Pekerja beraktivitas di dekat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (10/11/2022). | Republika/Putra M. Akbar

Tajuk

Alarm dari Ekspor

Saat kita tidak mampu mempertahankan kinerja ekspor untuk terus positif maka efeknya akan dirasakan oleh masyarakat.

Neraca perdagangan kembali mencetak surplus sepanjang November 2022 senilai 5,16 miliar dolar AS. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut neraca dagang ini menjadikan Indonesia surplus untuk ke-31 kalinya secara berturut-turut sejak Mei 2020.  

Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M Habibullah, dalam jumpa pers di Jakarta, kemarin, mengatakan surplus November 2022 jika dibandingkan 2021 didorong oleh kenaikan ekspor sebesar 5,58 persen dan penurunan impor sebesar 1,89 persen. Walaupun demikian BPS mencatat, total nilai ekspor sepanjang November sebesar 24,12 miliar dolar AS  turun 2,46 persen secara bulanan atau month to month (mtm) dibandingkan Oktober yang sebesar 24,73 miliar dolar AS.

Perlambatan kinerja ekspor nasional di November ini melanjutkan penurunan yang terjadi sejak Juli lalu. Artinya meski neraca perdagangan kita masih surplus namun sebenarnya sejak Juli, kinerja ekspor kita terus melambat. Surplus neraca perdagangan tersebut juga diakibatkan karena impor kita yang ikut turun sehingga total ekspor dibandingkan impor masih mencatat surplus.

 
Perlambatan kinerja ekspor nasional di November ini melanjutkan penurunan yang terjadi sejak Juli lalu.
 
 

Dari sisi angka impor yang turun, di satu sisi bisa dinilai sebagai sesuatu yang positif. Karena devisa kita tidak terpangkas untuk membayar barang-barang dari luar negeri tersebut.

Namun, penurunan impor bisa jadi menggambarkan bahwa kegiatan ekonomi di dalam negeri sedang menurun. Apalagi bila impor tersebut adalah barang baku yang akan diproses di industri nasional. Ketika impor bahan baku turun maka bisa diartikan terjadi pelambatan kinerja industri di dalam negeri.

Sebaliknya jika terjadi penurunan impor di barang-barang konsumsi maka kondisi ini menggambarkan daya beli masyarakat juga sedang mengalami tekanan. Ketika daya beli masyarakat sedang terganggu maka belanja masyarakat pun akan terkoreksi.

Sementara itu ketika kinerja ekspor nasional yang mengalami perlambatan maka hal itu menggambarkan bahwa kondisi ekonomi global sedang tidak baik-baik saja. Perlambatan pertumbuhan ekspor dari Juli lalu sampai November ini mencerminkan ancaman resesi ekonomi global akibat konflik perang Rusia-Ukraina memang benar adanya.

Sejumlah negara tujuan ekspor nasional dalam kondisi yang sedang berjibaku untuk menyelamatkan ekonomi negaranya. Ekonomi negara-negara tujuan ekspor kita sedang mengalami perlambatan.

Tentu saja penurunan kinerja ekspor nasional ini menjadi alarm bagi pemerintah Indonesia untuk lebih waspada. Karena kita tahu, surplus neraca perdagangan merupakan salah satu komponen  yang membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi di atas 4 persen tahun ini.

 
Tentu saja penurunan kinerja ekspor nasional ini menjadi alarm bagi pemerintah Indonesia untuk lebih waspada.
 
 

Bila kita tidak mampu menjaga kinerja ekspor dengan baik bukan tidak mungkin target pertumbuhan ekonomi nasional di 2023 tidak seperti yang kita harapkan. Apalagi kita mengetahui seperti yang dikatakan Presiden Joko Widodo hampir semua kepala negara yang tergabung dalam G20 menilai ekonomi di 2023 suram. Negara-negara yang tergabung dalam G20 pun termasuk negara yang terancam masuk ke jurang resesi. 

Saat kita tidak mampu mempertahankan kinerja ekspor untuk terus positif maka efeknya akan dirasakan oleh masyarakat. Kinerja ekspor yang baik ini akan memberikan dampak positif terhadap kegiatan ekonomi nasional, baik itu di sektor industri, jasa, keuangan, maupun komoditas. 

Namun bila ekspor kita tertekan maka akan berpengaruh ke pertumbuhan ekonomi di dalam negeri. Kegiatan ekonomi di dalam negeri akan ikut merasakan penurunan kinerja ekspor tersebut. Padahal pada saat bersamaan masyarakat masih berjuang menghadapi efek dari kenaikan bahan bakar minyak (BBM) Pertalite beberapa bulan lalu. Momok inflasi dalam beberapa waktu terakhir ini juga telah menekan daya beli masyarakat.

 
Saat kita tidak mampu mempertahankan kinerja ekspor untuk terus positif maka efeknya akan dirasakan oleh masyarakat.
 
 

Karenanya kita berharap pemerintah dan para eksportir gencar mencari pasar ekspor baru. Kita mengetahui negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan Cina merupakan  negara tujuan ekspor kita sedang mengalami pelambatan ekonomi. Karena itu, kita harus mencari negara  tujuan ekspor baru. Kita bisa meningkatkan ekspor kita ke India atau juga ke negara-negara Timur Tengah.

Penurunan laju ekspor dalam lima bulan terakhir ini juga hendaknya menjadikan pemerintah lebih waspada dalam mengelola ekonomi di dalam negeri. Kita jangan terlena dengan ungkapan Bank Dunia dan IMF yang menyebutkan negara-negara di kawasan ASEAN termasuk Indonesia akan tetap bersinar di tengah ancaman resesi global. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Semifinal Hingga Final Gunakan Bola Super

Al Hilm secara harfiah berarti 'mimpi' dalam bahasa Arab. 

SELENGKAPNYA

Angkutan Barang Dibatasi

KAI menyiapkan penambahan perjalanan mencapai 51 kereta api per hari.

SELENGKAPNYA

Bintang Tiga di Pundak Lionel Messi

Messi sentris sedemikian melekat dalam ruh permainan Argentina di bawah pelatih Lionel Scaloni tahun ini.

SELENGKAPNYA