BPOM RI menyegel gudang bahan kimia CV Samudra Chemical, Tapos, Depok, Jawa Barat, Rabu (9/11/2022). | Republika/Thoudy Badai

Tajuk

Setelah Tersangka Diumumkan

Kasus gagal ginjal mengisyaratkan tidak ada jaminan obat yang beredar memenuhi ketentuan.

Kepolisian akhirnya menetapkan tersangka kasus gagal ginjal akut. Diumumkannya tersangka dalam kasus ginjal akut menjadi salah satu rangkaian penting perjalanan penyakit misterius ini. Setidaknya masyarakat dapat mengetahui ada pihak yang bertanggung jawab dari kasus ini.

Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Kamis (17/11), menetapkan dua korporasi PT Afi Farma (AF) dan CV Samudra Chemical (SC) sebagai tersangka kasus gagal ginjal akut. Kedua korporasi tersebut diduga memproduksi obat atau mengedarkan sediaan farmasi, yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu.

Kita mengetahui penyakit yang menghebohkan tersebut tidak hanya membuat cemas orang tua yang masih memiliki anak kecil. Namun, juga menimbulkan korban jiwa yang jumlahnya ratusan anak. 

Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada awal bulan ini melaporkan kasus gagal ginjal akut, yang mencapai 323 kasus di 28 provinsi. Dari jumlah tersebut, 190 pasien di antaranya meninggal dunia. Provinsi yang menyumbang kasus terbanyak adalah DKI Jakarta, disusul oleh Jawa Barat. 

 
Kita mengetahui penyakit yang menghebohkan tersebut tidak hanya membuat cemas orang tua yang masih memiliki anak kecil.
 
 

Kini ketika kepolisian akhirnya mengumumkan tersangka, apakah persoalan kasus gagal ginjal ini menjadi selesai dan tak mungkin terulang? Rasanya tidak. Kasus gagal ginjal akut ini sejatinya hanyalah bongkah kecil dari persoalan-persoalan sejenis yang mungkin muncul kemudian hari.

Mengapa bisa seperti itu? Karena jika ada perusahaan farmasi yang lalai atau sengaja melakukan pelanggaran dengan takaran bahan baku obat melebihi ambang yang ditetapkan, masalah penyakit seperti gagal ginjal akut ini berpotensi muncul kembali. Dan pada akhirnya, masyarakat sebagai pengguna yang akan menjadi korbannya.

Karena itu, munculnya kasus gagal ginjal akut ini pun menjadi pertanyaan masyarakat terkait peran pemerintah dalam melakukan pengawasan obat-obat yang beredar. Pertanyaan sederhana masyarakat, mengapa pelanggaran yang dilakukan industri farmasi baru diketahui, setelah ditemukannya puluhan anak terserang penyakit gagal ginjal akut. Seharusnya, sebelum berdampak negatif terhadap masyarakat, peredaran obat-obat yang melanggar tersebut sudah dilarang.

Logika berpikir masyarakat dengan adanya kasus gagal ginjal adalah tidak ada jaminan obat-obat yang beredar saat ini sudah memenuhi ketentuan yang ada. Jangan-jangan banyak obat yang beredar saat ini, berbahaya dan berdampak seperti kasus gagal ginjal akut. Hal itu semakin diperparah kala obat-obat tersebut baru diketahui berbahaya setelah jatuhnya banyak korban.

 
Logika berpikir masyarakat dengan adanya kasus gagal ginjal adalah tidak ada jaminan obat-obat yang beredar saat ini sudah memenuhi ketentuan yang ada.
 
 

Logika berpikir masyarakat tersebut seakan sejalan dengan penjelasan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Penny Kusumastuti Lukito, yang merespons soal adanya gugatan dari Komunitas Konsumen Indonesia, terkait kasus gagal ginjal akut pada anak di Indonesia. Penny menyampaikan, ada ketidaksepahaman di masyarakat soal sistem pengawasan BPOM dalam kasus yang menewaskan ratusan anak tersebut. 

Menurut Penny, BPOM sudah melakukan tugas sesuai standar kebutuhan yang ada. Namun, ada masalah kelalaian di industri farmasi sehingga mengakibatkan jatuhnya ratusan jiwa anak. Adapun kasus gagal ginjal akut diduga terjadi akibat obat sirop, yang tercemar etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) di luar ambang batas aman. 

Pertanyaan yang kemudian muncul, sejauh mana BPOM sebagai lembaga pengawas yang ditunjuk pemerintah bisa mengetahui dengan cepat, ada masalah kelalaian yang dilakukan di industri farmasi. Poin ini menjadi sangat krusial karena kita tidak ingin, BPOM baru mengetahui ada perusahaan farmasi melakukan kelalaian setelah di masyarakat jatuh korban ratusan orang.

Yang kini kita butuhkan adalah lembaga pengawas terkait obat-obatan dapat lebih dahulu mengetahui adanya perusahaan farmasi, yang melanggar sebelum produksi mereka ke masyarakat. Jika formula pengawasan seperti ini tidak bisa dilakukan oleh BPOM, tidak perlu heran bila kasus seperti gagal ginjal akut ini terulang pada masa mendatang. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Hilirisasi Industri

Tak kalah penting, mengimplementasikan hilirisasi industri yang ramah tenaga kerja lokal.

SELENGKAPNYA

Muktamar dan Agenda Strategis Bangsa

PAN berharap, inisiatif politik gagasan bisa dipertimbangkan menjadi rekomendasi Muhammadiyah

SELENGKAPNYA

Bareskrim Tetapkan Tersangka Kasus Gagal Ginjal

Dua pekan terakhir terdata tidak ada pasien baru gagal ginjal akut.

SELENGKAPNYA