Asma Nadia | Daan Yahya | Republika

Resonansi

Selamat Datang The New Republika

Koran Republika hadir membawa berbagai warna.

Oleh ASMA NADIA

OLEH ASMA NADIA

Saya masih ingat, pada awal tahun 90-an, tepatnya tahun 1993 ketika Republika pertama kali terbit. Bahagia sekali saat itu karena akhirnya hadir harian yang bisa menjadi media umat Islam.

Dalam hati, saya sempat bertanya-tanya mengapa namanya bukan 'Islamica', bukankah akan lebih jelas segmen pasarnya? Numun, seiring berjalan waktu saya menyadari bahwa nama 'Republika' adalah pilihan yang tepat. Menunjukkan bahwa media ini milik semua, untuk bangsa, bukan eksklusif mewakili kelompok tertentu.

Dari pemilihan nama, saya yang masih muda belajar tentang pluralisme, inklusivitas (keterbukaan), dan konsep rahmatan lil alamin dalam media.

Koran Republika hadir membawa berbagai warna. Halaman muka selalu menarik. Wajar jika Republika sering mendapatkan penghargaan halaman depan terbaik. Bagian isi di dalam juga tak kalah variatif. 

 

 
Koran Republika hadir membawa berbagai warna.
 
 

 

Khazanah adalah salah satu favorit saya. Berisi banyak kisah sejarah Islam, tokoh Islam, pengetahuan Islam, dan menampilkan banyak gambar yang belum banyak tampil di media nasional. Saya cukup sering mengumpulkan kliping dari kolom ini. Sampai saat ini sebagian besar masih tersimpan rapi dalam folder.

Ukuran Republika relatif lebih kecil dari harian kebanyakan, membuatnya ringkas dibawa-bawa dan dibaca. Bahkan, meski disimak di kendaraan umum, tangan kita tidak perlu terentang sedemikian hingga menutupi wajah orang lain.

Saya juga masih mengingat bagaimana Republika memelopori diri sebagai koran pertama yang merambah media online. Dan ini dilakukan hanya beberapa tahun setelah terbit edisi perdana.

Padahal, saat yang sama, koran lain yang berumur belasan bahkan puluhan tahun belum merambah media digital. Dengan kata lain, memasuki media digital bukanlah pengalaman baru Republika.

Dan segera, sebentar lagi, semua akan menjadi kenangan manis karena pada awal 2023, Republika tidak lagi hadir dalam wujud media cetak, meski Insya Allah tetap mengisi hari-hari pembaca melalui versi digitalnya.

 
Saya dan banyak pembaca setia tentu saja merasa kehilangan, meski memahami Insya Allah ini merupakan langkah tepat sebagaimana inovasi Republika selama ini.
 
 

Beberapa hari terakhir, kami mengamati ada tampilan berbeda dari Republika. Hadir berupa kumpulan lembaran putih dengan huruf polos tanpa gambar. Isinya adalah pengantar, transisi Republika dari media hibrida cetak dan digital menuju media yang sepenuhnya digital.

Saya dan banyak pembaca setia tentu saja merasa kehilangan, meski memahami Insya Allah ini merupakan langkah tepat sebagaimana inovasi Republika selama ini.

Adaptasi adalah kunci keberlangsungan. Bukan yang terkuat yang bertahan hidup, melainkan yang mampu sigap menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di sekitarnya, yang akan kuat menghadapi zaman.

Banyak hal telah berubah memang. Prangko kini hanya tinggal kenangan, tapi kehidupan berjalan terus. Tidak banyak lagi orang yang mengirim surat. Pengiriman paket pun tidak lagi membutuhkan prangko karena prosesnya kini lebih banyak diambil alih oleh perusahaan ekspedisi.

Masyarakat makin terbiasa tidak membawa uang tunai sebab layanan cashless di mana-mana. Ke depan, hal ini mungkin juga akan mengurangi  peredaran uang cetak di pasaran. Lewat telepon genggam berbagai transaksi kini bisa dilakukan. Masyarakat bisa membayar, membeli, mengirim uang, menggaji, dan lain-lain, tanpa uang fisik.

 
Republika pastinya juga menyadari terbentuknya demokratisasi konten di dunia digital.
 
 

Media digital bagaimanapun adalah masa depan. Migrasi media cetak ke ekosistem digital adalah keniscayaan, begitu tulis Republika.

Asosiasi penyelenggara Jasa Internet Indonesia menyebutkan, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 210.026.769 jiwa atau 77.02 persen dari 272.682.600 jiwa.  Generasi Z yang akan mendominasi masa depan, adalah digital native. Mereka tidak mengenal dunia tanpa internet.

Republika pastinya juga menyadari terbentuknya demokratisasi konten di dunia digital.

Tim redaksi tidak lagi bisa memonopoli. Namun, meski konten tetap adalah raja (content is the king), di dunia digital banyak faktor lain yang harus digarap, seperti distribusi, ekosistem, engagement, speed (fast or slow), dan lain-lain.

The New Republika dengan transformasi penuh ke dunia digital mencoba untuk menjawab tantangan kekinian di atas. Koran Republika tidak hilang, dengan kekuatan kontennya akan tetap eksis dalam platform digital yang bisa diakses siapa saja dengan jangkauan lebih luas.

 
The New Republika dengan transformasi penuh ke dunia digital mencoba untuk menjawab tantangan kekinian di atas.
 
 

Bahkan, masyarakat bisa bergabung dalam ekosistem digital Republika di platform Retizen, wahana penulis, konten creator, pujangga, analisis, sastrawan, guru, pelajar, mahasiswa, hingga penggila jalan-jalan untuk berbagi pengalaman, pemikiran, serta informasi.

Di satu sisi, tak hanya saya yang kehilangan, di sisi lain saya antusias dan tak sabar menunggu kehadiran wajah baru Republika.

Selamat datang babak baru Republika.

Semoga semakin berkibar pada 2023 dan seterusnya mengisi hari-hari pembaca setianya dengan informasi bermutu, tepercaya, bermanfaat, dan berkah, insya Allah.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Zaman Baru, NU, dan Republika

Republika telah relatif berhasil menempatkan diri sebagai media massa yang menyuarakan Islam yang damai dan berkeadaban.

SELENGKAPNYA

Menapak Dunia Baru

Menapaki dunia baru bagi Republika digital merupakan pilihan berani yang niscaya.

SELENGKAPNYA

Jalan Panjang Republika

Berikut rangkaian jalan panjang Republika menuju transformasi digital.

SELENGKAPNYA