
Oase
Annisa Theresia Pardede Meyakini Kebenaran Tauhid
Mualaf yang juga penulis buku ini mengagumi kedalaman makna ayat-ayat Alquran.
OLEH RATNA AJENG TEJOMUKTI
Ulang tahun adalah saat yang spesial. Momen tersebut semakin berkesan bagi seorang mualaf, Theresia Ebenna Ezeria Pardede. Tepat pada 2 September 2000 lalu, yakni hari ulang tahunnya, ia mengucapkan dua kalimat syahadat untuk pertama kali dalam hidupnya.
Prosesi yang berlangsung di Masjid Raya Pondok Indah, Jakarta, itu tidak akan mungkin bisa dilupakannya. Usai resmi memeluk Islam, wanita tersebut menambahkan Annisa di depan namanya.
Mualaf yang kini berusia 43 tahun itu menuturkan kisahnya dalam menemukan hidayah Islam. Annisa Theresia berasal dari sebuah keluarga non-Muslim di Sumata Utara. Ia mengaku, kedua orang tuanya memiliki dinamika tersendiri dalam kehidupan spiritualitas mereka.
Kedua orang tuanya memiliki dinamika tersendiri dalam kehidupan spiritualitas mereka.
Ibundanya adalah seorang penganut agama yang taat. Adapun ayahnya sempat memeluk Islam. Namun, di ujung hayatnya lelaki tersebut kembali murtad. Hal itu menjadi kesedihan besar yang pernah dirasakan Annisa.
Saat berbicara di hadapan hadirin Sarasehan Mualaf di Masjid Agung Sunda Kelapa, ia mengaku selalu bersyukur ke hadirat Allah SWT. Sebab, dirinya telah menerima cahaya iman dan Islam. Sejak menjadi seorang Muslimah, Annisa senang merutinkan bacaan dua kalimat syahadat.
“Setiap bangun tidur, entah itu untuk shalat tahajud maupun subuh, aku membiasakan diri untuk mengucap dua kalimat syahadat dan bersyukur kepada Allah, karena nikmat Islam yang telah aku dapatkan,” ujar Annisa Theresia, beberapa waktu lalu.
Ia menceritakan, masa kecilnya dilalui sebagaimana umumnya anak-anak. Oleh kedua orang tuanya, Annisa dimasukkan dalam sekolah keagamaan non-Islam. Saat itu, dirinya masih menjadi non-Muslim sehingga hal tersebut dipandangnya normal belaka.
Hingga duduk di bangku SMP, dirinya cenderung bergaul dengan kawan-kawan yang seiman. Barulah pada saat menjadi seorang murid SMA, ia mulai merasakan secara riil keberagaman. Di sekolah negeri tersebut, Annisa mulai memiliki banyak teman dari kalangan Muslim.
Pada masa remaja, rasa ingin tahu pun tumbuh dalam dirinya. Ia waktu itu cukup tertarik pada perbedaan agama-agama dalam memandang topik ketuhanan. Sebagai contoh, ada kepercayaan yang meyakini konsep trinitas. Namun, ada pula yang dengan tegas menyatakan bahwa Tuhan Maha Esa, tidak beranak, dan tidak pula diperanakkan.
Ketika itu, dirinya baru pada tahap menghargai perbedaan-perbedaan yang ada. Ia belum memikirkan untuk mempertanyakan religiositasnya sendiri. Keadaannya menjadi berbeda sesudah Annisa menapaki masa kuliah.
Ia belum memikirkan untuk mempertanyakan religiositasnya sendiri. Keadaannya menjadi berbeda sesudah Annisa menapaki masa kuliah.
Pola pikirnya kian kritis selama menempuh studi di perguruan tinggi. Salah satu hal yang cenderung menjadi pertanyaannya adalah tentang status Nabi Isa AS (Yesus). Kebetulan, di kampus tempatnya belajar Annisa mempunyai seorang kawan yang merupakan mualaf. Setelah larut dalam diskusi, ia pun menanyakan perihal ajaran Islam.
Kawannya yang Muslim tersebut memberitahukannya, Islam mengajarkan tauhid. Artinya, manusia beriman bahwa Allah Maha Esa, tidak berbilang. Dia pun tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Karena tertarik, Annisa yang berkuliah di jurusan komunikasi pun sering melakukan diskusi dengannya
“Qadarullah, setelah diskusi lintas agama dengan teman kuliah saya itu, sayamembaca beberapa buku. Salah satunya adalah, //The Choice// karya Ahmad Deedat. Saya berkesempatan menemukan ayat-ayat Alquran tentang Tuhan,” ucapnya.
Menurut Annisa, keterangan yang diperolehnya dari buku-buku tentang Alquran melengkapi pemahamannya. Salah satu ayat yang menjadi titik balik baginya untuk meyakini keesaan Allah SWT adalah an-Nisa ayat 171.
Terjemahannya adalah sebagai berikut. “Wahai Ahli Kitab! Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sungguh, al-Masih Isa putra Maryam itu adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan, ‘(Tuhan itu) tiga,’ berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Mahasuci Dia dari (anggapan) mempunyai anak. Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan cukuplah Allah sebagai pelindung.”
Dengan sangat jelas, ayat tersebut menekankan penolakan terhadap konsep trinitas. Terlebih lagi, firman-Nya itu juga menyebutkan sosok Nabi Isa AS, yang dikatakan sebagai “putra Maryam.” Status sang nabi ialah utusan Allah dan sekaligus makhluk ciptaan-Nya.
Belakangan, ketika sudah memeluk Islam, mualaf tersebut memilih nama Annisa lantaran pencerahan yang diperolehnya dari membaca surah tersebut.
Berangkat dari kekagumannya pada surah an-Nisa ayat 171, ia pun mulai serius melakukan riset untuk kepentingan pribadi. Annisa—ketika itu masih non-Muslim—berupaya mendapatkan pelbagai sumber referensi. Kitab suci dari agamanya dahulu, menjadi bahan penelitiannya yang utama. Kebetulan, perempuan tersebut memperoleh salinan dari suatu versi.
Ia juga membaca buku karya Prof Maurice Bucaille, seorang arkeolog Prancis yang menemukan mumi Firaun musuh Nabi Musa. Dari karya tersebut, Annisa mendapatkan pemahaman tentang banyaknya versi kitab suci agama lamanya itu.
Namun, teks paling tua kemungkinan besar berasal dari abad ketiga sebelum masehi yang ditulis dalam bahasa Ibrani oleh orang Yahudi di Iskandariah (Mesir). Kemudian, ada juga sejumlah naskah dalam bahasa Yunani dari abad keempat. Itu dikelompokkan menjadi Codex Vaticanus (disimpan di Vatikan, Italia ) dan Codex Sinaiticus (di British Museum, London, Inggris Raya).
Semua versi yang ada dikumpulkan dan dijadikan teks jalan tengah, yakni dibuat semacam gabungan antar versi yang berlainan itu, sehingga menjadi kumpulan naskah. Adapun Alquran sudah lengkap diturunkan dalam masa kehidupan Nabi Muhammad SAW.
Sejak zaman kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq, pembukuan Alquran dilakukan. Mushaf Alquran yang padu dibuat pada era khalifah Ustman bin Affan.
Setelah melakukan penelitian berdasaekan teori-teori yang dipelajari, Annisa kemudian meyakini bahwa apa yang dijelaskan Alquran lebih faktual dibandingkan kitab suci agama lamanya. Sejak saat itu, ia mantap memilih untuk bersyahadat, menjadi seorang Muslim.
Menulis buku
Sejak 2014, Annisa Theresia berbagi kisahnya melalui tulisan-tulisan. Kemudian, terbitlah bukunya yang berjudul Kunci Kebenaran: from Mualaf to Mukallaf. Dalam karyanya itu, ia menyampaikan pengalaman serta perjuangannya dalam berislam.
Ia meyakini, setiap insan lahir dalam keadaan suci di atas fitrah, yakni mengakui Allah Yang Maha Esa. Sehingga ketika nanti diwafatkan maka tidak ada lagi orang yang mengelak saat ditanya siapa tuhanmu dan siapa nabimu.
Dalam surat Al-Araf ayat 172 disebutkan, “(Ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari tulang punggung anak cucu Adam, keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksiannya terhadap diri mereka sendiri (seraya berfirman), ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.’ (Kami melakukannya) agar di hari Kiamat kamu (tidak) mengatakan, ‘Sesungguhnya kami lengah terhadap hal ini.’
Annisa mengenang, hidayah Allah telah membukakan jalan baginya untuk merasakan manisnya iman dan Islam. Ia mengibaratkan, kasih sayang Allah bagaikan wifi yang selalu menyala. Namun, “ponsel” setiap orang tidak banyak yang memanfaatlan fasilitas tersebut. Biasanya mereka menyambungkan wifi ketika ada masalah dalam sambungan internet pribadinya saja seperti kehabisan kuota.
Annisa mengenang, hidayah Allah telah membukakan jalan baginya untuk merasakan manisnya iman dan Islam.
Padahal jelas kewajiban seorang hamba telah Allah jelaskan pula dalam firman Nya, dalam surat az-Zariyat ayat 56. Yakni, bahwa Allah menciptakan jin dan manusia hanya agar mereka beribadah kepada-Nya. Bukan sewaktu-waktu ketika tersandung masalah saja.
Setiap manusia itu sejatinya adalah hamba, dan sebaik-baiknya hamba adalah Nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW telah memberikan teladan, yang dapat diikuti bahkan oleh non-Muslim sekalipun. Karena itu, sekali lagi Annisa mengucapkan rasa syukurnya karena telah berislam.
Berbeda dengan mereka yang memilih untuk jalan menurun, memang tampak menyenangkan dan mudah. Namun, mereka cenderung tidak mengetahui bahwa ada jurang yang menunggu di ujung jalan dunia. Maka ketika seseorang telah mengaku dirinya sebagai umat Islam, baik itu mualaf atau pun yang sejak lahir telah Islam.
Dalam waktu dekat, Annisa mengaku akan berusaha menulis buku baru lagi. Ia berharap, suatu saat dapat menjadi seorang penulis yang menginspirasi banyak orang. Di antara para sastrawan yang menjadi favoritnya adalah Habiburrahman El Shirazi dan Hanum Salsabiela Rais.
Suntik Botox untuk Kecantikan, Apa Hukumnya?
Islam pada dasarnya tidak melarang perempuan untuk berhias.
SELENGKAPNYAFosil Gigi Ikan Tertua Ada di Cina
Temuan ini menawarkan petunjuk baru tentang periode kunci evolusi yang sulit dipetakan.
SELENGKAPNYAJerat Dunia
Kita memohon kepada Allah agar terjaga dari tipu daya dunia yang melalaikan.
SELENGKAPNYA