Pengunjuk rasa mengenakan cat wajah serupa bendera Bintang Kejora melakukan aksi memeringati pendudukan Indonesia di Papua di Jakarta, Kamis (1/12/2022). | AP/Tatan Syuflana

Tajuk

Arahan Khusus Papua untuk Panglima Baru

Papua sengaja dipelihara untuk tidak akan aman. Benarkah demikian?

Presiden Joko Widodo melantik Panglima TNI Laksamana Yudo Margono di Istana Negara, Senin (19/12). Yudo menggantikan Jenderal Andika Perkasa yang pensiun.

Kepada Yudo, Presiden memberikan sejumlah arahan terkait tugas dan fungsi TNI. Presiden menyoroti keberingasan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua, yang menamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).

Dalam enam bulan terakhir, aksi TPNPB memang kian meresahkan warga. Kepala Negara meminta Panglima TNI harus bersikap tegas menghadapi situasi KKB Papua. Apakah arahan ini akan mengubah nuansa kebijakan di Papua? Sangat mungkin terjadi. Panglima Yudo kepada pers mengatakan, dalam waktu dekat ia akan mengunjungi Papua. Ia ingin mendengar langsung dari para prajurit yang bertugas terkait situasi keamanan di sana.

Situasi di Papua memang tidak kunjung membaik. Padahal, dalam enam bulan terakhir, ada perkembangan yang signifikan terjadi di sana. Papua kini dipecah menjadi enam provinsi. Dua provinsi lama, yakni Papua dan Papua Barat. Empat provinsi baru adalah Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya.

 
Situasi di Papua memang tidak kunjung membaik. Padahal, dalam enam bulan terakhir, ada perkembangan yang signifikan terjadi di sana.
 
 

Kita bisa memahami pemerintah pusat memekarkan Papua karena sejumlah hal. Pertama, memang ada desakan dari warga, terutama yang menyebut dirinya sebagai orang Papua asli (OAP). Kedua, Papua terlalu luas untuk dikendalikan oleh dua provinsi. Memecahnya menjadi enam membuat rentang kendali kuasa menjadi lebih pendek, yang kemudian dipercaya bisa lebih maksimal diperintah.

Pemekaran Papua dilakukan pada saat pemerintah pusat menghentikan pemekaran di daerah lain. Kemudian tentu faktor keamanan. Pemekaran menjadi enam provinsi dengan sejumlah provinsi berada di titik tempat teror TPNPB tampaknya diyakini pemerintah pusat bisa makin menyempitkan ruang gerak warga yang ikut TPNPB.

Karena dengan tambahan daerah maka disiapkan pula 'Panglima Daerah Militer' dan turunannya, seperti 'Komando Daerah Militer' dan 'Komando Rayon Militer'. Begitu juga, polda dengan kekhususan merekrut putra asli Papua. Pemekaran Papua ini secara otomatis membuat jumlah aparat militer di sana membengkak.

Wakil Presiden KH Maruf Amin ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo menjadi ketua pengarah Tim Koordinasi Terpadu Pembangunan Kesejahteraan di Papua. Wapres kerap memimpin rapat koordinasi pembangunan kesejahteraan Papua dan Papua Barat. Di dalam rapat ini selain dibahas isu sosial ekonomi pendidikan, juga keamanan.

 
Namun, harus diakui, pendekatan humanis pun sejak 2020 belum bisa menghasilkan situasi keamanan yang baik, kalau kita tidak mau menyebutnya kegagalan.
 
 

Namun, harus diakui, pendekatan humanis pun sejak 2020 belum bisa menghasilkan situasi keamanan yang baik, kalau kita tidak mau menyebutnya sebuah kegagalan. Karena aksi TPNPB tetap brutal, tidak mengendur, justru makin menjadi, sasarannya pun makin meluas. Seolah publik dibiarkan melihat bahwa apa pun kebijakan sosial ekonomi ataupun keamanan yang dilakukan pemerintah, tidak berhasil menjinakkan mereka.

Pada saat yang sama, pemerintah pusat baru saja memperpanjang kebijakan Dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk Papua sampai 2041. Ini kabar baik, tetapi juga dikritisi oleh Menkeu Sri Mulyani. Menkeu tahu bahwa Dana Otsus yang periode sebelumnya justru belum menunjukkan hasil yang memuaskan.

Tingkat pembangunan fisik ataupun indeks pembangunan manusia di Papua tetap rendah. Menkeu pun bertanya-tanya, ke mana larinya dana tersebut? Tapi publik tahu, Dana Otsus itulah yang membuat kelas masyarakat baru di Papua, yakni kelas menengah yang justru makin merenggangkan tingkat kesejahteraan.

 
Tingkat pembangunan fisik ataupun indeks pembangunan manusia di Papua tetap rendah. Menkeu pun bertanya-tanya, ke mana larinya dana tersebut?
 
 

Arahan Presiden tentu harus diikuti panglima TNI. Dengan demikian, kita bisa yakini Laksamana Yudo Margono akan bersikap lebih 'keras' terhadap aksi TPNPB. Apalagi, panglima TNI sudah diberikan perangkat pangdam, kodim, koramil, serta tentunya tambahan pasukan. Tapi apakah sikap itu akan membuahkan hasil yang diinginkan pemerintah pusat, yakni makin kendurnya serangan dari KKB. Belum tentu.

Kekerasan sudah mendarah daging di tanah Papua. Sudah lekat ke napas warganya. Seolah ada kelompok yang membiarkannya seperti itu. Papua sengaja dipelihara untuk tidak akan aman. Benarkah demikian? Tentu kita berharap tidak. Tapi kita segera melihat langkah panglima TNI baru, yang diperintah oleh Presiden untuk 'memelihara' lingkaran kekerasan di sana.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Apakah Convenience Fee di Belanja Daring Dibolehkan?

Bagaimana pandangan syariah terkait convenience fee? Apakah itu dibolehkan?

SELENGKAPNYA

Radio Klasik yang tak Lekang Dimakan Zaman

Hingga kini, radio klasik masih eksis di kalangan pencinta alat komunikasi.

SELENGKAPNYA

Budaya Jawa Ngayogyakarta Hadiningrat di Jogokariyan

Literasi bahasa supaya anak-anak Kampung Jogokariyan tak buta huruf Jawa dan Arab pegon.

SELENGKAPNYA