
Liputan Khusus
Mengandalkan Bansos Jadi Bantalan Ekonomi, Efektifkah?
Bantuan untuk pekerja informal bisa diperoleh melalui sektor lain selain Kemenaker.
Oleh Lipsus Tiga Tahun Periode ke-2 Joko Widodo
OLEH NOVITA INTAN, DESSY SUCIATI SAPUTRI
Pengumuman kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) oleh pemerintah beberapa waktu lalu mengejutkan banyak pihak. Dalih pemerintah menaikkan harga Pertalite, Solar, dan Pertamax untuk penyesuaian harga.
Ini gara-gara lonjakan harga minyak dunia dan proyeksi perekonomian internasional dalam setahun ke depan yang kelabu yang dipicu perang Rusia versus Ukraina. Akibatnya, harga minyak dunia yang diprediksi APBN di bawah 70 dolar AS per barel, meroket di atas 100 dolar AS per barel.
Pada saat yang sama, perekonomian dalam negeri mulai menggeliat. Konsumsi BBM bersubsidi yang makin moncer tidak membuat pemerintah happy, malah pusing karena harus membeli BBM bersubsidi lebih banyak lagi.
Pertalite dan Solar menjadi dua bahan bakar yang selama ini paling banyak dikonsumsi untuk masyarakat miskin. Kenaikan harga ini dikhawatirkan memicu efek berganda karena semakin tertekannya perekonomian masyarakat, terutama mereka yang masuk kategori miskin.
Harga Pertalite dari sebelumnya Rp 7.650 menjadi Rp 10 ribu per liter. Harga Solar dari Rp 5.150 menjadi Rp 7.200 per liter, sementara harga Pertamax dari Rp 12.500 naik menjadi Rp 14.500 per liter. Kenaikan ini, diakui pemerintah, memunculkan beban tambahan. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengaku, ada beban tambahan rumah tangga sebesar 40 persen akibat kenaikan harga BBM.
Sebesar 60 persen rumah tangga mampu akan menanggung beban tambahan sebesar Rp 42,2 triliun. "Rumah tangga yang paling rendah akan menanggung Rp 8,1 triliun (atas kenaikan harga BBM). Mengapa besar sekali? Karena, mereka (60 persen rumah tangga teratas) pengguna Pertalite, Solar, dan Pertamax paling banyak," ujarnya saat webinar kuliah umum FEB UI, Senin (12/9).
Untuk mengurangi beban masyarakat miskin ini, pemerintah menambah bantalan ekonomi melalui penyaluran bantuan sosial. Sebanyak Rp 24,17 triliun disiapkan untuk menjaga daya beli, khususnya pada masyarakat kelompok 40 persen ekonomi terbawah. Kementerian Keuangan menghitung, tambahan bansos akibat kenaikan harga BBM ini dapat menurunkan tingkat kemiskinan sekitar 0,3 basis poin (bp) menjadi sembilan persen.
Tambahan bantuan sosial ini disalurkan melalui bantuan langsung tunai BBM untuk masyarakat miskin dan bantuan subsidi upah (BSU) bagi pekerja yang mendapatkan gaji kurang dari Rp 3,5 juta. Hingga pekan kemarin, saat Presiden Joko Widodo menyerahkan bansos di Bandung, Jawa Barat, BSU yang disalurkan ke pekerja sudah mencapai 65,6 persen dari total target penerima sebanyak 14,6 juta.
“Yang kita berikan kepada para pekerja dari 14,6 juta yang nanti akan kita berikan, sekarang ini sudah 8,4 juta. Jadi, sudah 65,6 persen dan masih terus berjalan,” ujar Jokowi seusai penyerahan bansos, Kamis (13/10).
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah mengaku, BSU tahun 2022 telah tersalurkan melalui lima tahap. Di mana hingga tahap ke-5 sudah tersalurkan kepada 8.432.533 orang atau setara 65,66 persen. Hingga tahap ke-5, BSU disalurkan melalui Bank Himbara bagi mereka yang telah memiliki rekening Bank Himbara. Sementara, sebagian lain yang belum menerima BSU, salah satunya disebabkan belum memiliki rekening Bank Himbara.

Pada penyaluran BSU tahun ini, Kemenaker menggandeng PT Pos Indonesia untuk mempercepat proses penyaluran. Dengan demikian, mereka yang sudah ditetapkan sebagai calon penerima BSU dan belum memiliki rekening Bank Himbara, tidak perlu repot membuka rekening Bank Himbara karena akan disalurkan melalui PT Pos Indonesia. Untuk penyaluran tahap ke-6, Kemenaker masih menunggu data dari pihak BPJS Ketenagakerjaan.
Ida menegaskan, BSU memang hanya diperuntukkan pekerja formal. Sementara, bantuan yang bisa menyasar pekerja informal bisa diperoleh melalui sektor lain selain Kemenaker.
Di luar itu, ada program bantuan yang diberikan Kementerian Sosial, termasuk yang diberikan pemerintah daerah melalui dana transfer umum dan dana bagi hasil. Dua persennya digunakan untuk menutup kebutuhan masyarakat yang tidak terpenuhi oleh, seperti bantuan di Kementerian Ketenagakerjaan BSU ini," kata Ida menegaskan.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo menyampaikan, pihaknya bakal segera mengirimkan data penerima BSU tahap enam kepada Kementerian Kemenaker dalam waktu dekat. Menurut Anggoro, jumlah penerima BSU berdasarkan data dari Jamsostek mencapai 14 juta orang. "Kita salurkan kepada Kemenaker untuk divalidasi," ujarnya.
Namun, perlu diingat kondisi masyarakat Indonesia khususnya, masih belum benar-benar pulih dari tekanan pandemi Covid-19. Sebelum ada tambahan bantalan ekonomi untuk menjaga daya beli, pemerintah juga sudah mengeluarkan sejumlah bantuan sosial maupun subsidi untuk menjaga perekonomian masyarakat Indonesia tetap terjaga.
Di antaranya, bantuan langsung tunai minyak goreng, bantuan langsung tunai dari dana desa, program keluarga harapan, kartu sembako, hingga subsidi bunga kredit usaha rakyat.
Belum mencukupi
Di sisi lain, banyaknya program bantuan dari pemerintah dinilai belum dapat menutupi kebutuhan sehari-hari masyarakat. Ketua Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Nasional (DPP SPN) Iwan Kusmawan mengatakan, para pekerja masih belum pulih dari keterpurukan pasca-Covid-19.
Banyak pekerja di-PHK, dirumahkan, hingga mengalami pengurangan upah atau gaji. Semua dilakukan dengan dalih tekanan pandemi yang membuat perusahaan harus beradaptasi dengan kondisi.
Menurut Iwan, belum lagi para pekerja yang tidak bisa naik gaji karena terhalang undang-undang omnibus law sekaligus adanya pengurangan hari kerja dan jam kerja. Upah minimum terhalang naik karena mengikuti PP Nomor 36 Tahun 2021 yang merupakan bagian dari Undang-Undang Cipta Kerja.
“Kalau di kalangan buruh, mayoritas hampir semua daerah merasakan hal itu. Tapi, kalau bicara warga masyarakat di mana tempat saya tinggal, banyak keluhan, terutama di kalangan ojek dan ibu rumah tangga,” kata Iwan menegaskan.
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, mengatakan, untuk memperluas penerima bantuan pemerintah kepada masyarakat, buruh bakal subsidi diperbesar dan negara menyediakan jaminan sosial untuk rakyat. Menurutnya, jaminan sosial berbeda dengan bantuan sosial. Nantinya bantuan sosial akan digantikan dengan jaminan sosial atau jaminan makanan.
Sedangkan, bantuan operasional sekolah (BOS) akan digantikan dengan jaminan pendidikan. "Jadi, dia jangka panjang selalu ada, siapa pun presidennya harus masuk APBN," ujarnya.

Data Tunggal Kondisi Sosial Ekonomi
Munculnya kasus salah sasaran menjadi pekerjaan rumah paling utama dalam penyaluran bantuan sosial kepada masyarakat. Selama ini, masing-masing bantuan menggunakan data yang berbeda. Perbedaan data ini juga dikeluhkan kaum buruh karena ada sektor informal yang memang belum tersentuh bantuan dari pihak mana pun.
Menurut Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, persoalan tidak tepat sasaran penerima bantuan sosial terjadi karena tidak terintegrasinya data penerima bantuan yang dimiliki antarkementerian.
"Datanya kan beda-beda. Kemenaker BSU (bantuan susidi upah) yang penghasilannya sekian, tercatatlah orang tidak mampu jumlahnya sekian, BLT (bantuan langsung tunai) kriterianya sekian, tercatatlah jumlahnya sekian. BOS (bantuan operasional sekolah) kriteria sekian tercatatlah jumlahnya sekian. Begitu diadu data, ya beda semua," kata Said kepada Republika, Kamis (13/10).
Said mengatakan, seharusnya data penerima bantuan sosial tersebut dijadikan satu ke dalam jaminan sosial. "Karena di Kemenaker bikin BSU, di Kemendikbud bikin BOS, ini kan semua bantuan sosial. Kemudian, di departemen sosial bikin bantuan BLT, datanya beda-beda. Harusnya kasih anggarannya, dijadikan satu apa namanya jaminan sosial," ujarnya.
Ketua Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Ashabul Kahfi, meminta kesadaran masyarakat yang tidak berhak menerima bantuan sosial untuk mengembalikannya. Selain itu, tim penyalur bantuan di lapangan juga harus bersikap kritis.
"Kalau di lapangan penerimanya rumahnya bagus, ada kendaraan, atau malah profesinya ASN, sebaiknya dilaporkan ke atasan untuk ditinjau kembali," tuturnya.
Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini menegaskan, pihaknya memperbaiki data penerima bansos setiap bulan agar tepat sasaran. "Setiap bulan, saya buat SK baru untuk memastikan data tetap update. Tidak setahun dua kali, tapi setiap bulan karena pergerakan data itu dinamis sekali,” kata Risma beberapa waktu lalu.
Risma menjelaskan, pembaruan data penerima BLT ini ditetapkan Kemensos berdasarkan usulan pemerintah daerah. Karena itu, dia berharap pemerintah daerah melakukan pendataan secara akurat dan berkelanjutan.
"Daerahlah yang harus melakukan pendataan. Tidak ada yang tidak bisa karena ada perangkat desa/kelurahan dan perangkat kecamatan,” ujar eks wali Kota Surabaya ini.
Untuk menyatukan berbagai data ini, Badan Pusat Statistik (BPS) akan melakukan pendataan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) untuk membentuk basis data tunggal. Regsosek akan mencatat kondisi sosial dan ekonomi setiap warga masyarakat secara riil. Basis data dari Regsosek nantinya akan digunakan sebagai basis data kependudukan, ketenagakerjaan, perumahan, warga disabilitas, pemberdayaan masyarakat UMKM hingga kemiskinan.
"Jika nanti sudah ada basis datanya, diharapkan data-data terkait masyarakat yang lainnya terintegrasi," kata Sekretaris Utama BPS, Atqo Mardiyanto, dalam sosialisasi pendataan awal Regsosek di Jakarta, Rabu (12/10).
Ia menjelaskan, pendataan akan dilakukan selama satu bulan mulai 15 Oktober sampai dengan 14 November 2022. BPS akan mengerahkan lebih dari 400 ribu petugas lapangan yang telah dilatih dalam melakukan pendataan Regsosek 2022. Para petugas tersebut melakukan pendataan secara door to door ke setiap keluarga.
Setelah itu, akan dilakukan forum konsultasi publik bersama aparatur desa/kelurahan, hingga pengurus RT dan RW. Tujuannya untuk mengonfirmasi lebih lanjut terkait kesesuaian data yang diisi dengan kondisi riil masyarakat. "Diharapkan Juni 2023 sudah selesai, jadi mudah-mudahan bulan Juli sudah bisa dipublikasikan," katanya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Menjadi Penerang Saat Dunia Suram
Indonesia sebagai titik terang saat ekonomi dunia suram.
SELENGKAPNYAKasus Sambo Momentum Reformasi Polri
Kapolri Sigit memberikan pilihan ‘hitam atau putih’ bagi seluruh anggotanya.
SELENGKAPNYAPercaya Diri Kendalikan Pandemi
Vaksin buatan dalam negeri sebagai pengejawantahan dalam mewujudkan ketahanan kesehatan.
SELENGKAPNYA