Gubernur Jenderal JP Coen | Wikimedia Commons

Nostalgia

JP Coen Sang 'Penculik' Pekerja Cina

Pekerja dari Cina punya peran besar membangun Batavia.

OLEH ALWI SHAHAB

Gedung yang konstruksinya seperti kereta api, panjang 120 meter dan lebar 10 meter, telah menambah semarak kota tua Pasar Ikan, Jakarta Utara. Gedung berlantai dua yang tiang-tiang dan jendela-jendelanya berwarna merah kecoklatan terlihat serasi dengan tembok gedung yang kekuning-kuningan.

Melihat penampilannya saat ini siapa sangka Gedung Galangan VOC, yang letaknya hanya 'setimpukan batu' dari pelabuhan tua Sunda Kelapa, itu adalah salah satu gedung tertua di Jakarta. Direnovasi sejak 1998 dan diresmikan setahun kemudian, sebelumnya memang merupakan galangan kapal milik VOC.

Gedung yang kini terhalang oleh jalan besar, dulunya terletak di tepi laut. Di galangan kapal yang dibangun 1632 inilah, armada niaga dari mancanegara setelah mengarungi samudera berbulan-bulan melalui Tanjung Harapan (Suez belum dibuka), memerlukan perawatan dan perbaikan di tempat ini.

Gedung yang kini menjadi tempat bagi masyarakat 'berduit' untuk menikmati santapan dan hiburan dalam suasana tempo doeloe yang menarik, mungkin salah satu saksi sejarah terlama tentang kesulitan-kesulitan warga kota menghadapi penjajahan. Di tempat inilah lebih dari 300 tahun lalu, para tukang kapal yang mahir, diantaranya para budak belian bekerja, tinggal, dan juga mati muda.

photo
Kendaraan melintas di depan gedung peninggalan Belanda Galangan VOC, Jakarta Utara. - (republika/Prayogi)

Karena para budak yang merupakan mayoritas penduduk Batavia waktu itu, telah diperlakukan sangat sewenang-wenang dan diluar prikemanusiaan. Dengan makanan dan tempat tinggal sangat buruk.

Di sekitar galangan inilah yang keberadaannya dengan benteng (kasteel) VOC hanya dipisahkan oleh Kalibesar (kini dikenal dengan nama Kali Opak, dulunya merupakan kawasan Batavia paling elite). Di Jalan Tongkol dan Jalan Ekor Kuning, yang waktu itu bernama Tijgergracht dan Heerenstraat, mereka membangun gedung-gedung megah di tepi kali yang airnya masih jernih.

Souw Bing Kong (Bengkong), kapiten Cina pertama diantara kelompok elit yang tinggal di salah satu gedung mewah di sini. Bahkan, pengusaha perkapalan, konstruksi dan perkebunan gula kaya raya ini membangun sebuah wisma mewah bergaya Cina di kawasan ini. Dia sahabat karib Gubernur Jenderal JP Coen, sejak sama-sama di Banten. Ketika Coen mendirikan Batavia (1619), dia mengikutsertakan Bengkong dan para pengikutnya.

Begitu akrabnya persahabatan keduanya, terbukti bahwa mereka pada sore hari sering berjalan kaki bersama, sambil menghirup angin laut yang segar. Coen juga sering datang kerumah pemimpin masyarakat Cina yang kaya raya itu. Sambil minum teh mereka berbincang-bincang mengenai soal perdagangan dalam bahasa Portugis yang sama-sama mereka kuasai.

photo
Pekerja tempatan dan yang berasal dari Cina di pabrik arak Goan Soen di Jembatan Senti, Batavia, 1904. - (KITLV)

Jenderal Coen, sejak awal selalu berupaya untuk mengisi kota Batavia dengan orang-orang dari Cina, yang dianggapnya pekerja rajin, tekun, ulet dan pantang menyerah. Tidak tanggung-tanggung, Coen memberikan tanah dan sekaligus mempercayakannya sebagai pengawal keamanan kota.

Dalam ambisinya mengisi Batavia dengan pekerja dari Cina, Coen mengambil tindakan berani, tapi juga edan. Tanpa peduli tindakannya melanggar hukum, 'Si Jangkung' (gelar Coen), pada 1622 memerintahkan armada-armada lautnya untuk mengarungi Tiongkok Selatan. "Culik mereka yang muda dan kuat, dan angkut ke Batavia," perintahnya.

Membengkaknya populasi warga dari Cina dapat dilihat dari hasil sensus waktu itu. Pada 1619 saat Batavia dibangun jumlah mereka 400 jiwa. Setahun kemudian (162) jadi 800 jiwa. Tahun 1674 sudah 2.747 jiwa dan 1740 menjadi 10.574 jiwa.

Tapi, usaha Coen untuk menculik orang-orang Cina tidak perlu lagi diteruskan. Karena, kemudian mereka sendiri yang berbondong-bondong datang setelah mendengar kawan-kawannya menikmati kemakmuran di Batavia.

Orang-orang Belanda sendiri jadi takjub dan memuji keberhasilan mereka dalam mengumpulkan harta. Hanya dalam waktu singkat singkat mereka memiliki rumah sakit yang lebih baik dan besar dari RS Belanda. Memiliki sekolah yang lebih banyak dan lebih baik dari sekolah Belanda.

photo
Para pekerja asal Cina di Batavia. - (geheugen.delpher.nl)

Kapten Bengkong dan para penggantinya mengurus masyarakat keturunan Tionghoa laksana raja-raja Mandarin. Menerima pajak yang dibayar dengan patuh oleh orang-orang dari Cina yang berterima kasih atas kesempatan yang mereka terima untuk mengumpulkan kekayaan, seperti pajak jalinan rambut panjang, pajak kuku panjang. Sampai akhir abad ke-19 etnis Tionghoa yang datang ke Jawa umumnya berasal dari provinsi Hokkian (Fujian) di Cina Selatan.

Termasuk Oei Tjie Sien (1835-1900), ayah Oei Tiong Ham, pengusaha terbesar di Asia Tenggara sebelum PD ke-2 yang kegiatan dagangnya terdapat di kota-kota megapolitan dunia. Saat datang ke Indonesia, hanya sebagai pedagang keliling bahan pecah belah dari rumah ke rumah.

Berdasarkan catatan 1632, warga Tionghoa merupakan penduduk paling besar di antara penduduk sipil merdeka. Dia hanya sedikit diungguli oleh para budak belian yang banyak didatangkan dari Malabar dan Srilangka. Di sini, oleh Belanda, pribumi dilarang bertempat tinggal dekat benteng, karena dicurigai akan membantu Banten dan Mataram.

Tak dapat dipungkiri, peran pekerja dari Cina sangat besar dalam pembangunan Batavia. Pekerjaan-pekerjaan bangunan penting, seperti penggalian saluran pembangunan tembok kota dan gedung-gedung semua dikontrakkan dan dilaksanakan oleh kontraktor-kontraktor dari Cina.

 

 
Berdasarkan catatan 1632, warga Tionghoa merupakan penduduk paling besar di antara penduduk sipil merdeka.
 
 

 

Gedung-gedung abad ke-17 dan 18, yang kini sedikit masih tersisa jelas menunjukkan adanya pengaruh Cina. Belanda sendiri, yang di awal-awal penjajahan belum berpengalaman dalam mendekati pihak pribumi, menggunakan perantaraan (semacam duta) orang dari Cina dalam perundingan dengan Banten dan Mataram.

Menurut Leonard Blusse, pada 1620, para pendatang dari Cina dibebaskan dari tugas mengangkut tanah untuk tembok kota, mengingat mereka telah membayar pajak kepala satu setengah real setiap bulan. Ini berarti, mereka membayar lima kali lebih banyak dari penduduk lain dalam hal pembiayaan Batavia.

Sedangkan untuk pembangunan balai kota atau stadhuis, mereka membayar tiga kali lebih besar. Gubernur Jenderal Brouwer pada 1633 menyatakan, dalam segala hal penduduk Tionghoa lebih unggul dari orang Belanda sendiri. Pada 1644, orang-orang Tionghoa mengontrak 17 dari 21 macam pajak yang dipungut, seperti pajak perjudian, pasar malam, pasar, ekspor impor, dan pertunjukan wayang orang.

photo
Bangunan stadhuis alias balai kota Batavia. - (KITLV)

Pelelangan pemungutan pajak ini dilangsungkan di tempat kediaman kapiten Cina. Tentu saja pemenangnya adalah mereka yang paling berduit. Melihat perlakuan istimewa ini, tidak heran jika di kalangan burgerij (orang Belanda di luar VOC), pernah melakukan gugatan ke pengadilan di negaranya. Menurut mereka, dalam bidang perdagangan, orang dari Cina lebih diuntungkan. Apalagi perdagangan laut mereka makin dipersempit dengan adanya monopoli oleh kompeni.

Orang Belanda, termasuk dalam satuan VOC merasa takjub terhadap kegigihan warga dari Cina dalam mengumpulkan uang. Karena, dalam waktu sebentar, banyak para pendatang itu yang telah kaya-raya. JP Coen sendiri dalam suratnya kepada Heeren Seventien (17 pemegang saham VOC) menyatakan: "untuk membangun imperium di belahan Timur dengan pusat kekuasaan di Batavia, tidak ada bangsa lain yang dapat melayani kita lebih baik daripada orang Cina."

Pujian Coen ini, menurut Dr Mona Lohanda (dosen luar biasa Fakultas Sastra UI), bukan berarti etnis Tionghoa menjadi 'anak emas kompeni'. Sebab yang dimaksudkan di sini adalah mereka akan dipekerjakan di berbagai bidang pembangunan. Mulai dari kerja membangun gedung perkantoran, rumah mewah pejabat Belanda, berniaga, mengelola pertanian, persawahan dan perkebunan.

Disadur dari Harian Republika edisi 22 April 2001. Alwi Shahab adalah wartawan Republika sepanjang masa. Beliau wafat pada 2020.

Mencari Jiwa yang Hilang Lewat Lantunan Zikir

Dalam membina ODGJ, Hendra menggunakkan dua metode pengobatan dengan shalat dan zikir yang dipercaya dapat membuat emosi terkendali.

SELENGKAPNYA

Menakar Sistem Proporsional Tertutup

Proporsional terbuka maupun tertutup membutuhkan penegakan hukum yang efektif.

SELENGKAPNYA

Al-Mawardi, Ahli Teori Politik dalam Islam

Ia mencoba menjawab tantangan zamannya

SELENGKAPNYA