, mengapa temperatur atau suhu permukaan di bumi ini semakin panas?

Itu riset menunjukkan terjadi akibat adanya akumulasi gas-gas rumah kaca yang konsentrasinya semakin meningkat. Terutama gas CO2. Jadi, sumber penghasil gas itu macam-macam. Tapi, yang proporsinya tertinggi diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar fosil.

Jadi, energi fosil itu perlu untuk dikendalikan, diminimalisasi. Pembakaran energi fosil ini perlu dikurangi atau bahkan digantikan dengan energi yang lebih ramah lingkungan. Misalnya renewable energy. Energi surya, energi angin, energi air, mikrohidro. Sebenarnya teman-teman yang melakukan kajian hal tersebut cukup banyak mengetahui hal tersebut. Jadi, itu salah satu upaya untuk mengurangi laju konsentrasi CO2.

Kemudian juga penghijauan. Kenapa? Kita ingat pelajaran waktu sekolah dulu ya. Hijau daun itu fungsinya mengubah CO2 menjadi O2. Makanya kalau kita berada di dekat hijau daun rimbun, sejuk, tidak panas. Saat ini kan semua orang tahu ya, hijau daun hutan-hutan di planet Bumi ini kan semakin jauh berkurang. Hutan tropis terutama. 

Saat ini kan semua orang tahu ya, hijau daun hutan-hutan di planet Bumi ini kan semakin jauh berkurang. 
 

Maka kan pemerintah sangat menggalakkan penghijauan ini, bahkan ada hutan kota, hutan yang tropis juga diperluas. Bahkan hutan mangrove diperluas juga. program-program pemerintah menghijaukan pantai dengan mangrove. Itu merupakan upaya untuk memperlancar proses mengubah CO2 jadi O2. Diharapkan semakin banyak O2-nya.

Sebelumnya itu kan sudah pembakaran yang menghasilkan CO2 semakin meningkat, melewati kendaraan transportasi itu kan. Sementara itu hutan juga semakin berkurang.

Kemudian transportasi publik, tidak setiap orang mengendarai motor dan mengeluarkan CO2 ya. Tapi dengan transportasi massal itu kan juga mengurangi. Itu contoh-contoh sekilas upaya untuk memitigasi atau mengendalikan laju peningkatan suhu udara.

Kemudian langkah lainnya juga adaptasi. Beda ya. Tadi mitigasi itu mengurangi laju kenaikan temperatur dengan mengurangi laju peningkatan konsentrasi CO2. Kalau adaptasi, itu adalah kita beradaptasi dengan menyesuaikan. Contohnya musim itu jadi bergeser. Yang seharusnya musim hujan jadi musim kemarau ataupun sebaliknya.

Belajar dari Nabi Yusuf Menghadapi Perubahan Iklim - (Republika)  ​

Nah, kita beradaptasi misalnya saat musim hujan kita memanen air hujan tadi. jangan membiarkan air hujan langsung lari ke laut atau ke sungai, tapi ditampung di tandon-tandon air, di reservoir-reservoir, di embung-embung, di danau-danau. Jadi, memperbanyak upaya untuk menahan air atau meresapkan air ke dalam tanah sebagai air tanah. Sehingga nanti kalau ada kemarau panjang, itu kita sudah punya cadangan.

Seperti yang diajarkan Nabi Yusuf ya, Bu?

Nah, mirip ya. Itu berarti ajaran agama itu sebetulnya banyak benarnya ya. Cuma kadang orang kan dianggapnya itu dongeng. Padahal itu terbukti sekarang, jadi semacam itu. Jadi, pernah cerita Nabi Yusuf yang kemarau panjang itu dugaan kami itu El Nino itu. Itu kemarau panjang, jadi harus mengumpulkan harus bersiap. Jadi, ajaran itu sudah mengajarkan antisipasi bersiap-siap ya untuk menghadapi dan itu yang harus kita lakukan saat ini.

Ibu mengatakan belakangan terjadi pergeseran musim, apakah semakin sulit melakukan perkiraan cuaca bagi BMKG?

Semakin sulit karena semakin tidak pasti. Dan yang membedakan cuaca di wilayah kepulauan Indonesia dengan cuaca di daratan atau di benua Asia, di Benua Eropa, di benua ya. Benua itu kan daratannya luas. lebih banyak persentase daratan daripada laut. Kalau di Indonesia ini, lautnya jauh lebih luas dari daratannya.

Dan posisinya itu di antara dua samudra yang besar. Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Itu kan samudra terbesar di planet Bumi kita. Kemudian di antara dua benua. 

Jadi, selain ada fenomena perubahan iklim yang membuat kepastian menjadi semakin tidak pasti, kita itu kondisinya sangat kompleks. 
 

Jadi, selain ada fenomena perubahan iklim yang membuat kepastian menjadi semakin tidak pasti, kita itu kondisinya sangat kompleks. Dipengaruhi dua samudera, dua benua, dan kita ini kepulauan. Jadi, faktor itulah yang mempersulit algoritma untuk memprediksi. Artinya, dinamikanya itu sangat dinamis.

Contoh, jelang akhir tahun atau sejak bulan September wilayah kita ini dipengaruhi angin yang bertiup dari Benua Asia menuju Australia, tapi menyeberang lewat kepulauan Indonesia. Angin ini membawa uap-uap air dari Samudra Pasifik. Angin itulah yang membawa musim hujan di Indonesia. Itu sudah terjadi berpuluh tahun.

Namun, fenomena yang sifatnya tidak seperti musiman itu ada kejadian terdeteksi adanya seruak udara dingin, yang berasal dari dataran tinggi Asia menyeruak menuju ke wilayah Indonesia bagian barat. Dan ini tidak selalu ada.

Kadang ada, kadang tidak tergantung bagaimana perbedaan tekanan udara di dataran tinggi Asia terhadap kepulauan Indonesia. Kalau perbedaan itu sangat ekstrem, terjadilah seruakan udara dingin.

Ini anginnya juga kenceng. Jadi, kecepatan anginnya juga tinggi dan dingin. Dan membawa uap air. Dan itu kalau terjadi bersamaan dengan angin monsun asia bersamaan dengan seruak udara dingin, berarti awan-awan hujan yang terbentuk semakin intensif. Jadi curah hujannya akan semakin meningkat. Ini contoh dipengaruhi oleh Asia tuh.

Dalam waktu yang bersamaan, itu lewat kumpulan awan-awan hujan yang bergerak dari Samudra Hindia sebelah Timur Afrika di sepanjang ekuator. Pergerakan ini menuju Samudra Pasifik. Jadi, karena fenomena antara dua samudra tadi, karena perbedaan tekanan udara.

Tantangan Memprediksi Cuaca di Indonesia - (Republika)  ​

Mengapa tekanan udaranya berbeda? Karena perbedaan suhu muka air laut. sehingga perbedaan itu mengakibatkan pergerakan awan-awan hujan dari Samudra Hindia menuju Samudra Pasifik di sepanjang ekuator dan lewat kepulauan Indonesia. Awan itu saat masuk kepulauan Indonesia bergunung-gunung.

Saat di samudra kan lancar-lancar saja seperti jalan tol. Tapi begitu masuk wilayah Indonesia bagian barat, ada Bukit Barisan, ada pegunungan yang di Jawa ini. Nah, awan ini kan menabrak gunung-gunung tadi, turun sebagai hujan.

Jadi, hujannya itu sumbernya ada dua sumber, dari Asia, satu sumber dari Barat, Samudra Hindia. bersamaan. Selain itu, terjadi karena fenomena perubahan iklim ini suhu muka air laut juga semakin menghangat. Di wilayah Indonesia kebetulan semakin menghangat dan di situ memicu terjadinya sirkulasi siklonik. Meskipun belum menjadi badai, sirkulasi siklonik itu sangat awal dari pembentukan badai.

Kalau semuanya itu terjadi bersamaan, itu kan semakin menguatkan. Belum lagi, ada gelombang atmosfer di sepanjang ekuator. Dan itu kalau terjadi bersamaan, ekstremnya itu bisa double, bisa triple. Jadi, hal itulah yang menyebabkan kompleksitas untuk prakiraan cuaca dan iklim di wilayah Indonesia.

Namun, kami melakukan prakiraan itu alhamdulillah sebelumnya akurasi itu sekitar 80 persen. Artinya, peluang meleset itu 20 persen. Itu sekitar sebelum tahun 2015 ya. Tapi, sekarang kita bisa mencapai 89 persen, 90 persen. Jadi, masih ada peluang meleset 10 persen, tapi angka 90 persen ini untuk suatu angka prakiraan cuaca tidak beda jauh dengan negara yang benua pun juga segitu angkanya. Apalagi dengan perubahan iklim ini. jadi perubahan itu sangat cepat. 

Jadi, hujannya itu sumbernya ada dua sumber, dari Asia, satu sumber dari Barat, Samudra Hindia. 
 

Sehingga strateginya, kami memberikan prakiraan itu selalu di-update. Jadi, misalnya prakiraan musim enam bulan sebelumnya atau untuk enam bulanan. Tapi, setiap 10 hari dalam enam bulan itu di-update. Juga cuaca itu kita bisa memberikan setiap pekan prakiraan cuaca. Jadi, cuaca untuk enam hari ke depan kita sudah tahu, bisa memperkirakan.

Tapi, kan tadi ada error 10 persen, untuk memitigasinya setiap hari di-update. Jadi, perubahan yang terjadi setiap hari itu bisa di-update berulang-ulang setiap hari di-update. Jadi, dari setiap tujuh hari, lalu setiap tiga hari, lalu setiap hari. dalam setiap hari itu setiap enam jam sampai setiap jam di-update. Jadi, sering terjadi (perubahan). Ini juga kita belajar di negara maju mereka pun juga kesulitan. Jadi, mereka strateginya melakukan update prakiraan cuaca.

Jadi, kita mengajak masyarakat untuk lebih rajin, lebih sering mengecek perkembangan cuaca karena bisa berubah sewaktu-waktu. Dan selain di-update setiap hari dan setiap jam, kami juga memberikan peringatan dini. Peringatan dini itu bisa terdeteksi kondisi tren untuk menjadi ekstrem itu bisa terdeteksi tiga jam sampai 30 menit sebelumnya.

BMKG udah punya prediksi ke depan? buat persiapan antisipasi?

Jadi, sekitar bulan Oktober kami mengeluarkan climate outlook atau pandangan iklim untuk tahun 2023. Dan di situ kami memprediksi tahun 2023 itu ada tren penurunan curah hujan karena semakin lemahnya La Nina. Jadi, selama tiga tahun terakhir, tahun 2020, 2021, 2022 Indonesia mengalami La Nina, yaitu fenomena anomali iklim yang diakibatkan oleh mendinginnya suhu muka laut di Samudra Pasifik. Di perairan Indonesia lebih hangat.

Fenomena Cuaca Apa yang Akan Dihadapi Indonesia Tahun Ini? - (Republika)  ​

Akibatnya terjadi perbedaan tekanan udara dan ini akibat lanjutnya terjadi propagasi atau pergerakan udara basah dari Samudra Pasifik di ekuator menuju ke wilayah Indonesia. Dampaknya apa? Terjadi peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia. Dan peningkatan itu tercatat dapat mencapai 70-100 persen meningkatnya. Sehingga tiga tahun terakhir, 2020-2022 itu curah hujannya memang tinggi dan sering ekstrem. Bahkan, musim kemaraunya pun tetap hujan lebat atau kita sebut kemarau basah.

Untuk 2023, pada Oktober lalu kami memprediksi fenomena La Nina itu sudah berakhir, menjadi netral. Netral itu nanti di sekitar April atau awal tahun lah ya. akhir tahun itu La Nina-nya masih lemah, semakin berkurang, akhirnya menjadi netral di awal tahun.

Apa dampaknya? Curah hujan untuk 2023 ini relatif berkurang. Berarti kan relatif lebih kering dibandingkan tiga tahun terakhir. dan ada tren kenaikan suhu. Sehingga kami mengingatkan dan ini sebetulnya KLHK sudah bersiaga sejak awal tahun, kemungkinan karhutla akan meningkat karena semakin kering.

Jadi, bulan Mei itu kalau kita lihat pada peta hujan itu zona yang curah hujannya rendah, berarti arahnya kering, itu semakin meluas. Hampir di seluruh wilayah Indonesia sampai September. 

Sehingga Februari ini sudah siap-siap untuk mengantisipasi karhutla. 
 

Tahun lalu, Juni-Juli itu harusnya musim kemarau tapi masih hujan lebat, bahkan ada banjir juga. Itu perbedaan yang harus kita waspadai. Jadi, kita siaganya siaga bencana hidrometeorologi kering. Dan sebetulnya Februari nanti di Riau, sebagian wilayah Sumatra Utara yang berbatasan dengan Riau dan Jambi itu mengalami kemarau.

Jadi, di daerah tersebut mengalami dua kali musim kemarau, ini sudah setiap tahun terjadi, yaitu di Februari dan kemudian di Juni Juli Agustus September, tapi Mei itu sudah mulai kering.

Sehingga Februari ini sudah siap-siap untuk mengantisipasi karhutla atau kekeringan di wilayah Riau, sebagian wilaya Sumatra Utara, dan Jambi.

Sudah disampaikan ke pihak-pihak terkait?

Sudah. kami sudah meeting sejak akhir tahun lalu. Karena informasi kan disampaikan bulan Oktober ya untuk menghadapi 2023. Jadi ada persiapan-persiapan, terutama dengan KLHK, kemudian dengan PUPR, dan provinsi-provinsi dengan pimpinan-pimpinan daerah terus beberapa kali, terakhir minggu lalu.

Dan besok ini sampai pak Menko Polhukam melakukan peninjauan di BNPB dan BMKG dalam hal untuk mengecek kesiapan sarana prasarana atau fasilitas. Karena tugas BMKG ini kan memonitor ya, memprediksi, memberikan informasi dini.

Menyelamatkan nyawa loh bu ini tugas BMKG?

Ya itu memang tugasnya demikian. Sesuai dengan UU itu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, terutama dari ancaman bahaya yang diakibatkan oleh cuaca, iklim, gempa, dan tsunami, serta memajukan kesejahteraan. Karena dari memahami fenomena cuaca, iklim, itu kita bisa meningkatkan produktivitas pangan, panen, tangkapan ikan, juga untuk renewable energy itu juga bisa. Jadi, itu tugas kami memang di sana.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Cuaca Buruk Telan Korban Nelayan Hingga Wisatawan

Tak hanya nelayan, wisatawan hingga kapal berisi puluhan awak juga dilaporkan hilang.

SELENGKAPNYA

WNI Agar Waspada Cuaca Ekstrem Saudi

Cuaca ekstrem mengakibatkan 86 mobil terlibat kecelakaan.

SELENGKAPNYA

Cuaca Ekstrem Picu Semarang Banjir, Rute Kereta Direkayasa

Banjir di Semarang merendam rumah hingga atap.

SELENGKAPNYA