Cover Islam Digest edisi Ahad 11 Desember 2022. Penaklukan Utsmani Atas Romawi. | Islam Digest/Republika

Tema Utama

Penaklukan Utsmani Atas Romawi di Konstantinopel

Hadis ihwal Konstantinopel menstimulasi para pemimpin Muslim selama berabad-abad.

OLEH HASANUL RIZQA

“Konstantinopel benar-benar akan ditaklukkan. Sebaik-baik amir (pemimpin) adalah amir yang memimpin penaklukannya. Sebaik-baik tentara adalah tentara yang menaklukkannya.”

Demikian sabda Nabi Muhammad SAW, sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhari. Hadis yang mengandung nubuat itu menjadi pengobar semangat para pemimpin Muslim selama ratusan tahun. Mereka berlomba-lomba mewujudkan ramalan Rasulullah SAW.

Bani Umayyah adalah daulah Islam pertama yang mengupayakan penaklukan atas Konstantinopel. Dinasti yang didirikan Mu’awiyah bin Abi Sufyan itu mulai melancarkan pengepungan terhadap ibu kota Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) tersebut sejak tahun 674 M.

Beberapa bulan sebelumnya, negeri yang berpusat di Damaskus itu dapat menguasai sejumlah wilayah pantai Thrace—kawasan Eropa yang berbatasan langsung dengan jantung Bizantium. Hal itu terwujud dengan dukungan armada laut yang dirintis Mu’awiyah ketika dirinya masih menjabat gubernur Damaskus era Khulafaur Rasyidin.

photo
ILUSTRASI Rembulan terbit di atas langit Istanbul. Kota yang dahulu dinamakan Konstantinopel itu disebutkan dalam sebuah hadis. - (DOK AP EMRAH GUREL)

Sarjana Romawi dari abad kedelapan, Theophanes, menuliskan kesaksiannya, “Setiap hari, pertempuran antara kedua belah pihak terjadi dari pagi hingga sore. Kontak senjata berlangsung di kawasan luas antara luar benteng Tanduk Emas (Golden Horn) dan Kyklobion. Kekuatan keduanya cukup seimbang.”

Pasukan Arab berhasil mendirikan benteng di Aydincik (Cyzicus). Di kala musim semi, mereka akan menyeberangi Laut Marmara untuk menggempur tembok kota Konstantinopel. Sesudah itu, balatentara Muslimin ini akan mundur untuk menghabiskan musim dingin di Cyzicus. Demikianlah operasi militer Umayyah itu dilakukan secara periodik selama tujuh tahun berturut-turut.

Salah satu momen yang tercatat dalam periode tersebut adalah pengerahan pasukan yang dipimpin Yazid bin Mu’awiyah. Putra pendiri Dinasti Umayyah itu berangkat dari Damaskus untuk membantu Fadhallah bin Ubaid al-Anshari dalam menghadapi pasukan Bizantium di darat. Ia bersama dengan sejumlah tokoh senior, termasuk Abu Ayub al-Anshari.

 
Di kala musim semi, mereka akan menyeberangi Laut Marmara untuk menggempur tembok kota Konstantinopel.
 
 

Rombongan Yazid tiba di Benteng Cyzicus saat musim dingin. Begitu memasuki musim semi, 100 ribu orang pasukannya bergabung dengan bala tentara Fadhallah. Seluruh prajurit Muslimin ini kemudian mengepung Konstantinopel selama beberapa bulan.

Dalam sebuah pertempuran, Abu Ayub al-Anshari gugur. Sebelum mengembuskan napas terakhir, sahabat Nabi SAW itu sempat berwasiat agar jasadnya dikebumikan di tanah Konstantinopel. “Sebab, aku ingin mendengar derapan tapak kaki kuda yang membawa sebaik-baik amir, yang memimpin sebaik-baik pasukan, penakluk Konstantinopel, sebagaimana telah diisyaratkan Rasulullah SAW,” katanya.

Wasiat itu baru terpenuhi ratusan tahun kemudian ketika era Turki Utsmaniyah. Pada 1458 M, Mehmed al-Fatih memerintahkan pemindahan kuburan syuhada tersebut ke lokasi yang sesuai dengan pesan almarhum. Untuk mengenang perjuangannya, sang sultan Turki juga membangun Masjid Abu Ayub al-Anshari di dekat makam tersebut. Itulah masjid pertama yang dibangun kesultanan tersebut pasca-kemenangan atas Bizantium.

Misi penyerbuan Konstantinopel yang dilakukan Mua’wiyah dan putranya pada abad ketujuh Masehi memang tidak berbuah manis. Bagaimanapun, hal itu tidak meredupkan tekad para pemimpin yang datang sesudahnya. Mereka tetap berkomitmen untuk merealisasikan nubuat Rasul SAW.

 
Aku ingin mendengar derapan tapak kaki kuda yang membawa sebaik-baik amir, yang memimpin sebaik-baik pasukan, penakluk Konstantinopel, sebagaimana telah diisyaratkan Rasulullah SAW.
 
 

Upaya berikutnya dilancarkan oleh khalifah ketujuh Dinasti Umayyah, yakni Sulaiman bin Abdul Malik. Itu berawal dari kemenangan jenderal kebanggaannya, Maslamah bin Abdul Malik, di Anatolia. Sang khalifah pun mulai menggencarkan penyerangan atas Konstantinopel. Pada musim panas tahun 717 M, pasukan Umayyah tiba di Thrace dan segera mengepung benteng ibu kota Bizantium.

Selama satu tahun penuh, pengepungan itu berlangsung. Namun, Bizantium perlahan-lahan dapat membalikkan keadaan. Pada awal tahun 718 M, armada laut kekaisaran ini memborbardir basis pertahanan Muslimin. Kapal-kapalnya menggunakan berbagai persenjataan, termasuk pelontar kobaran api yang disebut “api Yunani” (Greek fire). Alat itu membakar nyaris semua perahu Umayyah yang bersandar di pesisir Thrace.

Bizantium kemudian membuat blokade di Laut Marmara dan Aegea. Hal itu menyebabkan terputusnya pasokan senjata dan makanan dari Syam untuk pasukan Muslimin di Thrace. Datangnya musim dingin pun kian menyulitkan kondisi mereka. Akhirnya, pada 15 Agustus 718 seluruh bala tentara Umayyah ditarik pulang.

photo
ILUSTRASI Sultan Mehmed II al-Fatih baru berusia 21 tahun saat memimpin pasukan Islam untuk membebaskan Konstantinopel. - (DOK WIKIPEDIA)

Pada medio abad kedelapan, Kekhalifahan Umayyah tergantikan oleh Abbasiyah. Selama beberapa tahun, dinasti tersebut mengonsolidasi kekuatan politik dan militernya yang berpusat di Baghdad. Barulah pada era Khalifah al-Mahdi, daulah Islam kembali bersiap menghadapi Bizantium.

Waktu itu, komando pasukan Muslimin dipegang oleh seorang putra khalifah, Harun al-Rasyid. Mereka dengan sigap menghalau bala tentara Bizantium yang diterjunkan Ratu Irene Sarantapechaina di Anatolia timur. Ekspedisi militer Abbasiyah ini berhasil dengan gemilang.

photo
Khalifah Baghdad dinasi Abbasiyah, Harun al-Rasyid, 14 September 786 - 24 Maret 809 - (DOK Wikipedia)

Bahkan, Harun al-Rasyid tidak hanya sukses mengusir musuh dari perbatasan Irak. Para prajuritnya pun hampir sampai ke Konstantinopel. Upaya untuk menyerang benteng kota itu tidak jadi dilakukan karena persenjataan pasukannya dinilai tidak mencukupi. Beberapa waktu kemudian, utusan Bizantium menghadap kepada putra al-Mahdi itu.

Duta Ratu Irene itu menyampaikan pesan, pihaknya mengakui kemenangan Abbasiyah di Anatolia timur. Untuk itu, Konstantinopel bersedia mengirimkan upeti berupa 70 ribu keping emas tiap tahun ke Baghdad. Harun al-Rasyid menyetujui permintaan damai ini. Ia pun tidak meneruskan pengiriman pasukan ke sentra Bizantium itu, dan memilih kembali ke Irak.

photo
Peta yang menggambarkan situasi Kota Konstantinopel pada abad ke-14 M. - (DOK WIKIPEDIA)

Masa Utsmaniyah

Pada abad ke-14 M, berdirilah Dinasti Turki Utsmaniyah di Anatolia timur. Pendirinya, Osman Ghazi, berhasil menyatukan suku-suku Turk Muslim setempat yang sempat tercerai berai usai runtuhnya Kesultanan Rum dan Bani Seljuk. Daulah Islam ini beberapa kali melawan Bizantium di sepanjang sejarahnya.

Bayezid I adalah sultan Turki pertama yang memerintahkan penyerbuan terhadap Konstaninopel. Pada 1394 M, ia mengawali berbagai persiapan untuk menjalankan operasi militer tersebut. Di antaranya adalah pembangunan Benteng Anadoluhisari di pantai Selat Bosporus sisi Asia.

Kira-kira satu tahun kemudian, Beyezid pun memulai penyergapan. Untuk menghadapinya, Kaisar Manuel II meminta kekuatan Kristen Eropa agar segera mengumpulkan pasukan Salib. Akan tetapi, aliansi Salibis yang dipimpin raja Hungaria Sigismund tidak mampu menahan serangan Utsmaniyah dalam Perang Nicopolis pada 25 September 1396. Untuk merayakan kemenangan itu, sang sultan Turki membangun masjid raya (ulu cami) di Bursa.

photo
Sultan Osman I atau Osman Ghazi, sang peletak Dinasti Utsmaniyah. - (DOK WIKIPEDIA)

Dalam lima tahun berikutnya, Beyezid berada di atas angin. Bizantium dengan sekutu Salibisnya hanya mampu mempertahankan dengan susah payah benteng Konstantinopel dan daerah-daerah sekitar. Bagaimanapun, mereka akhirnya dapat bernapas lega. Pada 1400 M, datanglah ancaman-baru yang mengganggu konsentrasi Utsmaniyah, yakni bala tentara Mongol yang dipimpin Timur Lenk.

Seperti halnya Beyezid, Timur pun merupakan seorang raja Muslim. Akan tetapi, perintis Dinasti Timuriyah itu berambisi menguasai seluruh Anatolia untuk dirinya sendiri. Caranya dengan mendukung para penguasa lokal di semenanjung tersebut, khususnya yang tidak puas terhadap kekuasaan Beyezid.

Pada 20 Juli 1402, pecahlah Perang Ankara. Dalam pertempuran itu, Utsmaniyah menderita kekalahan. Bahkan, Timur kemudian berhasil menangkap dan memenjara Beyezid. Ada selisih pendapat mengenai hubungan personal antarkeduanya.

Banyak ahli sejarah menyebutkan, sultan Turki itu mengalami berbagai siksaan dan tindakan memalukan selama berada di penjara. Namun, manuskrip-manuskrip dari pihak Timuriyah menyatakan, Beyezid diperlakukan dengan baik oleh Timur.

photo
Patung Timur Lenk di Asia tengah. Tokoh Muslim berdarah Turki ini menjadi pemimpin Mongol yang sangat disegani. - (DOK PIXABAY)

Pada Maret 1403, raja yang berjulukan Yildirim (sang petir) itu meninggal dalam status tahanan. Kematiannya memicu konflik perebutan takhta di antara anak-anaknya hingga tahun 1413. Periode perang saudara itu di kemudian hari masyhur dengan sebutan Masa Kekosongan Utsmaniyah (Ottoman Interregnum).

Pada akhirnya, Mehmed Celebi dapat mengalahkan saudara-saudaranya. Putra keempat Beyezid itu mengangkat dirinya sebagai raja Utsmaniyah yang berkedudukan di Edirne.

Adanya masalah internal itu menyebabkan Turki Utsmaniyah tidak lagi berfokus dalam merebut Konstantinopel selama dua dekade. Namun, hal itu tidak berarti kabar baik bagi Bizantium. Dalam masa sultan Mehmed saja, kerajaan Islam tersebut berhasil menguasai sejumlah wilayah di Eropa, termasuk Wallachia, Romania.

 
Adanya masalah internal itu menyebabkan Turki Utsmaniyah tidak lagi berfokus dalam merebut Konstantinopel selama dua dekade.
 
 

Mehmed wafat pada 1421 M. Manuel II kemudian turut campur dalam pertikaian antar-pangeran Turki. Kaisar Bizantium tersebut memaklumkan, dirinya hanya mengakui Duzmece Mustafa sebagai bakal pengganti Mehmed. Di balik itu, tujuannya bukanlah mendukung figur tertentu, tetapi melemahkan kesultanan tersebut dari dalam, sebagaimana yang kerap dilakukannya pada negeri-negeri jiran lain.

Namun, keunggulan Duzmece tidak bertahan lama. Begitu mendarat di Anatolia, para simpatisannya yang datang dari Thrace dapat dikalahkan oleh pasukan Murad II. Salah seorang putra almarhum Mehmed itu bahkan berhasil meringkus dan menghukum mati Duzmece. Setelah mengamankan kedudukannya, Murad II sebagai sultan baru mengumumkan perang terhadap Bizantium.

photo
Sultan Murad II, ayahanda Sultan Mehmed II al-Fatih ini membawa Turki Utsmaniyah pada era kemakmuran. - (DOK WIKIPEDIA)

Pada 10 Juni 1422, pasukan Utsmaniyah bergerak menuju Konstantinopel dari Thrace barat. Murad II baru tiba di lokasi pertempuran sekira 10 hari berikutnya. Untuk beberapa saat, pusat pemerintahan Bizantium itu bagaikan telur di ujung tanduk.

Sayangnya, Utsmaniyah lagi-lagi dilanda konflik internal. Anak kedua Mehmed yang bernama Mustafa berusaha mengambil alih kekuasaan. Bahkan, dengan sokongan dari musuh-musuh Murad II ia kemudian menyerbu Edirne pada akhir Agustus 1422. Terpaksa, sang sultan kembali ke ibu kota kerajaannya dan membatalkan misi penyerangan terhadap Konstantinopel.

MUI: Perkuat Keharmonisan Bangsa

Forum itu diharapkan meningkatkan ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah wathaniyah.

SELENGKAPNYA

Dorong Sertifikasi Nazir

Sertifikasi nazir dapat meningkatkan profesionalisme pengelolaan wakaf.

SELENGKAPNYA

Pengelolaan Wakaf Uang akan Lebih Kuat

Perbankan syariah memiliki infrastruktur layanan yang lebih unggul.

SELENGKAPNYA