Adab Sebelum Ilmu | Antara

Kitab

Adab Sebelum Ilmu

Karya monumental dari Imam Badruddin Ibnu Jama'ah ini menguraikan berbagai aspek akhlak yang baik dalam menuntut ilmu.

Kedudukan orang berilmu lebih mulia daripada orang yang semata-mata beriman. Nabi Muhammad SAW bersabda, Ulama adalah pewaris para nabi. Dengan demikian, sesudah Rasulul lah SAW wafat, umat Islam mengetahui dan mendalami agama ini melalui perantaraan alim ulama.

Nabi SAW bersabda, Menuntut ilmu hukumnya wajib bagi setiap Muslim. Maka dari itu, setiap orang yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya sudah sepantasnya mengetahui kaidah menuntut ilmu. Syaikhul Islam Imam Badruddin Ibnu Jama'ah telah menuliskan sebuah mahakarya yang mengulas tentang adab dalam proses belajar-mengajar.Judulnya, Tadzkiratu as-Sami' wa al-Mutakallim fi Adabi al-`Alim wa al-Muta'allim. Buku tersebut telah diterjemahkan antara lain ke dalam bahasa Indonesia oleh Pustaka al-Ihsan (2017).

Buku tersebut dipilah ke dalam beberapa bagian. Masing-masing menyoroti persoalan adab islami yang sebaiknya dipahami dan diterapkan baik oleh ulama selaku pengajar dan murid sebagai pembelajar. Setiap penjelasan selalu disertai dalil-dalil, baik dari Alquran maupun hadits.Sebagai contoh, Imam Badruddin mengupas tentang adab seorang guru terhadap dirinya sendiri dalam bagian pertama. Di antara akhlak-akhlak yang diuraikannya ialah perlunya merasa selalu diawasi oleh Allah SWT. Sikap ini dinamakan sebagai muroqabah. Seorang alim yang memahami kualitas ini tidak akan terlena oleh godaan-godaan duniawi.

Sifat lainnya adalah menyucikan jiwa dan raganya. Tidak hanya berkaitan dengan hal-hal ruhaniah, sang penulis juga menegaskan pentingnya kepiawaian menulis bagi seorang guru. Dalam proses mengajar, seorang guru juga dianjurkan untuk selalu tampil dengan kondisi suci, bersih, dan wangi. Berbagai doa sehari-hari pun hendaknya diamalkan sehingga para murid dapat ikut meneladaninya.

Orang yang menuntut ilmu de ngan kerendahan diri, sempit nya kehidupan, serta melayani ulama, dialah yang berhasil.



Imam Badruddin menulis, Yang ia (seorang guru) harapkan dalam mengajar dan mendidik murid-muridnya adalah, pertama, Wajah Allah Subhanahu Wa Ta'ala; kedua, menyebarkan ilmu; ketiga, menghidupkan syariat.Dalam hal ini, sang penulis me negaskan keutamaan niat yang ikhlas lillahi ta'aladari seorang pengajar ilmu-ilmu agama. Sebab, dalam urusan agama, pengajaran ilmu adalah urusan yang terpen ting.

Sang penulis mengutip perkata an Abu Yusuf rahimahullah:Wahai kaum! Niatkanlah dengan ilmu kalian karena Allah Ta'ala.Sesungguhnya aku sama sekali tidak duduk di suatu majelis ilmu lalu aku niat untuk tawadhu (rendah hati) dengan hal itu, kecuali aku tidak bangkit dari majelis tersebut hingga akhirnya aku mengungguli mereka. Maknanya, seorang ulama dalam mengajarkan ilmu tidak untuk pamer, mengharapkan pujian manusia. Bila godaan untuk sombong sudah dituruti, maka merugilah dirinya.

Seorang ulama juga tidak boleh merendahkan kemuliaan ilmu.Misalnya, dengan sering pergi ke tempat orang yang tidak berhak. Siapa itu? Menurut Imam Bad ruddin, mereka adalah para pencinta dunia. Ulama tak boleh mendatanginya kecuali sungguh- sungguh ada keperluan yang mendesak dalam perkara keumatan atau tegaknya agama. Dia mengutip pernyataan az-Zuhri rahimahullah, Hinanya ilmu ketika seorang alim membawanya ke rumah orang belajar.

Pada bagian berikutnya, ulama dari abad ketujuh hijriah ini menjelaskan adab seorang penuntut ilmu.Alih-alih memulai aspek kognitif, Imam Badruddin mele takkan unsur akhlak sebagai yang paling utama.Maknanya, kecerdasan hati hendaknya didahulu kan sebelum kecerdasan otak. Sebagai seorang Muslim, lanjut ulama asal Suriah ini, seorang pembelajar hendaknya berupaya mem bersihkan hati dari segala bentuk kedengkian, ketidakjujuran, dan sebagainya. Dalam hal ini, menuntut ilmu diibaratkan dengan memenuhi kewajiban ibadah sehari-hari.

Sebagaimana shalat tidak sah dan dia merupakan ibadah anggota badan kecuali dengan membersihkan badan dari hadats dan najis, begitu juga menuntut ilmu syari (dan dia merupakan ibadah hati) tidak sah kecuali dengan membersihkan hati dari sifat-sifat kotor serta akhlak-akhlak yang tercela lagi rendah, tulis Imam Badruddin.

Hal lain yang juga diwanti- wanti sang penulis ialah pentingnya menghargai waktu. Masa yang terlewat tak akan kembali lagi-- betapapun caranya. Dia menegaskan, masa muda harus dimanfaatk an secara maksimal untuk menuntut ilmu-ilmu agama. Menurut sang imam, generasi salaf gemar mengasingkan diri dari keluarga atau merantau ke negeri luar agar dapat berkonsentrasi seutuhnya pada jalan menuntut ilmu. Pada saat yang sama, seorang pembelajar yang ideal mesti memelihara sifat sabar dan qanaah (merasa cukup dengan apa yang ada).

Dikutipnya kata-kata mutiara dari Imam Syafii rahimahullah: Tidak ada seorang pun yang bisa menuntut ilmu ini (agama Islam) dengan kekuasaan dan ego yang tinggi lalu dia berhasil. Akan tetapi, orang yang menuntut ilmu dengan kerendahan diri, sempitnya kehidupan, serta melayani ulama, dialah yang berhasil.

Tidak hanya nasihat-nasihat.Imam Badruddin dalam karyanya ini juga memberi kiat-kiat tentang manajemen waktu. Umpamanya, menurut dia, Waktu yang paling baik untuk menghafal adalah di waktu sahur. Adapun saat-saat yang paling ideal untuk mengadakan telaah ialah pagi hari. Menulis pada siang hari lebih disarankan. Malam hari sesuai untuk mengulang-ulang pelajaran yang telah diterima seharian penuh.Pendapat ini mengikuti saran dari Imam al-Khatib rahimahullah.

Manajemen asupan gizi juga tak terlewatkan. Makanan dan minuman yang baik akan membantu seorang pembelajar untuk fokus menyerap ilmu. Konsumsi yang halal akan menimbulkan berkah.Sebaliknya, sajian yang syubhat atau bahkan haram akan menghalangi keberkahan. Jumlah asupannya pun perlu diperhatikan. Jangan sampai terlalu kenyang sehingga hanya membuat tubuh lelah dan mata mengantuk.

Imam Badruddin menulis, Yang dipuji karena banyak makan hanyalah binatang yang memang tidak berakal dan hanya dipekerjakan untuk sebuah pe kerjaan. Utamanya, menjaga asupan konsumsi ini diniatkan demi melaksanakan perintah agama. Allah SWT telah berfirman dalam surah al-A'raf ayat 31, yang artinya, Makan dan minumlah, akan tetapi jangan melampaui batas. Dai tersebut mengatakan, sebagian ulama menganggap, Dengan ayat ini, Allah menghimpun ilmu kesehatan seluruhnya.

Seorang penuntut ilmu juga harus pandai-pandai dalam memilih teman. Kawan yang baik tentu saja yang mampu mendongkrak semangat dalam belajar. Jadilah seorang alim atau seorang pencari ilmu; dan jangan menjadi orang yang ketiga (bukan alim dan bukan pula pencari ilmu) sehingga kamu celaka, tulis ulama yang pernah menjadi imam Masjid al- Aqsha itu.

Ilmu ada bukan semata-mata untuk dihafal dalam pikiran, tetapi juga diterapkan sehingga bermanfaat bagi sesama. Nabi SAW pernah bersabda, sebagaimana diriwayatkan ad-Darimi, Barang sia pa yang bertambah ilmunya, tetapi tidak bertambah petunjuknya (amalnya tidak semakin baik), maka ia hanya akan semakin jauh dari Allah.

Sekilas biografi tentang sang penulis kitab ini. Imam Badruddin Ibnu Jama'ah lahir di Hamat pada 633 hijriah. Ulama dari Suriah itu wafat pada 733 hijriah. Selama 25 tahun, dia tercatat menjadi hakim agama (qadi) di Yerussalem, Suriah, dan Mesir. Pernah pula menjabat sebagai iman sekaligus khatib di Masjid al-Aqsha (Palestina), Masjid al-Azhar (Mesir) dan Masjid Agung Umayyah.

Imam Ibnu Jama'ah bergelar sebagai syaikhul Islam. Sebab, kepakarannya meliputi banyak bidang keilmuan Islam, seperti ilmu Alquran, hadits, fiqih, dan ba hasa. Dalam urusan fikih, ulama ini condong pada mazhab Syafii.Banyak muridnya yang pada generasi sesudahnya menjadi ulama besar. Di antaranya adalah Ibnu Katsir, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, dan adz-Dzahabi. Di luar Tadzkiratus Sami', Imam Badruddin juga menghasilkan sejumlah karya, antara lain al-`Arba'un Haditsan at-Tusa'iyyah al-Isnad danArjuzah fi al-Khafa.

Pada masa anak-anak, Ibnu Jama'ah dididik oleh ayahnya sendiri, Ibrahim Sa'dullah, yang juga seorang ulama besar. Di Damaskus, dia belajar pada banyak ulama, antara lain Ibnu Abi al-Yasar, Ibnu Abdillah, Ibnu Azraq, al- Najib, dan Ibn `Ilaq. Di Mesir, dia juga belajar dari Taqiyuddin Ibn Ruzain. Demikian dirangkum oleh Ahmad Yusam Thobroni dalam artikelnya, Etika Pelajar dalam Perspektif Ibn Jama'ah.


DATA BUKU

Judul: Tadzkiratu as-Sami'wa al-Mutakallim fi Adabi al- `Alim wa al-Muta'allim

Penulis: Imam Badruddin Ibnu Jama'ah

Penerbit kitab asli: Dar al- Bashaer Beirut (Lebanon) cetakan 2016

Penerjemah: Nurfajri Setyawan LC dan Angga Lc

Murajaah: Ustaz Cecep Lc

Penerbit: Pustaka al-Ihsan (cetakan pertama, Desember 2017)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat