Hakim Konstitusi Saldi Isra (tengah) memimpin sidang pemeriksaan pendahuluan terkait uji materi KUHAP di Mahkamah Konstitusi, Jakarta. | Mahmud Muhyidin/Republika

Nasional

Wamenkumham: KUHAP Perlu Direvisi

ICJR memandang posisi warga negara dengan negara masih tak seimbang dalam KUHAP.

JAKARTA -- Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menegaskan pentingnya revisi terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Revisi KUHAP salah satunya berguna mencegah kesewenangan aparat penegak hukum.

Pria yang akrab disapa Prof Eddy itu menyebut KUHAP lahir di masa kejayaan Orde Baru (Orba). Sehingga menurutnya, KUHAP tak menggunakan perspektif HAM dalam pembentukan hingga penerapannya.

"Kenapa KUHAP harus diaudit? Saya yakin dan percaya bahwa audit KUHAP itu tidak disusun dalam perspektif HAM karena itu lahir tahun 1981 dimana rezim orba sedang kuat-kuatnya. Jadi saya nggak percaya KUHAP disusun dalam perspektif HAM," kata Prof Eddy dalam seminar Audit KUHAP yang digelar Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) pada Selasa (20/12).

Prof Eddy juga menyoroti KUHAP perlu direvisi guna mencegah kesewenang-wenangan aparat penegak hukum. Dengan begitu, KUHAP tak hanya dijadikan alat yang menitikberatkan pada pemidanaan seseorang, melainkan sarana yang menjadi pagar kewenangan aparat.

"Yang harus diluruskan pada landasan filosofis pembentukan KUHAP harus dipahami bahwa filosofis hukum acara pidana bukan untuk memproses tersangka. Filosofis hukum acara pidana adalah untuk cegah jangan sampai aparat penegak hukum bertindak sewenang-wenang. Itu yang harus dipahami bersama. Saya nggak lihat itu dalam KUHAP. Karena dia (aparat) punya kekuatan begitu besar," ujar Eddy.

Namun, Eddy memprediksi revisi terhadap KUHAP bakal lebih sulit ketimbang revisi KUHP. Sebab, ia mensinyalir sejumlah institusi negara bakal saling adu kepentingan dalam revisi KUHAP.

"Audit KUHAP itu tugas lebih berat dibanding KUHP karena ini menyangkut beberapa institusi negara, saya tidak pungkiri akan ada saling rebut kepentingan," kata Eddy.

ICJR menilai revisi KUHAP sudah mendesak dilakukan menyusul berbagai kelemahan di dalamnya. Hal ini disimpulkan ICJR setelah merampungkan studi terkait audit KUHAP.

photo
Tersangka kejahatan terhadap anak, eksploitasi dan distribusi materi pornografi dan kesusilaan korban anak melalui jaringan medsos dan meddol dihadirkan saat konferensi pers di Polda DIY, Rabu (13/7/2022). - (Wihdan Hidayat / Republika)

Peneliti ICJR Anugerah Rizki Akbari menyebut korban bukan bagian penting dalam KUHAP. Selama ini menurutnya, KUHAP digunakan aparat penegak hukum untuk kepentingan mencari bukti sekaligus menetapkan tersangka.

"Kalau tidak divonis pemidanaan (tuduhan tidak terbukti), tidak ada pemulihan korban. Lalu korban diperkenankan ganti rugi kerugian bersamaan dengan tuntutan pidana tapi pemulihan terbatas dari yang timbul atas tindak pidana saja," kata Rizki.

Selanjutnya, ICJR memandang posisi warga negara dengan negara masih tak seimbang dalam KUHAP. Sebab, negara memonopoli konteks pembuktian lewat aparat penegak hukum.

"Sangat sedikit akses tersangka atau pengacaranya untuk bisa uji bukti, mekanismenya ada tapi harus dapat diskresi penyidik," ujar Rizki.

 
Selanjutnya, ICJR memandang posisi warga negara dengan negara masih tak seimbang dalam KUHAP.
 
 

Lalu, ICJR menemukan KUHAP bermasalah pula di tingkat pengadilan. ICJR mendapati ada hakim yang terpengaruh dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tersangka yang ditulis polisi. Padahal ICJR meyakini ada BAP yang dicapai lewat cara yang tidak legal.

"Banyak temuan proses pengambilan keterangan dengan cara ilegal misal dengan penyiksaan. Ini buat posisi hakim bias dengan BAP. BAP harusnya terbatas sebagai sarana pendukung penyusunan dakwaan, maka harusnya (putusan) dasarnya di persidangan," ucap Rizki.

Ketidakadilan terhadap terdakwa pun terjadi di pengadilan. ICJR menyayangkan kubu terdakwa yang kerap dibatasi dalam mendatangkan saksi meringankan.

"Masa sidang 10 kali, satu kali sidang saja untuk pembelaan dengan alasan terbatas waktu penahanan. Ini harus dievaluasi demi prinsip kesetaraan dalam KUHAP," sebut Rizki. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

HK dan Adhi Karya Garap Rumah Sakit IDB

IDB mendukung pengembangan RSIA di Indonesia dengan memberikan pendanaan sebesar 262 juta dolar AS.

SELENGKAPNYA

Paripurna Lionel Messi!

Messi mengungguli rekor legenda Jerman Lothar Matthaus sebagai pemain dengan jumlah penampilan terbanyak di Piala Dunia.

SELENGKAPNYA

Tekad Persija Kembali ke Jalur Kemenangan

Tak ada yang perlu diwaspadai khusus dari Persija.

SELENGKAPNYA