Seorang anak melihat Koran Republika pada acara Festival Republik dan Dzikir Nasional 2019 di Masjid Agung At- Tin, Jakarta, Selasa (31/12/2021).). | Republika/Putra M. Akbar

Opini

Republika dan Pembaruan

Republika, media yang mendukung pembaruan.

OLEH USEP SETIAWAN, Tenaga Ahli Utama di Kantor Staf Presiden Republik Indonesia

Tahun 1997, saat kuliah tahun terakhir di Jurusan Antropologi, FISIP, Universitas Padjadjaran-Bandung, untuk pertama kalinya saya menulis artikel opini dan mengirimkannya ke koran, lewat kantor pos berisi surat dan lampiran artikel tersebut. Ajaibnya, artikel opini tersebut ternyata tayang di Republika dengan judul “Kepahlawanan, Pemuda, dan Pembaruan” (11 November 1997). Hati saya girang tiada kepalang. Perasaan bangga menyelimuti hati saya sepanjang hari itu. Bagi seorang mahasiswa yang pertama kali menulis opini dan mengirim tulisan ke koran nasional dan langsung dimuat, itu keajaiban.

Kebanggaan itu masih tersimpan di hati saya hingga sekarang, menjelang koran Republika akan berhenti cetak, 31 Desember 2022. Republika-lah yang menyulut api semangat saya untuk menulis di media massa, sampai saat ini. Api itu tetap menyala, berkat Republika.

Setelah itu, kami di Konsorsium Pembaruan Agraria yang bermarkas di Bandung bekerja sama dengan Republika Jawa Barat. Seminggu sekali, Republika menampilkan “Kalam Aneka” berisi hasil kajian dan analisis kami. Waktu itu (sekira 2000-2022), secara berkala Republika menayangkan konsep, ide, dan pengalaman prakyek reforma agraria ke hadapan publik.

 
Republika, media yang mendukung pembaruan.
 
 

Kisah ini amat bersejarah bagi kami yang bekerja di gerakan sosial pengusung agenda reforma agraria sebagai fokusnya dengan Republika, koran umat dengan reputasi jurnalisme yang sangat bergengsi. Republika, media yang mendukung pembaruan.

Nuansa agamis

Setelah itu, artikel opini yang saya kirim jarang dimuat Republika. Hanya beberapa artikel opini saya yang tayang di Republika. Misalnya, opini berjudul “NU dan Reforma Agraria” pada 15 Maret 2022, dan “Perspektif Hijau Reforma Agraria” tanggal 8 Desember 2022.

Walaupun terbilang jarang, ruang yang disediakan Republika bagi tulisan dengan isu reforma agraria, sungguh sangat bermakna. Sebagai penulis, saya merasa selalu tertantang untuk mengangkat topik agraria dalam perspektif yang ramah Republika. Pendekatan teologi menjadi kekuatan Republika dalam mengangkat berbagai isu, termasuk isu agraria.

Republika termasuk media yang sangat ketat dalam menyeleksi tulisan opini yang saya kirim. Tak mudah menembus Republika. Beberapa tulisan yang saya kirim dengan nuansa yang terlalu ilmiah atau terlalu “merah”, pasti ditolak redaktur opini Republika.

 
Republika termasuk media yang sangat ketat dalam menyeleksi tulisan opini yang saya kirim. 
 
 

Bagi tulisan ringan, tapi dengan nuansa substansi yang “hijau” dan mengandung falsafah keagamaan maka tulisan tersebut mestilah dimuat. Dari Republika, saya belajar menulis dengan nuansa agamis, walaupun untuk isu ekonomi politik yang kental seperti reforma agraria.

Saya sangat terkesan dan butuh kehadiran Republika. Kantor kami selalu berlangganan Republika. Jika hati gundah gulana, atau pikiran pusing tujuh keliling karena mengingat hal-hal duniawi, pilihan menjenguk tulisan-tulisan di Republika jadi penawarnya.

Masih belum terbayang, sejak 31 Desember 2022, saya tidak bisa lagi membuka lembar-lembar koran Republika. Dada ini terasa sesak mendapati Republika yang telah berjasa memuat opini pertama saya di atas kertas koran, kini sudah akan tak ada lagi.

Tebar kebenaran

Ke depan, kita harus membiasakan diri untuk membaca Republika lewat laptop atau mobile phone. Ah, suatu cara membaca yang berbeda sama sekali. Saya tak suka baca koran tanpa kertas koran di tangan. Tapi, apa boleh buat. Harus diubah budaya membaca saya.

 
Ke depan, kita harus membiasakan diri untuk membaca Republika lewat laptop atau mobile phone. 
 
 

Mungkin saya tak sendirian. Banyak pembaca Republika juga akan tergagap seperti saya. Membaca berita, iklan, atau opini di Republika, tanpa bersentuhan dengan kertas koran Republika. Sebuah perubahan budaya yang tak mudah, tapi harus dilakukan.

Kami tak mau kehilangan Republika yang sejak dulu berbeda dari media lain. Republika yang tampil Islami dan mengangkat berita dan wacana yang bernuansa Islam. Dalam hal ini, Islam sebagai agama yang melahirkan keselamatan bagi seluruh semesta alam. Islam yang toleran dan mengutamakan moderasi serta terwujudnya keadilan dalam kehidupan.

Selamat jalan Republika yang berbentuk kertas koran. Selamat datang Republika yang tampil cantik dan elegan secara digital. Mari hikmati zaman yang serbadigital. Semoga berkah selalu dalam menebar kebenaran dan menabur kebaikan. Bismillah.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat