Ahmad Syafii Maarif | Daan Yahya/Republika

Refleksi

Barat dan Timur

Demi penyatuan umat manusia Alquran mengabaikan perbedaan-perbedaan kecil antarsesama.

OLEH AHMAD SYAFII MAARIF

Dari penelitian terakhir terungkap bahwa Muhammad Iqbal lahir pada 9 November 1877. Bukan pada 22 Februari 1873 seperti yang kita kenal selama ini. Ia dilahirkan dari keturunan Brahmin yang hidup di lembar Kashmir, meninggal dunia pada 21 April 1938.

Jadi bila orang ingin memperingati hari kelahiran Iqbal, haruslah disesuaikan dengan hasil penelitian yang baru itu.

Apabila menggunakan ukuran sekarang, wafat dalam usia 61 tahun belumlah terlalu tua berkat kemajuan gizi dan ilmu kesehatan modern. Tapi bagi Iqbal tentunya yang penting bukanlah panjang pendeknya usia seseorang, tetapi arah dan kualitas hidup itu sendiri.

Sebuah kehidupan yang berlarut-larut tanpa arah dan tujuan yang jelas, dalam perspektif filsafat Iqbal, justru akan merupakan beban sejarah tinimbang kebanggaan. Dalam kaitan ini kita pun teringat ungkapan dalam sajak Chairil Anwar:"Sekali berarti setelah itu mati."

Iqbal, penyair dan filsuf Timur, telah mengukir hidupnya sedemikian rupa hingga akan dikenang umat manusia ratusan tahun yang akan datang, sebab seluruh karyanya dalam bentuk puisi dan prosa dalam bahasa Urdu, Parsi, dan Inggris telah terdokumen dengan baik. Intelektualisme Iqbal dapat ditinjau dari berbagai jurusan: puisi, filsafat, hukum, pemikiran Islam, dan kebudayaan dalam makna yang sempit.

Dalam semua wilayah itu, Iqbal telah mengerahkan hampir seluruh enerjinya dengan tujuan tunggal: reorientasi nilai-nilai kemanusiaan, Timur dan Barat, dengan landasan tauhid yang teramat kokoh. Peradaban Barat, sekalipun dalam beberapa segi dikaguminya, dalam perspektif moral transendental sudah sangat jauh meluncur ke jurang berbahaya.

Sementara Timur yang terpasung dalam spiritualisme, telah lama pula dalam keadaan steril tanpa dinamika. Lalu untuk membangun sebuah peradaban baru yang anggun dan segar diusulkannya agar Barat dan Timur dipertautkan dengan mengawinkan penalaran (ziraki) dan cinta ('isyq).

 
Iqbal, penyair dan filsuf Timur, telah mengukir hidupnya sedemikian rupa hingga akan dikenang umat manusia ratusan tahun mendatang.
 
 

Dalam sajak di bawah ini kita akan melihat betapa rindunya Iqbal untuk melihat Barat dan Timur tidak lagi berada dalam dua kutup dikotomis, tetapi dalam posisi yang saling mengisi:

Bagi Barat penalaran (akal) merupakan instrumen kehidupan; Bagi Timur rahasia alam semesta terletak dalam cinta ('isyq). Dengan bantuan cinta akal akan berkenalan dengan Realitas; Sedangkan untuk penguatan fondasinya, cinta menerima kekuatan dari akal. Bila cinta dan penalaran saling berpelukan, Akan terciptalah sebuah dunia baru; (Oleh sebab itu), Bangkitlah dan bangunlah sebuah dunia baru itu, Dengan mengawinkan cinta dan penalaran.

Obsesi Iqbal adalah cepatnya terwujud saling pengertian spiritual antara Barat dan Timur. Bertolak dari dokrin Alquran tentang persaudaraan universal umat manusia, penyair ini pada masa hidupnya amat gelisah menyaksikan konflik berkepanjangan antara Barat dan Timur.

"Keperluan yang mendesak sekarang," tulis William O Douglas dari Mahkamah Agung Amerika Serikat beberapa dekade yang lalu, "ialah terciptanya saling pengertian antara Timur dan Barat. Keperluan akan saling pengertian ini adalah untuk level intelektual tertinggi, sebab dengan cara begitu, peradaban-peradaban yang berbeda masing-masing berhak atas kebesarannya sendiri --boleh jadi akan saling mengenal dan memahami antara satu sama lain. Pengenalan akan membuahkan toleransi, saling menghormati, dan saling mengagumi."

Mengenai sosok Iqbal, Douglas melukiskan dengan kata-kata yang bernas, ''Iqbal adalah suara dari Timur yang menemukan denominator yang sama dengan Barat dan telah membantu terciptanya sebuah komunitas universal yang berlapang dada terhadap semua perbedaan ras, agama, dan bahasa. Sekalipun Iqbal putra Pakistan, kami bangsa Amerika juga mengakuinya."

 
Iqbal adalah salah seorang dari para pemikir kontemporer yang sangat gigih melawan rasialisme.
 
 

Iqbal adalah salah seorang dari para pemikir kontemporer yang sangat gigih melawan rasialisme yang telah membelah dan menghancurkan persaudaraan universal antar umat. Dalam suratnya tertanggal 24 Januari 1921 kepada Dr Nicholson, Iqbal mengritik Ernest Renan yang mengatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah musuh besar Islam. Renan sama sekali salah, kata Iqbal.

Musuh Islam yang terbesar, menurut Iqbal, adalah gagasan tentang ras (race-idea), yang juga sebenarnya merupakan musuh terbesar kemanusiaan. Oleh sebab itu, menjadi kewajiban seluruh pencinta kemanusiaan untuk berontak melawan hasil temuan setan yang mengerikan ini.

Demi penyatuan umat manusia di muka bumi, kata Iqbal, Alquran mengabaikan perbedaan--perbedaan kecil antarsesama. Untuk tujuan ini ia mengutip surat Ali Imran ayat 64: "Marilah kita bersatu atas platform yang sama antara kita."

Dan bagi Iqbal, gagasan tentang persaudaran universal ummat manusia ini tidak mungkin menjadi kenyataan, bila kekuatan-kekuatan sejarah masih didominasi oleh budaya sekularistik-ateistik, sebagaimana yang tercermin dengan sangat tajam dalam pemikiran Freidrich Nietzsche yang menafikan keabadian ruh manusia.

Penafian itu membawa resiko tercabutnya rasa tanggungjawab manusia di depan mahkamah sejarah. Bagi Nietzsche, sebagaimana dikutip Iqbal, kepercayaan akan kekekalan ruh ini hanyalah akan menjadi beban berkepanjangan di atas bahu waktu. Nietzsche mengajukan pertanyaan.

"Do you wish to be a perpetual burden on the shoulders of time?" Pertanyaan ini terlontar dari mulut Nietzsche, menurut Iqbal, karena dia punya gagasan yang keliru tentang waktu yang sama sekali tidak melibatkan isu etik dalam persoalan tersebut.

Dalam perspektif ini, suatu peradaban yang hanya ditegakkan atas landasan penalaran (akal) tanpa cinta ('isyq) akan membuahkan sekularisme-ateisme.

 
Umat sedang bergumul dalam suasana Islam yang lain sama sekali, bergumul dalam dosa-dosa sejarah atas nama Tuhan.
 
 

Pada sisi lain, yaitu sisi sufisme spekulatif yang mengaku telah bergumul dengan 'isyq, Iqbal mengutuknya dengan lontaran kalimat yang keras. Serangan terhadap sufisme spekulatif ini diseiringkan dengan serangannya terhadap ulama anti-ijtihad dan raja-raja yang hanya memikirkan kepentingan dirinya belaka.

Tiga kekuatan ini dikategorikan Iqbal sebagai kekuatan konservatif dalam masyarakat Islam. Dalam sebuah surat panjang kepada Jawaharlal Nehru, Iqbal menyebut tiga kekuatan penghambat kebangkitan umat itu adalah; Mullaisme, Mistisisme dan Raja-raja Muslim.

Iqbal mengingatkan kita akan bahaya seorang Mulla. Dalam Javid Namah, dia menuliskan, "Agama si Mulla sedang menimbulkan kekacauan atas nama Tuhan." Juga dalam Javid Namah, kita menjumpai bait yang senada, "Agama Tuhan tidak lebih terhormat ketimbang kufur, karena si Mulla yang beriman sedang berdagang dalam kekafiran."

Inilah antara lain kritik pedas Iqbal terhadap Islam yang sedang jatuh, sementara para ulama, para sufi, dan raja-raja tidak punya kepekaan dan kepedulian terhadap sistem pendidikan yang sedang berjalan. Mereka telah melahirkan wajah Islam yang kusut-masai, yang sunyi dari ketampanan dan keanggunan.

Ummat sedang bergumul dalam suasana Islam yang lain sama-sekali, bergumul dalam dosa-dosa sejarah atas nama Tuhan. Iklim semacam inilah yang teramat merisaukan Iqbal. Karena itu, dia melalui karya-karyanya yang inspiratif harus melakukan terobosan demi terobosan. Dan bila perlu nyerempet bahaya.

Disadur dari Harian Republika edisi 20 Februari 1998. Buya Syafii Maarif (1935-2022) adalah salah seorang cendekiawan Muslim terkemuka dari Minangkabau. Ia menjabat sebagai ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada periode 1998-2005. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Wajah Teknologi Pendidikan Kita

Sebanyak apa pun produk digital, guru akan tetap menjadi klaim keberhasilan pembuat platform.

SELENGKAPNYA

Lukas Enembe, Dana Otsus, dan Separatisme

PPATK sempat mengungkap dugaan aliran Dana Otsus Papua ke kelompok separatis.

SELENGKAPNYA

Jangan Mati karena Konten

Aksi remaja mengadang truk kembali marak.

SELENGKAPNYA