
Dunia Islam
Memahami Istilah ‘Sahabat’ Dalam Islam
Pengertian dan makna sahabat dalam sejarah Islam berkaitan dengan kehidupan Nabi SAW.
Istilah sahabat dalam sejarah peradaban Islam dipahami berbeda dengan yang digunakan dalam percakapan bahasa Indonesia sehari-hari. Terminologi itu merujuk pada sekelompok Mukminin yang hidup sezaman dengan, mengenal, dan sekaligus melihat langsung Nabi Muhammad SAW.
Bukan hanya itu, mereka pun mesti beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, turut serta dalam perjuangan menegakkan risalah Islam, serta wafat dalam keadaan Muslim.
Dalam buku Kisah Perjuangan Sahabat-sahabat Nabi karya Yanuardi Syukur, dijelaskan bahwa kata sahabat diserap dari bahasa Arab, yakni shahabah. Kata itu berakar dari bentuk sha-ha-ba.
Seorang ahli bahasa, Ibnu Faris, menjelaskan, himpunan ketiga huruf itu menunjukkan penyertaan sesuatu dan kedekatannya dengan yang membersamainya. Maknanya, seseorang yang disebut sebagai sahabat memiliki kedekatan dengan yang disebutkannya.
Definisi
Kata lain yang berkaitan pula dengan ini adalah as-shahabi. Dalam konteks sejarah Islam, terminologi itu menunjuk pada "orang yang bertemu Rasulullah SAW, beriman kepadanya, dan wafat dalam keadaan Muslim.”
Dalam salah satu tulisannya di Al-Manhaj, Abu Ihsan al-Atsari menjelaskan, bahwa tidak ada syarat mutlak mengenai jangka waktu. Dengan demikian, seorang sahabat hanya secara mutlak mesti menyertai Nabi SAW dan beriman kepada beliau, baik dala jangka waktu yang lebih lama (misal: mereka yang lebih dahulu berislam dan berusia panjang) maupun lebih singkat (misal: mereka yang lebih dahulu gugur di medan jihad).
Dalam Majmu’ al-Fatawa Ibnu Taimiyyah memaparkan, kata ash-shuhbah merupakan istilah yang digunakan untuk orang-orang yang menyertai Rasulullah SAW dalam jangka waktu yang lama maupun singkat.
Akan tetapi, kedudukan setiap sahabat memang ditentukan oleh jangka waktunya dalam menyertai Rasul SAW. Ada sahabat yang mengiringi perjuangan Nabi SAW selama berbilang dekade atau tahun. Bahkan, ada pula sahabat yang "hanya" sekilas bersama dengan beliau dan wafat dalam keadaan Mukmin-Muslim.
“Derajat masing-masing ditentukan sesuai jangka waktunya dalam menyertai Rasulullah,” demikian tulis Ibnu Taimiyyah.
Derajat masing-masing ditentukan sesuai jangka waktunya dalam menyertai Rasulullah.
Pendapat senada juga disampaikan Imam Ahmad. Adapun Imam al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya menekankan, “Siapa saja dari kalangan kaum Muslimin yang pernah menyertai dan melihat Rasulullah, maka ia terhitung sahabat Nabi.”
Menukil pendapat beberapa ahli hadis, Imam an-Nawawi menyatakan, sosok-sosok yang mendapat kehormatan sebagai sahabat Nabi SAW hanya terbatas bagi mereka yang hidup bersama beliau. Di samping itu, mereka pun telah menyumbangkan harta untuk fii sabilillah dan berhijrah ke Madinah serta aktif menolong urusan umat Islam.
Dengan penjelaskan di atas, dapatlah dipahami bahwa sahabat adalah orang-orang yang pernah berjumpa dengan Nabi SAW. Karena kedekatan dan pengetahuan mereka terhadap beliau, peran kalangan sahabat begitu istimewa. Umpamanya, dalam bidang ilmu hadis.
Dalam Al-Ishabah fi Tamyizis Shahabah, Ibnu Hajar al-Asqalani menyebutkan, sahabat Nabi SAW merupakan orang-orang yang berjumpa dengan Nabi dalam keadaan beragama Islam, dan meninggal juga dalam keadaan Muslim. Jumlah mereka sangat banyak.
Berapa jumlah sahabat?
Seorang ahli hadis dari abad ketiga Hijriyah, Abu Zur’ah Ar Razi, mengungkapkan, jumlah sahabat tak kurang dari 100 ribu orang. Angka itu muncul dengan mempertimbangkan luasnya perjalanan Nabi SAW serta interaksi beliau dengan masyarakat di berbagai daerah.
Dari sekian banyak mereka, ada nama-nama yang populer bahkan hingga saat ini. Sebut saja, Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib. Selain para khulafaur rasyidin, ada pula sahabat yang kerap disebut dalam pelbagai kisah. Misalnya, Abu Hurairah, Bilal bin Rabah, Salman al-Farisi, serta masih banyak lagi.
Dengan mengenal pribadi dan kisah-kisah perjuangan para sahabat, umat Islam diharapkan bisa mengambil teladan. Sebab, mereka meneladani langsung Nabi Muhammad SAW. Keutamaan para sahabat juga telah banyak disebutkan dalam Alquran maupun hadis-hadis.
Di antaranya terdapat dalam surah al-Anfal ayat 62. Allah SWT berfirman:
وَاِنْ يُّرِيْدُوْٓا اَنْ يَّخْدَعُوْكَ فَاِنَّ حَسْبَكَ اللّٰهُ ۗهُوَ الَّذِيْٓ اَيَّدَكَ بِنَصْرِهٖ وَبِالْمُؤْمِنِيْنَۙ
“Dan jika mereka hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindung) bagimu. Dialah yang memberikan kekuatan kepadamu dengan pertolongan-Nya dan dengan (dukungan) orang-orang Mukmin.”
Orang-orang Mukmin yang dimaksud dalam ayat di atas adalah para sahabat Nabi Muhammad SAW. Itu menunjukkan, Allah memberikan kemuliaan bagi mereka.
Menjadi Muslim yang Kaya
Muslim yang kaya menjadi mulia karena kedermawanannya, bukan kekayaannya.
SELENGKAPNYAFatahillah, Ulama dan Panglima Perang
Berdirinya Kota Jakarta merupakan upaya Fatahillah saat menaklukkan Sunda Kelapa dari tangan Portugis.
SELENGKAPNYASatu Hasta Menuju Ampunan
Lelaki Bani Israil ini telah membunuh 100 nyawa sebelum bertobat.
SELENGKAPNYA