KH Zuhri Zaini, pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, Probolinggo. | Youtube/Pondok Pesantren Nurul Jadid

Khazanah

Kelola Pesantren Secara Modern

Majelis Masyayikh menyosialisasikan UU Pesantren di Ponpes Nurul Jadid.

JAKARTA – Sejalan dengan Undang-Undang Pesantren yang telah disahkan pemerintah pada 2019, pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Nurul Jadid, Probolinggo, KH Zuhri Zaini, mengimbau kepada para pengelola pesantren untuk menyiapkan tata kelola modern. Meskipun demikian, pesantren harus tetap mempertahankan ciri khasnya.

“Selayaknya kita semua sebagai pengelola pesantren menyiapkan tata kelola pesantren dengan manajemen modern, tapi dengan tetap memperhatikan nilai-nilai dasar dan ciri khas pesantren,” ujar Kiai Zuhri saat menyampaikan sambutan dalam pembukaan Sosialisasi UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren di Ponpes Nurul Jadid, Probolinggo, Jawa Timur, Selasa (15/11).

 
Selayaknya kita semua sebagai pengelola pesantren menyiapkan tata kelola pesantren dengan manajemen modern.
KH ZUHRI ZAINI Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid
 

 

Hal itu, menurut dia, sesuai dengan kaidah fiqiyah yang kerap digunakan dalam tradisi NU yaitu al-muhafadhatu ‘ala qadimis shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah' yang memiliki arti ‘’memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik’’.

"Sehingga setiap lembaga pesantren tetap bisa mempertahankan kekhasan masing-masing. Diharapkan dengan mengakomodasi terhadap perkembangan dan keanekaragaman yang ada, ponpes akan menjadi institusi yang mencerminkan kemajuan umat dan khazanah kekayaan sejarah," kata Kiai Zuhri.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Ditjen Pendis Kemenag RI (@pendiskemenag)

Karena itu, menurut dia, pelaksanaan sosialisasi UU Pesantren di Pesantren Nurul Jadid sangat penting untuk meningkatkan tata kelola pesantren dan untuk menjadikan lembaga pesantren sebagai bagian yang betul-betul menyatu dengan sistem pendidikan nasional, bahkan global.

"Terima kasih kepada pimpinan Majelis Masyayikh yang telah memberikan kehormatan serta kepercayaan kepada Pondok Pesantren Nurul Jadid sebagai tempat pelaksanaan sosialisasi UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren," kata Kiai Zuhri. 

Menurut dia, kegiatan sosialisasi UU Pesantren ini merupakan awal yang baik bagi terciptanya komunikasi antar pengelola pesantren guna menemukan pemahaman bersama tentang pentingnya UU tersebut sebagai payung hukum dari kedudukan pesantren di Tanah Air.

"Dengan demikian, kehadiran UU ini bisa menjadi rujukan untuk mengembangkan institusi pendidikan, khususnya pesantren yang responsif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni khususnya," kata Kiai Zuhri.

Kegiatan sosialisasi UU Pesantren di Ponpes Nurul Jadid, Probolinggo diselenggarakan oleh Majelis Masyayikh Pesantren dan dihadiri 100 peserta dari sekitar 47 pesantren di beberapa wilayah di Jawa Timur. Mereka berasal dari pesantren yang menyelenggarakan pendidikan madrasah diniyah, ma'had aly, dan pendidikan diniyah formal. Hadir pula sejumlah pembicara di antaranya anggota Majelis Masyayikh KH Muhyiddin Khotib dan KH Mahfudz Faqih.

Ketua Majelis Masyayikh Pesantren, KH Abdul Ghaffar Rozin atau Gus Rozin, dalam sambutannya menegaskan, UU Pesantren perlu disambut dengan baik. Menurut dia, para pengelola pesantren juga harus mempelajari dan memahami isi di dalamnya.

"Di dalamnya perlu dipahami, dipelajari, apakah UU ini betul-betul menguntungkan atau memberikan manfaat kepada pesantren atau tidak," ujar Gus Rozin saat sambutan yang disampaikan secara daring.

 
Perlu dipahami, dipelajari, apakah UU ini betul-betul menguntungkan atau memberikan manfaat kepada pesantren atau tidak.
KH ABDUL GHAFFAR ROZIN Ketua Majelis Masyayikh Pesantren
 

 

Gus Rozin menuturkan, UU Pesantren juga telah mengamanahkan sebuah lembaga baru yaitu Majelis Masyayikh dan Dewan Masyayikh. Menurut dia, dua lembaga ini adalah lembaga penjamin mutu. Dewan Masyayikh berada di pesantren, sedangkan Majelis Masyayikh berada di pusat.

Menurut Gus Rozin, tugas Majelis Masyayikh antara lain memberikan fasilitasi, memberikan dorongan terhadap pesantren untuk dapat mengelola kurikulumnya secara mandiri, serta memberikan rekognisi atas lulusan-lulusan pesantren. Dengan demikian, lulusan tersebut bisa diakui oleh semua lembaga pendidikan dan diakui oleh semua elemen bangsa ini.

"Tidak seperti beberapa tahun lalu ketika lulusan pesantren masih membutuhkan proses khusus ketika dia ingin kuliah di tempat lain atau ingin bekerja atau berkhidmah di tempat yang lain," kata Gus Rozin.

Selain itu, kata dia, Majelis Masyayikh juga bertugas memberikan konsultasi dan berdialog dengan pesantren yang menginginkan adanya konsultan kurikulum. Menurut dia, hal ini penting mengingat karakter pesantren harus dipertahankan dan pesantren di Indonesia perlu terus-menerus mereproduksi ulama.

"Majelis Masyayikh memiliki tugas untuk menyiapkan hal-hal ini. Majelis Masyayikh dikukuhkan pada 30 Desember 2021 dan beranggotakan sembilan kiai dan bu nyai yang mewakili dari keilmuan tertentu, mewakili dari pesantren tertentu, dan mewakili dari tempat-tempat tertentu," kata pengasuh Ponpes Maslakul Huda Kajen, Pati, Jawa Tengah ini. 

Museum Muhammadiyah Terapkan Teknologi Informasi

Pengunjung disajikan dengan storyline yang jelas terkait perjalanan Muhammadiyah.

SELENGKAPNYA

Kriminolog Duga Kematian Keluarga di Kalideres Disengaja

Pengamat menduga para korban penganut Apokaliptik.

SELENGKAPNYA

Pelindo Pangkas Waktu Bongkar Buat

Lebih dari 60 persen barang ekspor melalui Tanjung Priok datang dari hinterland di timur Jakarta.

SELENGKAPNYA